Skip to main content

Transformasi Universitas Negeri Yogyakarta dalam Mengedepankan Teknologi dan Pendidikan

Saya Agita Violy, seorang guru PAUD di sebuah kota kecil yang dikelilingi suara anak-anak, riuh tawa, dan mimpi-mimpi yang masih polos. Di ruang kelas sederhana itu, saya terus belajar. Belajar bukan hanya dari buku, tapi juga dari pertanyaan-pertanyaan lugu yang kadang justru mengajarkan saya tentang hidup.

Suatu malam, setelah menidurkan anak dan menyelesaikan laporan pembelajaran, saya membuka laman Instagram Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Di sana, terpampang kabar tentang diluncurkannya Program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) untuk jenjang Magister dan Doktor. Seketika, hati ini berdegup. Apakah ini artinya saya, dan ribuan guru lain di penjuru Indonesia, bisa menggapai mimpi akademik tanpa meninggalkan ruang kelas kami?


Menengok UNY: Sebuah Perjalanan dari Masa ke Masa

Source: KuliahAja.id

UNY bukan kampus asing di telinga. Namanya melegenda sebagai salah satu kampus pendidikan terbaik di negeri ini. Dahulu dikenal sebagai IKIP Yogyakarta, kini UNY telah bermetamorfosis menjadi universitas unggulan yang mendunia, tanpa kehilangan akarnya sebagai lembaga yang mengabdi untuk pendidikan.

Kampus ini bukan hanya mencetak guru. Ia mencetak pelita. Melahirkan pendidik, peneliti, inovator, dan penggerak yang menyentuh denyut kehidupan masyarakat. 

Selama ini, saya mengira kuliah jarak jauh hanya berlangsung di balik layar. Tapi ternyata, UNY melihat lebih dari sekadar efisiensi digital. Dalam kegiatan yang berlangsung pada 26–28 April 2025 itu, ratusan mahasiswa PJJ dari berbagai daerah datang langsung ke Yogyakarta. Mereka bertemu, berkenalan, berdiskusi, bahkan berjejaring lintas program studi—sebuah momen yang mungkin tak akan mereka rasakan jika hanya kuliah daring.

Rektor UNY, Prof. Dr. Sumaryanto, M.Kes., AIFO, secara langsung menyambut para mahasiswa dan menegaskan pentingnya membangun koneksi akademik yang bermakna, meskipun kuliah dilakukan secara jarak jauh. Dari situ saya sadar, bahwa yang ditawarkan UNY bukan sekadar gelar, tapi juga rasa keterhubungan yang utuh dengan mengajak mahasiswa Campuss Tour dan menyelami sejarah.


PJJ UNY: Menembus Batas, Menyentuh Asa

Ketika membaca lebih dalam tentang Program PJJ S2 dan S3 UNY, saya merasa seperti sedang melihat jembatan—bukan hanya menuju gelar akademik, tapi menuju kemungkinan baru. Program ini memungkinkan siapa pun, dari pelosok mana pun, untuk belajar tanpa harus meninggalkan ladang perjuangannya.

Dengan sistem pembelajaran digital BeSmart, kuliah dilakukan secara sinkron dan asinkron. Ada sesi tatap muka terbatas, bimbingan akademik virtual, hingga forum diskusi yang membuat pembelajaran tetap hidup. Semua itu dikemas dalam semangat inovasi yang manusiawi—karena teknologi di UNY bukan untuk menggantikan manusia, tapi untuk mendekatkannya.

Apa yang membuat UNY berbeda bukan hanya karena ia punya program studi unggulan atau kampus yang megah. Tapi karena semangat Tridarma Perguruan Tinggi benar-benar dihidupkan.

Melalui pendidikan, UNY membekali mahasiswa dengan ilmu yang kontekstual dan relevan. Melalui penelitian, kampus ini melahirkan solusi atas persoalan nyata—dari kurikulum yang ramah anak, hingga teknologi pembelajaran di daerah 3T. Dan melalui pengabdian masyarakat, UNY hadir langsung: memberdayakan UMKM, mendampingi guru daerah, melatih literasi digital, bahkan menyentuh kehidupan warga desa.

UNY tidak berdiri di menara gading. Ia justru menyusuri jalanan kampung, lorong pasar, dan ruang kelas terpencil untuk menyatukan pengetahuan dan kemanusiaan. Seperti yang dilakukannya secara berkesinambungan dengan mendorong pembelajaran Creativepreneur bagi siswa kelas menengah.


Matahari dari Yogyakarta: Menyalakan Indonesia

Sebagai guru di daerah, saya tahu rasanya menjadi pelayan ilmu sekaligus murid kehidupan. Saya tahu rasanya ingin belajar lebih jauh, tapi dibatasi oleh waktu, tempat, dan tanggung jawab. Namun UNY, melalui transformasinya, seolah berkata: Kami di sini. Kami membuka pintu untukmu. Belajarlah, dan bawalah kembali cahayanya untuk sekitarmu.

UNY bukan hanya universitas. Ia adalah simbol dari harapan yang dibumikan. Ia adalah matahari yang terbit dari Yogyakarta—hangat, menyinari, dan tak pilih kasih.

Transformasi Universitas Negeri Yogyakarta bukanlah sekadar perubahan administratif atau digitalisasi semata. Ia adalah gerak yang menghidupkan. Ia adalah upaya untuk menjangkau yang jauh, menyentuh yang tersembunyi, dan menghidupkan yang nyaris padam.

Sebagai guru, saya melihat UNY bukan hanya sebagai tempat belajar. Tapi sebagai rekan seperjalanan, tempat harapan-harapan kecil yang saya miliki ini bisa tumbuh dan berkembang. Karena di balik layar komputer dan ruang virtual itu, UNY sedang menulis sejarah baru pendidikan Indonesia.

Dan saya ingin sekali menjadi bagian dari kisah itu.
Semoga kelak giliran saya berdiri dengan toga garis tiga di sana.





Artikel ini diikutsertakan pada lomba Blog UNY 2025






Comments

Popular posts from this blog

Kebodohan di Situ Gunung

Posisi yang sudah di Bogor usai berbagi inspirasi ke adik-adik Smart Ekselensia tidak membuat saya dan Hanis langsung pulang ke Bekasi begitu saja. Kami lantas melanjutkan perjalanan ke Sukabumi dengan menggunakan Kereta Pangrango yang kebetulan hanya seharga duapuluh lima ribu rupiah. Pemandangan di sepanjang rel yang baru aktif kembali ini menyuguhkan hamparan sawah dan ladang hijau. Arus sungai yang amat deras juga menemani perjalanan yang memakan waktu dua jam ini.

5 Cm Vs Romeo+Rinjani

5 Cm Vs Romeo+Rinjani Ini kok judulnya malah jadi kayak rumus, ya? Hehehe. Jadi gini, beberapa waktu lalu saya menyempatkan diri untuk menonton film karya Fajar Bustomi, judulnya Romeo+Rinjani. Film yang posternya menampilkan pendaki perempuan dengan pakaian minim tersebut sukses menjadi bahan ejekan para pendaki yang berseliweran di dunia maya. Banyak yang bilang, film ini akan menjadi the next 5 cm yang mengakibatkan membludaknya gunung Rinjani setelah film tersebut ditayangkan. Yah, kita lihat saja nanti seberapa besar efek dari film tersebut di dunia pariwisata, khususnya pendakian. Kembali ke film, bukan maksudnya membanding-bandingkan. Tapi kok ya rasanya ada yang ngeganjel kalau film ini nggak di- share ke temen-temen. Berikut pendapat yang saya rasakan ketika menonton dua film tersebut;

Menyusuri Jejak Islam di Kampung Kauman

Kampung Kauman Free Walking Tour Namanya Kauman. Sebuah kampung yang seringkali dilupakan orang-orang ketika menyusuri Malioboro sampai ujung jalan dan kemudian terhipnotis dengan gagahnya pohon beringin di alun-alun serta suasana nyaman di dalam keraton. Kali ini saya lebih mendahulukan untuk bercerita tentang Kampung Kauman daripada sejarah Jogjakarta, keraton, benteng dan lain-lainnya. Sebuah kesempatan yang langka untuk bisa menjelajahi kampung Kauman bersama orang-orang baru lagi. Adalah Edu Hostel Jogjakarta yang memiliki program Walking Tour Kauman tiap hari Jum’at dan Sabtu. Pada hari Jum’at, biasanya Walking Tour ini akan dibawakan dengan Bahasa Inggris. Namun sayangnya, peserta yang berjumlah lebih dari 15 orang pada hari Jum’at itu tak ada satupun yang berasal dari luar negeri sehingga sepakatlah kami untuk menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.