Thursday, 5 September 2013

Rinjani Mountain 2013 - The Series

9 Agustus 2013

Ucapan demi ucapan telah berdatangan, doa dan harapan mulai bermunculan. Melalui pesan singkat, aplikasi chat, social media, bahkan telefon. Dari sahabat serta kerabat yang selama 19 tahun telah mengisi hari-hariku, terimakasih! :)

"Selamat 19 tahun, Acitaaaa.."

Terimakasih, Ayah.. Terimakasih, Ibu.. 
Selama 19 tahun ini telah membesarkanku dengan didikan yang membuatku berani melangkah sejauh ini seorang diri.
Selama 19 tahun ini telah mengajarkanku agar mandiri dan tak mudah menangis atau mengeluh.
Selama 19 tahun ini telah memberiku kasih sayang dan cinta yang tiada batas, yang tak pernah ku temui dari seseorang manapun.

Dan terimakasih, telah mengijinkanku melalang-buana ke timur selama dua minggu.
Walau aku tahu, dengan sangat-berat-hati kalian mengijinkannya.
Tapi percayalah,
Dimanapun kakiku berpijak, aku akan selalu membuatmu bangga, Ayah..
Dan aku tak mau sedikitpun mengecewakanmu, Ibu..

"Semoga Panjang Umur, Acitaaa.."

Hey,
Mbak Gilang, Galih, Ghania.. Kapan kita bisa main bareng sekeluarga?
Keluarga kita terlalu sibuk dengan urusan masing-masing, ya!
Jangan pernah lupa ritual minggu pagi di teras rumah. Habis lari pagi, makan nasi uduk sambil sibuk sama isi gelas masing-masing.. Share pengalaman sambil rebutan bakwan, Ayah ngerokok, Ibu gendong Ghania :)

"Semoga impian, keinginan dan cita-citamu tercapai, Acitaaa..."

Keinginanku saat ini cuma menjamah tanah tertinggi Lombok, Puncak Anjani. Mensyukuri kehidupanku selama 19 tahun di atas sana. Menangis dan tertawa sesukanya, kemudian kembali ke rumah dengan pribadi yang lebih baik, InsyaAllah..

Gunung Rinjani merupakan gunung tertinggi ke-tiga di Indonesia. Setelah Jaya Wijaya di Papua dan Kerinci di Sumatera, tentunya. Gunung dengan persiapan yang lebih matang dari perjalananku ke Semeru. Gunung yang benar-benar menguras tabungan dan perijinan yang lebih menyusahkan -_-

"Acita mau kado apaaaa???"

Cita mau ke Lombok. Cita udah punya tiketnya, tinggal ijin dari Ayah sama Ibu aja, itu bakal jadi kado terindah 19 tahunan Cita.

Oke, bilangnya ke Lombok. Padahal mau ke Rinjani, berdosa kah aku? :'(
Dan gak hanya ke Lombok, tapi juga Bali - Banyuwangi - Surabaya - Kediri - Semarang :|
Tapi untuk Lombok dan keliling Jawa, aku bilang. Sementara Rinjani hanya Ayah yang tak tau.


Rincian Biaya
Tiket Kereta Jawa


Sekilas perjalananku selama dua minggu.. Selamat menikmati :)






Saturday, 8 June 2013

REVIEW FILM : Laura dan Marsha


Film ini bercerita tentang sebuah perjalanan sepasang sahabat di luar negeri. Dengan tokoh utamanya Laura, (Prisia Nasution) yang merupakan seorang travel agent dan Marsha (Adinia Wirasti) yang berprofesi sebagai penulis buku traveling. Keduanya bersahabat sejak SMA dan sama-sama memimpikan sebuah perjalanan ke Eropa. Namun, semenjak Laura menjadi seorang single parent, ia telah melupakan mimpinya berkeliling Eropa bersama Marsha. Ia bahkan tak pernah berpikir untuk bepergian keluar Jakarta karena tak rela meninggalkan anak semata wayangnya, Luna (Amanina Afiqah Ibrahim).




"Mimpi gue masih bisa gue tunda, sampai Luna udah gede.. sampai Luna udah bisa ditinggal" - Laura


Berbeda dengan Marsha, ia tak pernah lupa akan mimpi mereka kala SMA. Berkali-kali Marsha membujuk Laura agar mewujudkan keinginannya keliling Eropa, semata-mata untuk mengenang kepergian mendiang ibunya. Laura tak pernah mengiyakan, sampai akhirnya Laura terkena musibah kecelakaan dan mengharuskannya menginap berhari-hari di Rumah Sakit. Laura koma.


"Hidup tuh singkat banget, La. Kematian bisa dateng kapan aja dan gue gak mau mati sebelum ngewujudin impian gue." - Marsha


Ungkapan inilah yang membuat Laura akhirnya mengiyakan perjalanan ke Eropa meskipun tak sepenuh hati diinginkannya. Dan Luna akhirnya dititipkan selama dua minggu kepada Ibunda Laura.

Perjalanan dimulai dari Amsterdam (Belanda). Laura yang memiliki sifat lebih strict dan segala sesuatunya harus teratur ini memulai perjalannya dengan sebuah koper super besar. Sementara Marsha yang berkarakter santai hanya membawa sebuah carrier dengan muatan tak lebih dari empat puluh liter.


 


 


Perselisihan kecil mulai bermuculan. Peraturan demi peraturan dibuat Laura agar perjalanan mereka sesuai schedule. Dan Marsha yang senang berulah spontan ini mau tak mau harus mengiyakan. Konflik dimulai ketika dengan santainya Marsha mengajak seorang penumpang asing bernama Finn. Marsha yakin bahwa Finn dapat mengantar mereka ke destinasi selanjutnya yaitu Munchen (Jerman). Namun siapa sangka, Finn malah membawa mereka ke Bruhl dan melenceng jauh dari Munchen. Laura marah besar dan akhirnya mengusir Finn.

Kisah liburan mereka semakin rumit ketika mereka tersesat hingga dirampok. Marsha tak bisa berbuat apa-apa selain memilih menjalani perjalanannya tanpa beban. Tiap kali Laura menghadapi kesulitan, Marsha tanpa banyak syarat selalu membantu mereka menemukan jalan keluar.


 


"Santai aja, La.. Alam semesta akhirnya akan memberikan apapun yang kita butuhkan tepat pada waktunya." - Marsha


Dengan tiba-tiba Laura meminta Marsha agar mampir ke Verona sebentar, sementara tujuan mereka selanjutnya adalah Venice. Persahabatan dari SMA ternyata tidak menjamin keduanya sama-sama terbuka satu sama lain. Ada maksud yang tak diketahui Marsha, Laura sebenarnya memiliki alasan dan tujuan khusus hingga akhirnya ia setuju ke Eropa.

Hal ini membuat mereka berada di satu titik pertengkaran yang hebat sehingga membuat mereka terpisah berhari-hari. Kejadian demi kejadian menjadi sebuah pelajaran berharga bagi mereka. Dari tiap negara yang mereka datangi membawa cerita dan kejutan tersendiri. Yang pada akhirnya, tanpa mereka sadari itulah yang mereka cari. Pencarian makna cinta, makna hidup, makna persahabatan dan makna perjalanan yang sesungguhnya. Perjalanan Laura dan Marsha, Dua Cerita Satu Perjalanan.



Seperti apakah kisah perjalanan Laura dan Marsha di Eropa?
Saksikan Film-nya di Bioskop terdekat mulai 30 Mei 2013




Laura And Marsha


Muvila.com 





PROFIL


Prisia Nasution

Wanita yang biasa dipanggil Pia ini berperan sebagai Laura, seorang travel agent yang serba sistematis dan teratur. Padahal aslinya, Pia memiliki sifat yang cuek dan simpel layaknya Marsha dalam film. Namun kualitas akting peraih Piala Citra 2011 sebagai Pemeran Wanita Terbaik ini tak perlu diragukan lagi. Pia selalu bermain total dalam setiap film yang dimainkannya, termasuk Sang Penari dan Rectoverso.


Adinia Wirasti

Asti berperan sebagai Marsha yang serba cuek dan santai. Sama seperti Pia, ia juga ditantang untuk berakting sebagai seseorang yang sifatnya bertolak belakang dengan dirinya. Asti memiliki sifat yang teratur dan sistematis, layaknya Laura dalam film. Kepiawannya di dunia seni peran telah dibuktikan dengan menggondol Penghargaan Pemeran Pendukung Wanita Terbaik FFI 2005 (Tentang Dia), Pasangan Terbaik IMA 2012 (Jakarta Maghrib) dan Aktris Pemeran Pembantu Terpilih Piala Maya 2012 (Arisan! 2).


Leni Lolang

Leni Lolang telah 18 tahun menjadi produser. Leni sukses dalam mendirikan dan memimpin Inno Maleo dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Film Laura dan Marsha merupakan film ke-3 yang ia produksi setelah Jagad X-Code dan Ai Lap Yu Pul house in Indonesia.


Dinna Jasanti

Ketika ditemui dalam acara Nonton Bareng Blogger yang diadakan oleh Viva.co.id , kesan pertama yang saya tangkap untuk mbak Dinna yaitu sosok sutradara yang supel, humoris dan ramah. Beberapa pertanyaan dari penonton ia jawab dengan santai namun berisi. Film Laura dan Marsha ini merupakan debut pertama mbak Dinna sebagai seorang sutradara. Dengan setting Road Movie yang menghabiskan waktu selama 20 hari di Eropa ini memberi pengalaman berharga untuknya. Dari tersasar sampai kehabisan bekal makanan telah dialaminya selama shooting di Amsterdam, Bruhl, Innsbruck, Verona dan Venice.


Titien Wattimena

Mbak Titien selaku scriptwriter membuat saya antusias dalam menonton film ini. Naskah yang sangat bagus serta alur ceritanya begitu menarik untuk ditonton sampai habis. Emosi penonton terlihat jelas ketika menyaksikan film ini. Ending Film Laura dan Marsha memang terkesan mudah ditebak. Namun siapa sangka jika konflik dan klimaksnya se-menggugah itu?!



SEUCAP

Arti persahabatan sesungguhnya baru akan kita temui saat berada dalam sebuah perjalanan. Susah senang bersama hingga emosi yang meledak ketika seorang sahabat terlihat karakter aslinya. Sudah tak ada yang dapat kita tutupi ketika perjalanan dengan sahabat telah mencapai konfliknya. Namun itulah esensi perjalanan, saling terbuka.

Saat sedang melakukan perjalanan seorang diri tanpa sahabat yang biasanya mendampingi, kita akan merindukan hal itu. Merindukan betapa perjalanan ini tak seindah bersamanya. Namun sesendiri apapun, pada akhirnya kita tak pernah sendirian dalam sebuah perjalanan---bayu.

Begitu pula dalam film ini, ketika Laura dan Marsha berpisah, mereka tak pernah benar-benar sendirian. Keduanya saling mencari kabar satu sama lain. Film ini mengajarkan banyak sekali hal tentang kehidupan, quotes menarik pun bertebaran di sepanjang jalan cerita. Setting lokasi dan pemilihan tempat-tempat di Eropa yang begitu indah membuat mata tak lelah memelototi setiap adegannya. Best Recommended FILM!!





*) Foto-foto : www.lauramarsha.com

Thursday, 6 June 2013

Mengintip Wajah Indonesia dari Yogyakarta



"Hi, where do you come from?"

"Hi, I come from Indonesia."

"Indonesia? Where Is it?"

"Do you know Bali?"

"Yes, I know Bali. Is it near from Indonesia?"

"No. Bali is a part of Indonesia. Bali is city, and Indonesia is the country"

Percakapan diatas sudah terlalu sering di ceritakan oleh sahabat-sahabat saya yang pernah bepergian ke luar negeri. Dan kesimpulannya adalah, Indonesia belum se-tersohor Bali.

Agak miris mendengarnya, terlebih lagi Indonesia memiliki beragam potensi wisata yang lebih indah dari Bali. Sebut saja Pulau Weh di Aceh, Derawan dari Kalimantan, Losari milik Sulawesi hingga Raja Ampat di Papua yang merupakan impian para traveller dan backpacker domestik hingga mancanegara. Masih banyak destinasi wisata di Indonesia selain yang disebut tadi. Baik wisata budaya, wisata sejarah, wisata alam, wisata buatan hingga wisata reliji. Indonesia memang kaya.

Kembali ke judul tulisan saya...
Mengintip wajah Indonesia dari Yogyakarta. Mengapa Yogyakarta?

Indonesia terkenal dengan penduduknya yang ramah, adat dan budaya yang beragam serta pusat perbelanjaan yang murah. Yogyakarta memiliki semuanya. Dari Malioboro dan Beringharjo yang murah meriah, Gunung Merapi yang berdiri dengan gagah, hinggan pantai-pantai di selatan yang masih perawan dan tak terjamah. Mari kita mulai perjalanan dari tugu nol kilometer Yogyakarta.


Tugu nol kilometer Yogyakarta menjadi tanda bahwa Kota tersebut tersusun dalam satu garis lurus yang terhubung dari Gunung Merapi - Tugu - Keraton - Laut Selatan. Konon, dengan landmark seperti itu memudahkan para pemimpin terdahulu memantau daerah kekuasaan dan aktivitas warganya. Dari keraton akan nampak Gunung Merapi dan arah sebaliknya akan terlihat Laut Selatan. Unik bukan?

Bicara tentang Gunung Merapi, Gunung Api yang berbentuk kerucut ini masih aktif hingga sekarang dan memiliki daya tarik dalam segi penelitian, pendidikan hingga pariwisata. Setelah meletus terakhir kalinya tiga tahun lalu dan memakan banyak korban jiwa, masyarakat setempat tak kehabisan akal dalam mengolah potensi wisatanya. Saat ini telah tersedia jeep-jeep khusus wisata Merapi hingga tour-guide. Dan bagi Komunitas Pecinta Alam dapat merasakan sensasi mendaki gunung dengan jenis bebatuan ini sampai ke Puncak Garuda yang ketinggiannya mencapai 2.968 meter diatas permukaan laut. Berfoto bersama awan dan bendera Merah Putih serta memandang Kota Yogyakarta hingga garis-garis pantainya. Menakjubkan.



Setelah turun dari Gunung Merapi, perjalanan dapat dilanjutkan ke kawasan Gunungkidul. Gunungkidul memiliki dua buah potensi wisata yaitu pantai dan goa. Wisatawan dapat menjelajah goa seperti Goa Jomblang dan Goa Pindul. Namun saya lebih menyarankan untuk menelusuri pantai di kawasan Gunungkidul ini. Dalam satu hari penuh pun tak akan cukup untuk mampir ke setiap pantainya!

Ada lebih dari sepuluh pantai di kawasan Gunungkidul. Sebut saja Pantai Baron, Pantai Krakal, Pantai Sundak, Pantai Kukup, Pantai Indrayanti, Pantai Drini, Pantai Pok Tunggal, Panta Seruni dan masih banyak lagi hingga entah dimana ujungnya. Perjalanan menuju pantai-pantai tersebut harus melewati bukit demi bukit terlebih dahulu. Bayangkan saja, dibalik bukit ada hamparan pasir putih yang menawan lengkap dengan birunya laut dan tebing-tebing tinggi. Jika bosan bermain di pasir dan berenang di laut, kita dapat memanjat tebing-tebing tersebut sampai ke puncaknya, kemudian berteriak sambil menatap samudera. Indonesia, I Love Youuuuuuuuuu!!!



Pulang dari gunung dan pantai, jangan lupa mampir ke pasar tradisional, keraton serta alun-alun dan beringin kembar. Tak ada habisnya jika bicara Yogyakarta, apalagi Indonesia. Indonesia memiliki wajah dan cerita yang beragam untuk dibahas, sementara Yogyakarta hanyalah sebuah pandangan saya terhadap Indonesia dengan cara melihatnya dengan celah yang sempit atau biasa disebut "mengintip".




Mengintip Indonesia melalui Yogyakarta saja sudah begitu menarik dan memukau. Bagaimana bila membuka mata dan melihat Indonesia secara langsung? Kembali saya ulangi, Indonesia tak hanya seindah Bali dan seramah Yogyakarta. Ada Pulau Weh di Aceh, Derawan dari Kalimantan, Losari milik Sulawesi, Wamena, Raja Ampat dan Jelajah Bumi Papua. Aaaaah, Let's Visit Wonderful Indonesia!











Untuk info lengkap kunjungi http://jelajahbumipapua.com/home.php

Wednesday, 5 June 2013

Mimpi dan Impian


Mimpi baik itu datangnya dari Tuhan,
Sementara mimpi buruk datang dari setan.
Sungguh saya tak pernah peduli mimpi itu datang dari mana. Bagi saya, mimpi hanyalah sebuah bunga tidur. Penghias dari segala kegiatan melelahkan nan membosankan yang kita lalui setiap hari. Tidur, bermimpi dan menjadikan mimpi tersebut sebagai sebuah pelajaran, renungan atau penyemangat ketika kita telah bangun. Namun sayang, banyak yang lupa betapa dalamnya makna bangun tidur; bangun untuk hidup yang lebih baik.

Iya, setelah bangun tidur, kamu akan melakukan hal yang itu-itu saja seperti sebelumnya. Tak pernah jauh lebih baik. Bahkan biasanya jauh lebih membosankan. Karena sesungguhnya hari-hari dan tanggal yang paling menarik hanya jatuh pada akhir bulan; ketika gajian.

Apakah tujuan hidup kamu hanya sekedar menunggu gajian?

Untuk urusan bermimpi ketika tidur, saya bukan ahlinya. Mungkin saking lelahnya, saya hanya tertidur lelap, gelap, dan tiba-tiba terbangun ketika hari sudah terang. Iya, mimpi saya hanya gelap dan itu berlangsung setiap hari. Yang saya ingat, beberapa kali mimpi dipatuk ular atau mimpi gigi saya tanggal. Mimpi seperti itu termasuk jenis mimpi yang mana? Baik atau buruk? Dari Tuhan atau setan? Beberapa orang pasti tahu artinya.

Tujuan hidup saya bukan hanya sekedar menunggu gajian. 
Dan impian saya bukanlah menjadi pegawai kantoran.

Banyak hal yang dapat kamu tanam selagi umur masih sedini ini, dan kamu panen ketika tua nanti.
Modal macam apa yang dapat kamu tanam? Segala sesuatunya bukankah butuh uang?
Menanam uang?

Tanamlah impianmu didalam hati dan pikiran. Lalu kamu siram dan beri pupuk dengan segala usaha dan pengalaman yang berkelanjutan. Lakukan terus menerus. Jangan pernah menyerah atau berhenti di tengah jalan. Kamu mau tanamanmu gagal panen?

Saya tahu, banyak dari kamu yang masih saja meremehkan impian orang lain. Sama seperti saya beberapa tahun lalu, saya pernah meremehkan impian orang lain ketika impian saya masih biasa saja dan anak-anak sekali; lulus sekolah, kuliah dan jadi dokter. Mimpi teman saya pada saat itu adalah ke Jepang. Mana bisa ke Jepang tanpa uang? Saya juga bisa ke Jepang ketika sudah jadi dokter. Pikir saya yang saat itu masih duduk di bangku SMP.

Namun nasib berkata lain, impian teman saya terwujud. Ia mendapat program pertukaran pelajar ketika kami sama-sama sedang duduk di bangku SMA, di sekolah yang berbeda. Dan seperti impiannya, ia lolos ke Jepang, tanpa uang, tanpa harus menunggu kuliah bertahun-tahun dan mendapat gelar dokter. Bahkan ia mendapat uang saku untuk hidup di negeri sakura itu selama beberapa bulan.

Saya banyak belajar dari mimpi dan impian.

Sekarang saatnya impian saya yang diremehkan orang, termasuk keluarga sendiri. Entah otak saya yang impulsnya berantakkan atau memang pola pikir kami yang tidak sejalan. Sudah terlalu banyak impian saya yang ditentang oleh Ayah dan Ibu.

"Kamu pikir mudah menjadi seperti itu?"

"Bekerja saja yang benar di kantormu. Kuliah juga yang rajin."

Sebenarnya semua akan menjadi lebih mudah apabila impian saya didukung olehmu, Yah, Bu. Apa salahnya sekedar mendukung atau merestui? Impian pertama saya awalnya adalah kuliah di Solo. Fokus kuliah dengan beasiswa. Namun yang terjadi sekarang saya harus kuliah sambil bekerja, sambil menyempatkan diri untuk jalan-jalan ke luar kota setiap bulan, atau sekedar menghilang dari peradaban berhari-hari dan kembali menjadi manusia normal. Kemudian menumpahkan hasil jalan-jalan dan renungannya di blog ini... bermimpi suatu saat ada penerbit yang tertarik. who knows? 

Letakkanlah impianmu setinggi langit.

Tak usah jauh-jauh. Cukup ditanam di hati dan pikiran saja.

Agar kau tak sakit ketika impianmu tiba-tiba jatuh terhempas ke bumi.

Banyak yang berbeda setelah saya turun dari titik tertinggi di Pulau Jawa, Gunung Semeru. Entah sugesti atau apa, Semeru mengubah segalanya.

Saya yang tadinya seorang pemikir akut ketika 'gagal' dalam suatu hal, sekarang bisa lebih santai.
Saya yang tadinya seorang yang ketergantungan terhadap kabar pacar, sekarang sudah bisa menjalani hidup sendiri dan jauh lebih baik.
Saya yang tadinya selalu mengeluhkan tugas-tugas kampus dan kerjaan, sekarang hanya diam dan bergerak bagaimana kerjaan bisa lekas rampung-- walaupun masih suka emosian dan diselingi misuh.
Saya yang tadinya selalu sedih dan depresi ketika tulisan di blog ini menerima kritik pedas dari pembaca, sekarang hanya bergumam, "Perbandingan pengkritik dengan pendukung blog ini masih satu banding sekian. Lagipula, rata-rata orang yang suka mengkritik adalah orang yang tidak punya karya sama sekali. Mereka yang punya karya akan jauh lebih menghargai dan memberi saran bijak, bukan kritik."

Dan saya, yang tadinya punya impian biasa saja, kini mulai berani bermimpi yang jauh. Sejauh jarak dari desa terakhir menuju puncak, lalu menembus awan. Tak peduli dengan ejekan dan remehan yang terlontarkan. Justru ejekan dan remehan itulah yang membuat saya lebih kuat dari sebelumnya. Sama seperti ketika semua orang tertawa sambil  meremehkan saya yang berpamitan pergi Mahameru. Sudah terbukti, kan, siapa yang akhirnya tertawa belakangan?

Tak banyak yang dapat saya lakukan saat ini, selain menanam impian dan menyuburkannya sendirian.

Bermimpilah, dan bangun untuk hidup yang lebih baik.

Jangan pernah takut melangkahkan kaki untuk memulai sebuah impian. Karena sebuah hasil yang besar selalu dimulai dari langkah awal.

Hadapilah, ujian hidupmu tak seberat berjalan di trek pasir Mahameru.






Agita Violy,
Enam puluh lima hari menuju 19 tahun.

Sunday, 26 May 2013

[Pangrango] Filosofi Ulet

Cerita sebelumnya klik disini :)

Tak terasa, waktu telah menunjukkan pukul tiga sore. Dan kami, mau tak mau harus segera turun. The Pirates telah turun duluan. Setelah beres-beres gear, akhirnya kami menyusul turun. Tak lupa mengenakan jas hujan atau ponco. Imam ini benar-benar Kamen Rider. Dia gak bawa jas hujan. Bisa kau bayangkan bagaimana tubuh kurusnya melawan hujan?

Jelas saja, Imam kalah :D
Aku telah mengenakan jaket A'Nauvel yang katanya anti air sehingga ku hibahkan jas hujanku untuk Imam. Namun baru beberapa langkah setelah meninggalkan Mandalawangi, aku merasa kedinginan. Entah jaketnya yang tembus atau bajuku yang sudah basah. Akhirnya di shelter puncak, aku bertukar jaket A' Nauvel yang ku kenakan dengan jas hujan milikku yang dipakai Imam. Kebetulan saat itu aku memakai dua lapis baju. Lengan panjang hitam dengan luaran T-Shirt putih Rinjani,oleh-oleh dari yang namanya tak boleh disebut.

"Mending dilepas aja baju luarnya, Git. Kayaknya udah basah deh itu, daripada lu dingin." Kata Nganga. Serentak semua makhluk adam yang ada disana berbalik badan. Membiarkan aku melepas baju di belakang mereka. Dan aku segera mengenakan jas hujan. Beres.

Kami melanjutkan perjalanan.

Awalnya aku paling depan, namun seperti biasa, di overlap oleh Kak Za, Kang Fachri dan temannya, kemudian dibalap lagi oleh Nganga dan Kak Hay. Dan yang paling belakang tinggal aku, A'Nauvel, teman Kang Fachri yang satunya lagi, juga Imam. Kali ini Kamen Rider Imam kebagian tugas sebagai sweeper - tukang sapu, bersih-bersih.

Hujan semakin deras.

Banyak pohon tumbang.

Kejar-kejaran dengan kabut.

Pangrango badai?

Kami jalan ngebut, tapi lima orang didepan kami tiba-tiba sudah luput dari pandangan. 

Kami terpisah? Atau salah jalur?

Beberapa kali kami merasa jalanan agak melipir, dan beberapa kali tak menemukan pita, padahal saat summit tadi, pita (penunjuk arah) sangatlah jelas.

Jalanan becek, kuku kakiku copot lagi. Salah memang mengenakan sandal. Habis mau bagaimana, sepatuku sudah basah >_<

Aku mengamati tanah yang kupijak, daritadi tak ada sampah manusia. Biasanya sekedar bungkus permen atau coki-coki ada di sepanjang jalur. Adakah manusia yang lewat jalur ini?

Sampai akhirnya kami menemukan tanda pita, namun jalan bercabang dua.

"Lewat mana, Mam?" Tanyaku pada Imam yang paling dituakan disini.

"Tadi kita berangkatnya lewat yang lurus, kalo belok kiri kita motong." Jawab Imam mantap.

"Kok Imam ingat?" Aku ragu.

"Iya, Imam ingat kok. Tadi kan kita lewat sini."

"Agit lupa, Mam."

Kami semua terdiam...

A'Nauvel jalan duluan, lewat jalur kiri yang kata Imam, 'motong'.

Akhirnya kami melewati jalur air, melangkahi pohon tumbang atau menunduk bahkan merangkak. Begitu terus berulang-ulang dengan kaki yang menerjang becek serta tubuh yang melawan hujan. Hari semakin gelap, sementara yang bawa headlamp hanya A' Nauvel. Iya, headlamp milikku terbawa ditasnya Kang Fachri. Pasrahlah sudah...

"Bentar lagi jam lima.. Kita udah dua jam jalan kok ga nyampe-nyampe ya? Harusnya kalo turun mah kan lebih cepet." Keluh A'Nauvel, pelan.

Kami hanya diam di sepanjang perjalanan turun.

Sampai akhirnya menemukan pita lagi dan tak lama kami melihat sosok tugu penunjuk jalan yang membedakan arah ke Gunung Gede dengan Pangrango.

Syukurlah..

Tak lama, kami tiba di Camp Kandang Badak dan segera berganti pakaian di tenda masing-masing.

"Agiiiiiiiiiiit, kalo udah selesai ganti baju, sini makan duluuuuuuuuuu..." Ah, seperti biasa, alarm makan berbunyi. Bahkan bunyinya berkali-kali dan dengan suara yang berbeda.

"Dingiiiiiiiiiiin.. Agit ngantuuuuuuk.." Jawabku setengah berteriak.

"Makan duluuuu.." Aku terenyuh, sebuah perhatian kecil yang begitu mengharukan :')

"Iya nantiiiiiii.. Hujaaaan. Agit malas keluar, tenda kalian jauh.." Jawabku ngeyel.

"Ini gua jemput git.." Tiba-tiba Nganga sudah berdiri didepan tendaku, lengkap dengan payung. Mau tak mau aku mengikutinya ke tenda tempat teman-teman telah berkumpul. Aku semakin haru.

Didalam tenda, mereka telah membuat lingkaran tak sempurna, dengan bagian tengahnya sebuah kompor gas hi-cook. Saling merapatkan jarak seraya menghangatkan tangan diatas kompor. Ah, so sweet ya :')

Kemudian kami makan makanan seadanya. Aku lupa apa saja menunya. Ikan asin dan telur bakso? Kemudian mie rebus? Entahlah.. Yang ku ingat hanya satu, kami saling bergantian meminum-minuman hangat..

Sampai saat kami membuka obrolan serius..
Mengingat-ingat kejadian lucu, bodoh, haru, dan apapun yang begitu mengesankan saat pertama kali kami berekenalan di Semeru..

Mengenang Semeru..

Kami rindu Semeru, seperti kami saling merindukan masing-masing diantara kami sendiri.
Kami cinta Semeru, seperti kami saling mencintai teman-teman kami yang ada di tenda ini.
Kami saling menyayangi, satu sama lain...
Dari berbagai daerah dan kota,
Jauh lebih dalam dari sekedar persahabatan di 5 cm.
Kami memang baru kenal, namun apalah arti sebuah perkenalan singkat?
Semeru yang memperkenalkan kami..
Semeru yang menyatukan kami..

Dan aku bangga punya teman seperti kalian..

Kami berpelukan,
dalam sebuah lingkaran tak sempurna..

Layaknya hidup,
Tak ada manusia yang sempurna,
Namun bisa saling menyempurnakan satu sama lain..
Saling mengisi..
Saling memberi...
Berbagi arti...


***


11 Mei 2013

Imam bangun paling pertama, mungkin ia tak nyenyak tidur di dalam sebuah tenda kapasitas empat orang yang diisi enam orang. Atau mungkin Imam mimpi buruk? Dikejar-kejar monster dan ia merasa gagal menjadi Kamen Rider. Entahlah.. Kemudian menyiapkan minuman hangat dan sarapan untuk kami. Awalnya kami akan melanjutkan perjalanan ke Puncak Gunung Gede dan Surya Kencana. Akan tetapi, karena pakaian yang sudah basah semua, akhirnya menyurutkan niat kami.

Namun tidak untuk Kak Vaza dan Kang Fachri, mereka berdua sempat jalan-jalan ke Tanjakan Setan dan berfoto-foto ria di jalurnya :|

Hari semakin siang, dan aku mau cerita hal yang paling kutunggu-tunggu.

"Agit, boker pup yuk. Gue dapet pinjeman cangkul dari The Pirates. Tadi gue abis main kesana. Si mamah masakannya enak-enak dah. Sekarang mules gue." Kata Nganga. Aku antusias dan segera mengambil sarung.

"Ayuk." Jawabku sambil mengikuti langkah Nganga dan masuk kedalam hutan.

"Nga, gue dibalik pohon itu, Nga." Kataku seraya menunjuk sebuah pohon besar. Ia menggali tanah cukup dalam.

"Udah cukup belum? Gue disana ya, kayaknya spotnya enak disana." Ujar Nganga.

"Udah, cukup. Eh, disana mah lu bisa ngeliat gue dong?" Aku ragu.

"Kagak. Udah, selow. Tutupin aja pakek sarung. Lu tungguin gue kalo udah kelar." Ujar Nganga lagi.

!@#$%^&*()!@#$$%%^^&^&

"Nganga, udah beluuuum?" Teriakku.

"Bentar lagi, Git."

!@@#$$#$^^&*XVT#@GF^%

"Agiiiit, udah beluuum?" Teriak Nganga.

"Udaaaah.."

Nganga keluar dari tempat persembunyiannya. Kami berjalan beriringan keluar hutan.

"Lu banyak ga, Nga?" Tanyaku, iseng.

"Biasa aja, dikit." Jawabnya enteng.

"Kok gue banyak banget ya, Nga? Hahahahaha" Aku jujur sambil tertawa.

"Agit oyooooooooy!!" Teriak Nganga sambil menjitakku.

Setelah packing dan beres-beres gear, berpamitan dengan The Pirates dan Bang Shiwo (teman dari Bekasi Summiter yang tak sengaja ketemu karena dia melihatku kesandung pasak tendanya :( ) akhirnya kami berdoa bersama dan turun.

Eh enggak, ding. Foto-foto duyu :3


 


Perjalanan turun terasa santai, tak dikejar-kejar kabut seperti biasanya. Namun kami malah berlari-lari di sepanjang trek menurun. Imam berlari karena merasa bebannya berat, Kak Za berlari karena kebelet pipis, Kang Fachri berlari karena mengejar Kak Za, Nganga juga berlari mengejar Imam, Kak Hay dan Bray tak berlari, hanya jalan cepat. A' Nauvel berlari dari kenyataan. Dan aku? Aku berlari-lari di hati dan pikiranmu.

Kurang satu orang























Ini Orang. Bukan Pohon Pisang :|
Sedikit keceriaan di shelter air panas :)
Jama'ah Al-ULET-iyyah

Dan akhirnya aku tiba di pos perizinan pendakian pukul tiga sore, entah yang lainnya tiba disana pukul berapa. Seperti biasa, aku jalan paling belakang. Bukan karena aku berjalan lamban, bukan. Aku hanya tak bisa berjalan lebih cepat. Itu namanya juga lamban, Git --___--

Sesampainya di pos, hujan turun, lebat.

Kami makan gorengan dan ngopi-ngopi sebentar, baru kemudian melanjutkan perjalanan.

Yeeeeeeeeaaaayy.. Pulaaaaaaaaaang!!

"Kita mampir sebentar ke Green Ranger Indonesia, yuk?" Ajak Nganga.

"Hayuk." Jawab yang lainnya.

He? Gak jadi pulang? Aku mulai kepikiran orang rumah. Iya, ijinku hanya sampai Jum'at, sementara ini sudah telat satu hari.

Sesampainya di GRI, kami mendapat sambutan yang sangat hangat. Sangking hangatnya, kami mengurungkan niat untuk pulang dalam keadaan hujan dan dingin-dinginan. Kami betah.

Aku menyalakan ponsel. 
Banyak sms dan panggilan tak terjawab, dari Ayah.

"Nga, pulang kapan?" Tanyaku ragu.

"Nanti kalo hujannya reda." Jawab Nganga santai.

"Takut penitipan motornya tutup, Nga." Aku beralasan.

"Yaudah nanti Nganga anter sampe rumah."

"Imam juga anter Agit sampe rumah." Imam ikut-ikutan.

Aku kalut.

"Nga, nginep aja disini nga. Pulang besok pagi." Tawarku.

"Yaudah, gue sih bebas. Bilang aja ke bokap, kita juga gak bisa maksain kalo pulang sekarang. Ujannya deres banget." Tutur Nganga. Aku mengiyakan. 

Kami menghabiskan malam di basecamp Green Ranger Indonesia.

"Eh, kita bikin nama kelompok, yuk. Bingung kalo ada yang nanya, rombongan dari mana? Masa jawabannya dari Jakarta sama Bandung." Celetuk salah satu diantara kami.

"Hahaha, JAKBAN!" sahut Nganga.

"Aaaaaahh.. Jeleeek!!!"

"Iyaa, ya. Kayak The Pirates gitu, ada namanya."

"Eks-Semeru Alumni BPStrore Angkatan Pertama?" Celetuk lainnya. Kami tertawa.

"Ulet aja."

"Kok ulet?"

"Iyaaa.. Kayak ulet di teh pucuk. Mottonya : puucuk.. puucuk." Ujar yang lainnya, seraya memeragakan ulet yang di iklan Teh Pucuk.

"Hahahaha.." Kami tertawa lagi.

"Iya, Ulet aja. Walaupun lamban, tujuan kita kan pucuk, puncak."

"Aaaah, yang lamban kan Agit doang!"

"Yaudah sih" -____-

"Iyaaa, ulet juga gak sekedar ulet binatang yang lamban. Ulet dalam arti sebenarnya kan tekun"

"Iyaaa, walaupun lamban, butuh suatu ketekunan dan kerja keras menuju puncak"

"Eh, boleh juga tuh. Jadinya ULET, nih?"

"ULET ADVENTURE TEAM"

"Horeeeeeeee, Kita punya namaaaa"

"Eh, lambangnya gimana?"

"Gambar ulet pake ransel sama megang bendera, terus naik gunung. Hahaha"

Kami tertawa dalam kebersamaan..

Hingga larut malam.

Saling berbagi sleeping bag.

Saling berbagi tolak angin.

Saling memijat yang masuk angin.

Saling berbagi pulsa, untuk mengabarkan orang-orang yang menunggu kepulangan kami di rumah.

Kami memang telat, namun kami pasti pulang.


menuju tengah malam...

"Kak Za kenapa bangun?" Aku terbangun mendengar suara krusak-krusuk.

"Capek boboknya gak bisa miring." Jawabnya. Kemudian A'Nauvel dan Kang Fachri ikut terbangun.

"Kak Za udah mimpi apa aja?" Tanyaku iseng.

"Apa ya? Vaza lupa. Agit udah mimpi kemana?" Tanyanya balik. Aku yang masih merem melek tiba-tiba melotot.

"He? Mimpi kemana? Mimpi Agit ndak jauh-jauh, Kak.. Cuma kesamping.." Jawabku pelan sambil melirik orang disebelahku. Kami semua tertawa.

"Waaaa, Agit moduuuuus." Pekik Kak Za.

"Agit ndak modus, Kak.. Agit tulus.."

Kemudian kami berempat bertukar cerita sambil mengamati gerak-gerik Nganga dan Imam yang tidur berdua dalam satu sleepingbag. Juga Kak Hay dan Bray yang selama tidurnya tendang-tendangan bahkan beradu kentut :|

Sampai akhirnya kami mengantuk dan melanjutkan tidur..

Terkecuali aku,

Aku melanjutkan mimpiku...


:)



***


12 Mei 2013


"Agiiitttt, banguuuuuuuuun!" Teriak Nganga sambil menarik sleepingbag ku.

"Haaaaah?!!!!" Aku bangun dalam keadaan kaget. Nganga benar-benar kampret.

"Hahaha.. tuh kalo cara ngebanguninnya kayak gitu pasti langsung bangun." Ujar Nganga sambil melempar sleepingbagku.

"Agit kok berantakan kerudungnya?" Tanya Imam.

"Iya, gatau ni abis diapain sama Nopel semaleman." Jawabku ngasal, mengingat yang tidur disebelahku semalaman adalah A'Nauvel.

"Hahahaha.. Agit ngigo." Imam tertawa. Aku turun kebawah untuk sekedar cuci muka. Dan merapikan kerudung, tentunya.

Kami lanjut sarapan di sekitar Cibodas.

Aku menelepon orang rumah.

"Hallo, Assalamu'alaikum, Ayah.." Sapaku seketika telefon diangkat.

"Wa'alaikumsalam, Acitaaa.." Jawab suara seorang perempuan.

"Loh, kok bukan ayah?" Tanyaku.

"Iyaaa, aku istri mudanya." Baiklah, Aku kecewa dengan Ayah.

"Ahahaha.. Ciaaah.. Ayah mana?" Tanyaku kemudian. 

"Ayah gamau angkat telfon dari Acita, Ayah ngambek katanya." Tutur kakakku sambil tertawa. Iya, dia kakakku. Bukan Istri muda bapakku.

"Lah, tadi setengah enam ngapain nelfon? Sekarang ditelfon balik gamau ngomong." Tanyaku kemudian.

"Tidak tau, tuh. Eh, Acita sekarang dimana posisinya?" Tanyanya lagi.

"Di Cibodas, Ciah. Lagi sarapan."

"Cita nanti sms yaa, alamat lengkapnya. Kata Ayah nanti baju-baju Cita mau dikirim semua kesana via JNE. Cita tidak usah pulang sekalian. Hahahahaha"

"....."

"Acita? Haluuuu?" 

"Iya, Ciah.. Katakan pada Ayah, jangan ngambek-ngambek. Cita tak bisa pulang dari kemarin. Hujan badai.."

"Cita dipecat jadi anak!" Teriak bapakku dibalik telfon.

"Aaaaaaaa tidaaaaaaaaaak, nanti siapa yang jadi wali kalau Cita menikaaaah?????!!!!"

"Yasudah, Acita.. Ciah mau sarapan dulu. Ibu masak enak hari ini. Cita tak usah pulang agar tak ada yang habiskan makanan. Dadaaah"

Klik

Telfon diputus.

Aku bengong.

Sungguh keluarga yang absurd.

Setelah sarapan, kami kembali ke basecamp dan segera merapikan gear. Pukul sembilan tepat, kami pulang.

Pamitan sama Om Idhat Lubis :)

Dulu, jauh-jauh ke Semeru cuma mau liat ini.
Kami, dan Plakat 'In Memoriam Soe Hok Gie'

















Ini Orang. Bukan Ulet :|
Sama Kak Aryaaa :3


Setelah mencharter dan berdesak-desakkan di dalam angkot, pada pertigaan Cibodas akhirnya kami turun. Kemudian berpisah dengan A'Nauvel dan Kang Fachri, mereka pulang ke Bandung.

Kami saling berjabat tangan dan berpelukan.

*dadah-dadah-sedih*

Setelah menunggu agak lama, bus menuju Jakarta melintas dihadapan kami.

Kami pulang.




Di bus...

Bus menuju Jakarta penuh sesak. Kami berganti-gantian menunggu giliran duduk. Walaupun pada akhirnya akulah yang paling sering duduk. Heu ^^v

"Agit, gue punya cerita.." Ujar Arya.

"Aaaaah, ogaaaaah. Pasti cerita jorok." Jawabku.

"Enggak. Ini lucu." Kemudian ia bercerita. Dan benar saja, banyak adegan ceritanya yang tak lulus sensor untuk dipublish di blog ini. Maaf ya. Biarkan itu menjadi konsumsi pribadi. Wahaha. *Jitak Aryatara Bray*

Ini anak siapa :(


Sesampainya di Terminal Kampung Rambutan...

"Makan dulu, yuk. Laper." Ajak Arya, kami mengikuti langkahnya. Iya, dia yang paling hapal daerah sini. Kampung Rambutan ini sematjam daerah kekoeasaan untuknya.

Aku memesan soto ayam, Bray (Arya), Imam dan Nganga memesan Mie Ayam, Kak Za pesan pecel lele. Kak Hay pesan apa ya? Agit lupa :|

Sumpah, ini candid :|

Selesai makan dan lupa gak bayar makanan, kami akhirnya pulang. Nganga pulang dengan Kak Za, Bray dengan kak Hay dan aku sama Imam. Saling bersalaman dan dadah-dadah sedih.

"Albert dititip dimana?" Tanya Imam.

"Penitipan motor di Tol timur, Mam." Jawabku kalem. Heuheuheu *dikeplak bayu*

"Agit mau diantar sampai Bekasi?" Tawar Imam.

"Emang motor Imam dimana?" 

"Di pasar rebo."

"Gak usah, Mam, Agit naik bis aja."

"Apa Agit mau diantar kerumah kukuh?" 

"...."

"Agit kenapa melotot? Hehehehe.."

"Tadi Kukuh nanya, mau dijemput atau enggak." Aku berjalan sambil menunduk.

"Kenapa gak iyain aja?"

"Malas, ah. Naik motor capek. Enak naik bus, bisa lanjutin tidur."

"Capek naik motornya atau capek sama orangnya?"

"Imaaaaaaaaaaaaam!!!" Aku mencubitnya. Entah sudah berapa kali cubitanku mendarat di bahunya.

"Itu P9BT. Agit duluan ya, Mam." Pamitku seraya sungkem ke Suhu Imam.

Dan akhirnya, kami semua berpisah.

Kemudian kembali lagi pada kenyataan hidup masing-masing.

Setelah meninggalkan peradaban kota yang bising selama empat hari.

Setidaknya itu cukup untuk menyegarkan batin yang jenuh.

Termasuk mengosongkan hati yang sudah penuh...

oleh kenangan tentangmu.


Dan tertanamlah sebuah kata baru dalam benakku,

ULET..

Bukan hanya bicara tentang binatang yang lamban ketika menuju pucuk, 

Namun juga sebuah sifat tekun dan kerja keras dalam mencapai suatu tujuan.

Tujuan?

Apa tujuanku selama ini?

Mari kita bertanya pada pengamen Mayasari Bhakti yang sedang gonjrang-gonjreng di dalam bis.

Atau tanyakan saja pada banci persimpangan UKI yang dengan kecrekannya sibuk ber-icik-icik-ehem menggoda polisi lalulintas berperut buncit.

Entahlah..

Tujuanku saat ini hanyalah pulang dan meyakinkan orang rumah,

Bahwa aku baik-baik saja.





SELESAI
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...