Showing posts with label Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Show all posts
Showing posts with label Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Show all posts

Monday, 2 May 2016

Tahun Ketiga Bekasi Summiter di Bukit Golf Cibodas

Tahun Ketiga Bekasi Summiter di Bukit Golf Cibodas

Bekasi Summiter. Adalah sebuah wadah yang dibentuk untuk menaungi komunitas pendaki gunung dan pegiat alam bebas di Bekasi dan sekitarnya. Wadah ini sengaja dibentuk untuk ajang silaturahmi antar komunitas dengan ngopi-ngopi di Alun-alun Bekasi, membuat berbagai kegiatan bergengsi, dan sebagainya.

Saya sendiri sudah 3 tahun bergabung dengan mereka, dan 9 November 2015 lalu merupakan hari jadi Bekasi Summiter yang ke-3. Iya, bukannya saya malas nulis, Cuma baru sempat saja. Hehehe.

Apabila di Milad Bekasi Summiter yang pertama kami merayakannya di Papandayan, dan Milad kedua dirayakan di Jogjakarta bersamaan dengan Kopdar #InfoGunung, kali ini panitia Milad Bekasi Summiter yang ketiga memilih Bukit Golf Cibodas sebagai tempat perayaan, sekaligus mengenang memori selama tiga generasi. Kami berangkat Jum’at malam dan pulang di Minggu sorenya. Puas sekali, bukan?

Nah, berikut kegiatan yang kami lakukan saat Anniversary Bekasi Summiter di Bukit Golf Cibodas;

Thursday, 20 March 2014

Giraffe Journey 1; Hutan, Air Terjun dan Puncak


Kenapa Giraffe Journey? Iya. Karena perjalanan ini melibatkan Jerapah! Ha!! Gimana caranya jalan-jalan sama Jerapah? Pasti ke kebun binatang? Tidaaak! Pasti ke Taman Safari? Tidak tidaaak!! Pasti jalan-jalan naik jerapah? Tidaaak!! Gendong jerapah? Bisa jadi!!

Abaikan -______-

Jadi gini, beberapa minggu lalu seorang teman mengajak saya untuk jalan-jalan dalam sehari. Istilah kerennya One day trip. Kalau jalan-jalan ke kota ya bisa-bisa aja. Tapi dia maunya jalan-jalan ke gunung. Sementara hampir semua gunung masih tutup. Terus aku kudu piye :(

Dengan pemikiran yang setengah matang, akhirnya saya mengusulkan untuk naik Gunung Gede saja. Karena sebelumnya saya juga pernah mendaki gunung ini dalam sehari (baca disini: Mendadak Gede 2958 mdpl). Dan kembali ke pertanyaan awal, mengapa Giraffe Journey? Karena teman saya yang bernama Asti ini akan mengajak boneka jerapah kesayangannya jalan-jalan! Ha!!


Minggu, 23 Februari 2014

Awalnya kami sepakat untuk naik bus ke kawasan Cibodas via Kampung Rambutan. Namun ternyata ban motor saya bermasalah (wis biyasaaa) sehingga menyebabkan tugas wajib menjemput Asti gagal. Akhirnya kami janjian di Stasiun Manggarai dan memutuskan untuk menaiki Commuter Line sampai Bogor.


Kami tiba di Stasiun Bogor masih pagi, kurang lebih pukul delapan. Kemudian segera naik angkot sampai entah dimana. Yang pastinya kami turun hanya karena butuh ke ATM. Lalu dilanjut dengan menggunakan bus dan minta turun lagi hanya karena satu alasan; mual. Daripada memuntahi penumpang lainnya, jadi lebih baik turun saja. Dan kendaraan yang terakhir membawa kami sampai pertigaan Cibodas adalah angkot yang ada warna pink-nya itu.

Sesampainya di pertigaan Cibodas, kami membeli jajanan dan melanjutkan perjalanan hingga pintu masuk Cibodas. Pak penjaga pintu tersenyum ramah kepada saya dan memberi harga limaribu untuk berdua, padahal seharusnya per-orang dikenakan biaya tigaribu limaratus. Mungkin beliau kenal saya? Iya, dong! Saya kan terkenal! Muahahaha. *pasang kacamata*

Kami memulai pendakian pukul sepuluh pagi, dengan perkiraan waktu pukul dua belas siang sudah sampai di Air Terjun Cibeureum. Harusnya sih bisa kurang dari itu. Tapi, mengingat badan saya yang semakin buntal dan mudah lelah, jadi pasti akan lama sampainya.

Seperti yang sudah kita tahu, jalur Cibodas ini teduh banget dan saya tetap memakai jaket selama trekking. Saya juga jadi teringat Ihsan di sepanjang jalan kenangan. Ihsan? Siapa lagi, Git? (Pada belum tahu Ihsan? Makanya, buruan beli buku "Rumah adalah di Mana Pun"!! Udah ada di Gramedia setempat, kok! *tetep promo*)

Asti galau. Ternyata diam-diam ia juga sedang memikirkan seseorang di sepanjang jalan sialan kenangan. Tapi bedanya, ketika galau, ia bisa berjalan lebih cepat. Sementara saya? Saya jalan sambil nendang-nendang batu :(



Dedek Jerapah Galau
Duo Buntal

Kami lebih banyak gosip-gosip unyu di sepanjang perjalanan. Yah, namanya juga cewek. Sesampainya di air terjun, kami juga tidak berendam atau main air. Kami hanya bengong, makan dan minum. Ini bener-bener jalan paling random buat saya. Cuma dateng, jalan, terus pulang -__-

Tapi ada enaknya juga, sih. Saya bisa jadi sekalian latihan fisik. Jadi besok-besok kalau kangen gunung, mungkin saya akan kesini saja. Terus juga saya baru tahu kalau ternyata ada tiga curug di Cibodas. Buahahaha. Iya, dari dulu tiap naik kesini nggak pernah sempat mampir ke curugnya. Eh, bukan nggak sempat mampir, tapi nggak ada yang ngajak :(



Jerapah Makan Lontong

Jerapah Minum Pocari

"Jerapah memiliki kaki kaki panjang dan dia bisa menjangkau manapun. Saya berniat membawanya kemanapun petualangan kabur saya berjalan. So that I will feel safe, always." - Asti.

Udah? Gitu doang jalan-jalannya?

Beluuuum!!!

Kami segera turun, takut hujan. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Puncak Paralayang. Nah, disitu saya kumat. Ternyata saya lupa penyakit yang ditimbulkan kalau saya keluar rumah tanpa sarapan. Saya mual dan jackpot ~~~\o/

Saat itu Puncak Paralayang berkabut. Jadi kami tak bisa berfoto-foto ria disana. Tapi saya punya stock foto yang lumayan banyak. Saya sudah sering ke Puncak Paralayang ini. Bukan untuk terjun bebas, tapi cuma untuk bengong dan kabur dari rutinitas. Nggak perlu trekking berjam-jam kesini tapi sudah bisa menikmati puncak dan panorama kota. Dulu, biasanya saya kesini malam minggu dan begadang sampai pagi. Cuma ngeliatin citylight sambil nunggu sunrise. Cukup geblek kan saya? :')

Nih, kalo mau tau Puncak Paralayang seperti apa :3


Tahun 2013

Tahun 2012

Tahun 2012

Tahun 2011

Tahun 2011


Akses ke Paralayang ini cukup gampang. Dari Terminal Kampung Rambutan tinggal naik bus sekali, terus sampai di pintu masuknya. Atau mau coba naik Commuter Line kayak saya tadi juga bisa. Bus yang paling keren yaitu Do'a Ibu, setelahnya ada Karunia Bhakti. Terus ada juga bus kecil kayak Marita atau Parung Indah yang bikin saya muntah selama di bus -_-

Totalnya, dari One day trip ini cuma menghabiskan waktu 10 - 12 jam. Saya berangkat pukul lima pagi dan telah tiba di Kampung Rambutan sekitar setengah lima sore. Asik ya :3
Nah, rencananya akan ada kelanjutannya yaitu Giraffe Journey 2!! Edisi One day trip juga! Ditunggu lanjutannya, ya :)

#GiraffeJourney 2 is Out! Check this link >> Kereta, Kuliner dan Keraton.

Friday, 18 October 2013

Mendadak Gede 2958 mdpl

Beberapa kali aku menerima ajakan seperti ini...

"Get, naek gunung yuk.." Ajak Oci, teman kampusku.

"Iya, kapan-kapan ya. Males gue." Jawabku ngasal.

Atau ini...

"Anterin gue ke bukit apa kek, gue pengen ngeliat bintaaang sama langiiiiit." Ajak Tiwi, sepupu sekaligus partner kerjaku.

"Iya, kapan-kapan ya. Males gue." 

Berkali-kali aku ditagih dua orang ini untuk menemani mereka naik gunung. Entah apa yang menjadi alasan utama mereka tiba-tiba terlihat begitu ngebet naik gunung setelah aku turun Rinjani. Awalnya mereka tak mengenal satu sama lain, namun aku sengaja memperkenalkan mereka berdua agar berkoordinasi sendiri untuk rencana naik gunung perdananya. Jika mereka berdua telah siap secara fisik, mental dan kebutuhan lainnya, aku baru mau jalan.

Perjalanan ini terjadi seminggu lalu, ketika tiga perempuan kecil dan labil kebingungan mengisi hari liburnya. Kebetulan mereka jomblo sehingga tak ada pacar yang melarang dalam perjalanan nekat ini (mereka? iya mereka jomblo. aku sih engga.). Kami memilih untuk menjamah Gunung Gede karena gunung inilah yang terdekat dengan kota kami. Kami juga memutuskan untuk naik gunung dalam sehari saja tanpa berkemah. Ayah Riffat lah yang menjadi pacuan kami mengapa berani untuk tektok di gunung ini. Ia dan suhu-suhu lainnya biasa naik pukul sembilan pagi dan sudah turun dan sampai basecamp pukul empat sore. Mereka hanya membutuhkan waktu tujuh jam untuk naik-turun gunung ini.

***

Sabtu, 5 Oktober 2013

Aku meninggalkan Bekasi lebih dahulu. Sebelumnya aku harus ke Taman Menteng untuk technical meeting dengan kawan-kawan Eks-Semeru 2013 yang akan merayakan reunian di Merbabu (tunggu ceritanya, ya!). Sementara Tiwi masih bekerja di kliniknya sampai pukul sembilan malam, dan Oci kebagian tugas untuk menjemput Tiwi.

Mereka akhirnya meninggalkan Bekasi sekitar pukul sepuluh malam. Oci adalah perempuan bertubuh mungil yang bawelnya luar biasa, sementara Tiwi adalah sosok wanita dengan postur tubuh besar dan suaranya yang menggelegar. Mereka berdua bagaikan..... *isi sendiri* Kebayang gak, mereka berdua naik bis sampe Pasar Rebo dan menungguku sampai dua jam? Apa saja ya, yang mereka bicarakan sepanjang jalan?

Aku ngaret. Transjakarta yang begitu langka karena adanya Pasar Malam di Monas membuatku kesulitan untuk menuju Pasar Rebo. Untunglah mereka berdua setia menungguku. Pukul setengah dua belas malam, kami bertemu. Tak lupa untuk saling berpelukan.

Setelah membeli pisang dan sekiranya logistik lengkap, kami memutuskan untuk menaiki Bus Marita tujuan Cianjur. Tarif bus ini duapuluh ribu rupiah. Kami duduk di tangga depan dikarenakan semua kursi telah terisi penuh.

"Te, gue laper..." Keluh Tiwi. Iya, disini aku dipanggil Gete, bukan Agit.

"Yaudah, makanlah. Tadi mbungkus nasi goreng kan dari Bekasi?" Tanyaku pelan, takut mengganggu penumpang lain yang sedang tidur.

"Iya, tapi sendoknya gak adaaa." Ujar Tiwi dengan suaranya yang besar. Penumpang mulai ber-sstttt-ria. Aku mengambilkan sendok dari dalam tasku. Kemudian kami makan sebungkus nasi goreng bertiga dengan lahapnya.

Setelah makan, kami mencoba untuk tidur atau sekedar memejamkan mata. Henfonku mati sehingga tak bisa melakukan apa-apa selain memandangi jalanan. Sebuah jalan yang tak pernah terasa asing. Sebuah jalan yang dulu sering kita lalui bersama dengan roda-duamu. Ah, sudahlah.

Dan sepanjang jalan kenangan, motor-motor Vespa berjejeran.

Yak! Ternyata komunitas Vespa (entah regional Jabodetabek atau Jawa atau Indonesia) sedang melaksanakan sebuah acara di kawasan Cibodas. Supir Bus terlihat kesal karena motor mereka berjalan lamban, bahkan tak jarang tiba-tiba mati di tengah jalan. Kami hanya tertawa melihatnya. Begitu pula dengan Komunitas Motor Gede yang dengan seenak jidatnya salip sana-sini atau memotong jalan. Bagaikan monyet sok gagah yang tak tahu aturan. Cih!

Kami memutuskan untuk beristirahat sebentar di Masjid At-Ta'awuun. Masjid ini merupakan tempatku biasa menghilang dari peradaban sebelum mengenal dunia pergunungan. Iya, aku sudah biasa menghabiskan Sabtu-Mingguku di masjid ini. Jadi tak heran jika mereka ku ajak kesini untuk sekedar membersihkan badan, mengisi perut-perut lapar atau bahkan tidur sebentar. Tapi yang terjadi malah cekikikan sepanjang malam sambil berfoto-foto ria.


Ini Namanya Oci

Ini Tiwi. Iya, kakinya emang gitu. Hahaha :D


Pukul empat pagi, kami melanjutkan perjalanan menuju Cibodas dengan menggunakan bus Doa Ibu yang kebetulan lewat. Kami menyempatkan diri untuk tidur beberapa menit. Sesampainya di pertigaan Cibodas, Pak Kondektur membangunkan kami dan kami bergegas turun.

Kami segera berlarian ke Alfamart untuk melengkapi belanjaan yang kurang. Kemudian memutuskan untuk berjalan kaki sampai basecamp Indonesian Green Ranger. Namun hal itu tak berjalan lama, tiba-tiba dua buah vespa melintas dan berhenti di hadapan kami. Kami ketakutan.

"Mau kemana, mbak? Pagi-pagi gini udah jalan bertiga gelap-gelapan." Tanya salah seorang diantara mereka.

"Ke Cibodas, Bang." Jawabku ramah.

"Ayo, bareng aja. Kita juga mau kesana. Lagi ada event di Cibodas." Sahut yang satunya. Kami bertatap-tatapan bingung. Ragu.

Setelah melakukan perundingan panjang, akhirnya kami menuruti mereka. Tiwi menaiki vespa berukuran dua orang sementara aku dan Oci berboncengan di vespa yang lebih besar. Kami bertukar cerita sepanjang jalan. Ternyata mas-mas ini berasal dari Karawang dan dari kami sampai di bawah tadi, mereka sudah berniatan memberi tumpangan. Ah, memang susah memiliki tampang ketje seperti ini. *kibas jilbab*

Sesampainya di Cibodas, vespa-vespa ramai terparkir di sepanjang jalan dan pasar. Aroma subuh seolah-olah berdamai dengan wangi alkohol dan ganja. Kami turun dan mengucapkan terimakasih kepada mas-mas Karawang ini. Ingin rasanya segera kabur jauh-jauh dari mereka. Namun mereka menahan kami dengan pertanyaan basa-basi lengkap dengan permintaan nomor telefon. Kami bertiga kompak menjawab "Lupa", sehingga mau tak mau aku yang mengorbankan diri untuk memberikan ID Facebookku..

Kami segera mencari warung, melaksanakan shalat Subuh dan membungkus nasi sebagai bekal perjalanan. Setelah berdoa dan semuanya dirasa lengkap, kami memulai perjalanan pukul setengah enam pagi.


Emang sengaja dibikin blur muka orangnya :D

Kami segera melapor ke perizinan dan membeli tiket wisata ke Curug Cibeureum. Iya, kami tak mengaku kepada petugas bahwa kami memiliki niat terselubung untuk mendaki Gunung Gede dalam sehari. Agak was-was sebenarnya. Namun ya sudahlah, toh niat kami tak jahat.

Kami terus melangkah dengan posisi Oci di depan, Tiwi di tengah dan aku di belakang. Oci berjalan cepat sekali dan Tiwi belum bisa menemukan ritme nafas beserta langkahnya, sehingga beberapa kali ia meminta break. Sementara aku, aku menapak tilas jalur Cibodas ini (bisa dibaca >>> disini). Jalur yang ku lalui bersama Imam dan Nauvael karena suntuknya pikiran dan jengahnya perasaan. Jalur yang kusebut dengan jalur curhat dan galau sepanjang jalan. Jalur yang meyakinkanku bahwa setelah turun dari sini, aku bisa menjalani hari-hariku tanpanya --- tanpa ia, yang setahun terakhir bersamaku.

Kami berjalan cukup cepat, hanya setengah jam waktu yang kami butuhkan untuk sampai ke Telaga Biru. Aku segera sarapan sementara Tiwi dan Oci sibuk berfoto-foto. Setelah kriuk-kriuk di perut mulai hilang, kami melanjutkan perjalanan.

Lovieisme \m/

Kami tak banyak bercengkrama, hanya berbicara sekedarnya sambil bersenandung ria. Ku lihat muka stress terpancar dari wajah Tiwi, nampaknya ia telah merasakan penyesalan di awal. Iya, siapa bilang penyesalan selalu datang belakangan? Nyesel naik gunung itu datangnya di awal, tau! Puasnya belakangan :)

Di Pos Pencayangan, kami tak beristirahat. Saat itu pukul tujuh dan kami harus tiba di Kandang Badak sebelum Dzuhur. Kami terus berjalan sampai Pos Air Panas. Tiwi mulai ngebut dan aku masih terseok-seok di belakang. Payah -_-

Sesampainya di Kandang Batu, kami membuka nasi bungkus dan tidur sebentar. Lama kelamaan badan kami terasa dingin. Kami terus berjalan dan sebentar-sebentar beristirahat. Badan kami sudah terasa lemas dengan kantuk yang luar biasa karena tak tidur semalaman. Kami baru tiba di Kandang Badak pukul sebelas siang.

Setelah membuka termos berisi nata de coco plus floridina yang terasa dingin di tenggorokan, semangat kami kembali membuncah. Target kami sampai Tanjakan Setan tepat pukul dua belas siang. Namun rencana hanyalah rencana. Kami drop.

Kaki-kaki kami sudah mulai gemetaran. Nafas kami mulai terasa pendek. Beban di punggung kami seolah-olah bertambah dua kali lipat. Dan Tanjakan Setan tak juga terlihat. Berkali-kali kami disapa pendaki lain yang melintas dan meyakinkan kami bahwa puncak sudah dekat. Sampai pukul dua belas siang, kami tak juga sampai.

Kami kelelahan.

"Gue gak kuat, Te.. Ini udah jam berapa.. Kayaknya gak sanggup deh." Ujar Tiwi hopeless.

"Gimana, Ci?" Tanyaku pada Oci. Jujur, aku pun sudah pasrah dan ingin segera turun.

"Tanggung, Get.." Jawab Oci memelas. Kami semua diam menunduk.

"Gue takut kemaleman turunnya. Gelap di jalur." Ujar Tiwi lagi.

"Apalagi kita cuma bertiga.." Sambungku lemah.

"Gue juga udah lemes, Get. Tapi tanggung..." Tegas Oci.

"Lo naek deh, Ci.. Gue disini aja. Capek banget gue. Huaaaaa..." Mataku mulai berkaca-kaca. Begitu pula Tiwi. Sementara Oci terlihat pasrah.

"Yaudah deh, kita turun.." Ujar Oci tiba-tiba. Kami berpandang-pandangan sedih. Kami diam cukup lama.



hening



"Gue gak rela kalo kita nangis disini!! Udah ya, mendingan kita nangis diatas aja!!" Ujarku emosi. Sudah jauh-jauh kesini tapi nggak muncak itu rasanya percuma!

"Tiwi di depan, Oci tengah, gue belakang. Ci, lo pelan-pelan, sambil ngobrol aja sama Tiwi. Ikutin langkahnya. Gue mau jalan galau aja. Hahaha" Kami berangkulan dan melanjutkan perjalanan. Pukul satu kurang sekian, akhirnya kami tiba di Tanjakan Setan.

Trek Tanjakan Setan ini persis seperti bebatuan di Senaru. Bedanya, disini disediakan tali untuk rock climbing. Oci yang memanjat paling pertama, kemudian disusul aku dan yang terakhir Tiwi. Jam tangan Tiwi jatuh di Tanjakan ini. Sabar ya, nduk, nanti minta dibeliin yang baru sama si Mas ya :)

Ciyeee, yang habis ngelewatin Tanjakan Setan :)

"Get, kita gila nggak sih, Get... Ke Gede tektok gini?" Tanya Oci tiba-tiba.

"Emang kenapa, Ci?" Tanyaku bingung.

"Iya, temen gue bilang gini, 'lu gila ya ci, gunung gede tektok. yang ada mati lu ntar' Gitu Get!" aku tertawa kecil.

"Iya, temen gue juga bilang gitu Te. Katanya kalo ke Gede harus nge-camp. Gak bisa tektok." Sambung Tiwi. Iya, Oci memanggilku Get, sementara Tiwi memanggilku Te.

"Kata siapaaaa?" Ujarku bijak. Mereka menggidikkan bahu.

"Ayah Riffat yang urutan ke-sembilan Mount Rinjani Ultra aja yakin kita bisa. Temen lo itu siapaa? Bisa apa diaa? Mereka bilang mustahil karena mereka gak pernah nyoba." Sambungku perlahan.

"Kata temen lo apa, ci? Kalo tektok Gede nanti lo mati?" Tanyaku pada Oci. Oci hanya mengangguk.

"Nah, nanti sampe puncak, lo bikin tulisan gede-gede kalo lo masih idup. Oke?"

"Hahahaha..." Kami saling tertawa.

Tiba-tiba muncul tiga orang mas-mas dari Bekasi juga. Kami terus mengikuti mereka. Mereka pun sabar menunggu jalan kami yang mulai melamban dan tertatih-tatih. Jarum jam telah melewati angka satu dan lagi-lagi kami merasa hopeless. Ya memang selalu seperti itu perjalanan ke puncak, selalu bikin down.

"Ayo, mbak. Dikit lagi!! Ini batas vegetasinya udah mau abis nih!!" Ujar salah satu di antara mereka terus menyemangati kami. Kami pun heran mengapa mereka begitu baiknya menunggu kami, padahal berkenalan pun belum.

Kami berjalan terseret-seret..

Dengan mata berkaca-kaca..

Dan lutut yang semakin lemas..

Kami berpelukan...

Di ketinggian....



Makasih ya, Tim Floridina!!

Iya, kami menamakan tim kami ini Floridina. Tau Floridina, gak? Itu loh, minuman bulir jeruk yang jadi saingannya Pulpy Orange. Aku sengaja membawa oplosan Floridina, madu dan nata de coco yang hanya boleh dibuka jika telah sampai di puncak. Dan akhirnya kami pesta Floridina di puncak! Tak lupa melahap telur dan roti sebagai makan siang. Nyam :D

"Gete, lo gak bikin tulisan buat Mas Apik?" Ujar Tiwi tiba-tiba. Aku memutar bola mata dan menggeleng mantap disertai senyum penuh makna. Tiwi menatapku bingung.

"Kenapa?" Ujarnya kepo.

"Nggak papa." Sahutku singkat. Iya, jika diingat-ingat, sepertinya aku hanya membuat tulisan di Rinjani saja, di gunung lainnya belum pernah. Itupun tulisanku di khususkan untuk keluarga. Bukan untuk pacar dan lain-lainnya. Lagipula aku lebih senang foto dengan boneka daripada secarik kertas. Ah, sudahlah :)

"Yaudah, bikinin gue tulisan dong." Ujar Tiwi seraya menyodorkan kertas dan spidol.

"Buat?" 

"Buat Rindi yang ulang tahun, sama buat si Mas yang lagi di Timur." Ujar Tiwi malu-malu. Aku menjalankan perintahnya sementara Oci sibuk sendiri.


2958 woooy, bukan 2985!!!


You're Rock Ci!!! \m/


Anggap saja ini Medina Kamil versi Syariah ;)

Sabar ya, bentar lagi ganti :')

Lovieisme lagi \m/

Setelah puas makan dan jeprat-jepret, akhirnya kami turun. Ketiga mas-mas asal Bekasi juga ikut turun. Setelah mengobrol panjang lebar ternyata masing-masing dari mereka bernama Eko, Eka dan Tile. Mas Eko sama sepertiku, yang meracuni teman-temannya untuk tektok gede. Sementara Mas Eka dan Tile sama seperti Oci dan Tiwi yang hanya ikut-ikut saja.

Sepanjang jalur turun, aku berlari. Butuh waktu kurang dari satu jam yang kuhabiskan dari puncak sampai Kandang Badak, sementara saat naik tadi kami sampai tiga jam. Aku sampai lebih dulu di Kandang Badak dan memutuskan tidur cukup lama. Di jalur turun tadi Tiwi sempat jatuh, nampaknya kakinya mulai cidera---sebut saja kecetit.


without me :'(

Aku tak tau kapan mereka sampai di Kandang Badak. Waktu telah menunjukkan setengah lima sore ketika kubuka mata. Aku tertidur dengan bersandar di sebuah pohon. Menurut informasi mas-mas yang kami ikuti, Tiwi dan Oci sedang mengambil air dan buang air. Bukan sambil menyelam minum air, ya. Bukan itu!

Kami melanjutkan perjalanan turun yang sudah pasti nantinya akan melalui night trekking. Bodohnya, aku lupa tak mengingatkan Tiwi agar membawa senter, sementara Oci hanya menerangi dirinya dengan lampu powerbank. Dan aku, aku lupa membawa batere cadangan untuk headlampku sehingga nyala lampunya terlihat redup.  Untung ada mas-mas ini. Jadi sepanjang jalan turun pun kami mengikuti mereka.

Kami terus berjalan tanpa henti
Menembus kegelapan yang merasuki
Angin hutan tak lelah berbisik
Begitu pun suara jangkrik
Membangunkan bulu-bulu yang bergidik

Kunang-kunang menari-nari
Berkelap-kelip menerangi
Apakah benar hewan kecil nan indah ini
Terbuat dari kuku orang mati?

Mari segera pulang
Hutan tak lagi milik orang


Agita Violy - Ketakutan
Jalur Cibodas, 6 Oktober 2013

Kami tiba di Pos Pencayangan pukul tujuh malam. Tiwi bercerita bahwa ketika melintasi air panas tadi, dirinya hampir terpeleset karena licin. Untunglah ada mas-mas yang siap sedia menolongnya. Dan untung juga, ia memiliki kaki panjang sehingga kemungkinan ia terjatuh lebih rendah dibanding aku ataupun Oci yang kakinya lebih pendek. Oke, Abaikan.

Di pos Pencayangan ini, banyak pendaki yang beristirahat dan ngeriung. Kalo kata orang Jawa mah, njagong atau cangkruk. Aku tak kuasa menahan kantuk. Dengan beralaskan tas ransel avtech milik mas-mas, aku tertidur sambil ngiler. Maaf ya, mas. Aku khilaf ._. Oci dan Tiwi pun ikut tertidur sementara mas-mas sibuk ngopi dan merokok dengan pendaki lainnya.

Lama kelamaan badan kami semakin dingin. Akhirnya kami terus turun dan tiba di basecamp kurang dari jam delapan. Aku segera menyalakan henfon dan mengabari orang rumah bahwa aku pulang telat. Tak lupa juga memberi tau si Mas bahwa kami turun dengan selamat. Kami segera mengisi perut dan membeli minuman hangat. Kemudian bertukar cerita tentang pendakian.

Bogor gerimis. Mas-mas mengantar kami sampai pertigaan Cibodas. Kebetulan saat itu tersedia dua motor. Jadilah satu motor untuk mereka bertiga dan satunya lagi dipakai kami dengan Tiwi sebagai tukang ojeknya. Tak cukup lama kami menunggu bus menuju Jakarta. Setelah bertukar kontak, kami pulang.

Dan tak ada yang lebih menyenangkan, dari pengalaman dan teman-teman baru yang begitu beragam. Buatlah anak cucu kita bangga, bahwa ibu atau neneknya dulu adalah seorang pejalan yang tangguh. Salam pejalan...




Sekian :)

Sunday, 26 May 2013

[Pangrango] Filosofi Ulet

Cerita sebelumnya klik disini :)

Tak terasa, waktu telah menunjukkan pukul tiga sore. Dan kami, mau tak mau harus segera turun. The Pirates telah turun duluan. Setelah beres-beres gear, akhirnya kami menyusul turun. Tak lupa mengenakan jas hujan atau ponco. Imam ini benar-benar Kamen Rider. Dia gak bawa jas hujan. Bisa kau bayangkan bagaimana tubuh kurusnya melawan hujan?

Jelas saja, Imam kalah :D
Aku telah mengenakan jaket A'Nauvel yang katanya anti air sehingga ku hibahkan jas hujanku untuk Imam. Namun baru beberapa langkah setelah meninggalkan Mandalawangi, aku merasa kedinginan. Entah jaketnya yang tembus atau bajuku yang sudah basah. Akhirnya di shelter puncak, aku bertukar jaket A' Nauvel yang ku kenakan dengan jas hujan milikku yang dipakai Imam. Kebetulan saat itu aku memakai dua lapis baju. Lengan panjang hitam dengan luaran T-Shirt putih Rinjani,oleh-oleh dari yang namanya tak boleh disebut.

"Mending dilepas aja baju luarnya, Git. Kayaknya udah basah deh itu, daripada lu dingin." Kata Nganga. Serentak semua makhluk adam yang ada disana berbalik badan. Membiarkan aku melepas baju di belakang mereka. Dan aku segera mengenakan jas hujan. Beres.

Kami melanjutkan perjalanan.

Awalnya aku paling depan, namun seperti biasa, di overlap oleh Kak Za, Kang Fachri dan temannya, kemudian dibalap lagi oleh Nganga dan Kak Hay. Dan yang paling belakang tinggal aku, A'Nauvel, teman Kang Fachri yang satunya lagi, juga Imam. Kali ini Kamen Rider Imam kebagian tugas sebagai sweeper - tukang sapu, bersih-bersih.

Hujan semakin deras.

Banyak pohon tumbang.

Kejar-kejaran dengan kabut.

Pangrango badai?

Kami jalan ngebut, tapi lima orang didepan kami tiba-tiba sudah luput dari pandangan. 

Kami terpisah? Atau salah jalur?

Beberapa kali kami merasa jalanan agak melipir, dan beberapa kali tak menemukan pita, padahal saat summit tadi, pita (penunjuk arah) sangatlah jelas.

Jalanan becek, kuku kakiku copot lagi. Salah memang mengenakan sandal. Habis mau bagaimana, sepatuku sudah basah >_<

Aku mengamati tanah yang kupijak, daritadi tak ada sampah manusia. Biasanya sekedar bungkus permen atau coki-coki ada di sepanjang jalur. Adakah manusia yang lewat jalur ini?

Sampai akhirnya kami menemukan tanda pita, namun jalan bercabang dua.

"Lewat mana, Mam?" Tanyaku pada Imam yang paling dituakan disini.

"Tadi kita berangkatnya lewat yang lurus, kalo belok kiri kita motong." Jawab Imam mantap.

"Kok Imam ingat?" Aku ragu.

"Iya, Imam ingat kok. Tadi kan kita lewat sini."

"Agit lupa, Mam."

Kami semua terdiam...

A'Nauvel jalan duluan, lewat jalur kiri yang kata Imam, 'motong'.

Akhirnya kami melewati jalur air, melangkahi pohon tumbang atau menunduk bahkan merangkak. Begitu terus berulang-ulang dengan kaki yang menerjang becek serta tubuh yang melawan hujan. Hari semakin gelap, sementara yang bawa headlamp hanya A' Nauvel. Iya, headlamp milikku terbawa ditasnya Kang Fachri. Pasrahlah sudah...

"Bentar lagi jam lima.. Kita udah dua jam jalan kok ga nyampe-nyampe ya? Harusnya kalo turun mah kan lebih cepet." Keluh A'Nauvel, pelan.

Kami hanya diam di sepanjang perjalanan turun.

Sampai akhirnya menemukan pita lagi dan tak lama kami melihat sosok tugu penunjuk jalan yang membedakan arah ke Gunung Gede dengan Pangrango.

Syukurlah..

Tak lama, kami tiba di Camp Kandang Badak dan segera berganti pakaian di tenda masing-masing.

"Agiiiiiiiiiiit, kalo udah selesai ganti baju, sini makan duluuuuuuuuuu..." Ah, seperti biasa, alarm makan berbunyi. Bahkan bunyinya berkali-kali dan dengan suara yang berbeda.

"Dingiiiiiiiiiiin.. Agit ngantuuuuuuk.." Jawabku setengah berteriak.

"Makan duluuuu.." Aku terenyuh, sebuah perhatian kecil yang begitu mengharukan :')

"Iya nantiiiiiii.. Hujaaaan. Agit malas keluar, tenda kalian jauh.." Jawabku ngeyel.

"Ini gua jemput git.." Tiba-tiba Nganga sudah berdiri didepan tendaku, lengkap dengan payung. Mau tak mau aku mengikutinya ke tenda tempat teman-teman telah berkumpul. Aku semakin haru.

Didalam tenda, mereka telah membuat lingkaran tak sempurna, dengan bagian tengahnya sebuah kompor gas hi-cook. Saling merapatkan jarak seraya menghangatkan tangan diatas kompor. Ah, so sweet ya :')

Kemudian kami makan makanan seadanya. Aku lupa apa saja menunya. Ikan asin dan telur bakso? Kemudian mie rebus? Entahlah.. Yang ku ingat hanya satu, kami saling bergantian meminum-minuman hangat..

Sampai saat kami membuka obrolan serius..
Mengingat-ingat kejadian lucu, bodoh, haru, dan apapun yang begitu mengesankan saat pertama kali kami berekenalan di Semeru..

Mengenang Semeru..

Kami rindu Semeru, seperti kami saling merindukan masing-masing diantara kami sendiri.
Kami cinta Semeru, seperti kami saling mencintai teman-teman kami yang ada di tenda ini.
Kami saling menyayangi, satu sama lain...
Dari berbagai daerah dan kota,
Jauh lebih dalam dari sekedar persahabatan di 5 cm.
Kami memang baru kenal, namun apalah arti sebuah perkenalan singkat?
Semeru yang memperkenalkan kami..
Semeru yang menyatukan kami..

Dan aku bangga punya teman seperti kalian..

Kami berpelukan,
dalam sebuah lingkaran tak sempurna..

Layaknya hidup,
Tak ada manusia yang sempurna,
Namun bisa saling menyempurnakan satu sama lain..
Saling mengisi..
Saling memberi...
Berbagi arti...


***


11 Mei 2013

Imam bangun paling pertama, mungkin ia tak nyenyak tidur di dalam sebuah tenda kapasitas empat orang yang diisi enam orang. Atau mungkin Imam mimpi buruk? Dikejar-kejar monster dan ia merasa gagal menjadi Kamen Rider. Entahlah.. Kemudian menyiapkan minuman hangat dan sarapan untuk kami. Awalnya kami akan melanjutkan perjalanan ke Puncak Gunung Gede dan Surya Kencana. Akan tetapi, karena pakaian yang sudah basah semua, akhirnya menyurutkan niat kami.

Namun tidak untuk Kak Vaza dan Kang Fachri, mereka berdua sempat jalan-jalan ke Tanjakan Setan dan berfoto-foto ria di jalurnya :|

Hari semakin siang, dan aku mau cerita hal yang paling kutunggu-tunggu.

"Agit, boker pup yuk. Gue dapet pinjeman cangkul dari The Pirates. Tadi gue abis main kesana. Si mamah masakannya enak-enak dah. Sekarang mules gue." Kata Nganga. Aku antusias dan segera mengambil sarung.

"Ayuk." Jawabku sambil mengikuti langkah Nganga dan masuk kedalam hutan.

"Nga, gue dibalik pohon itu, Nga." Kataku seraya menunjuk sebuah pohon besar. Ia menggali tanah cukup dalam.

"Udah cukup belum? Gue disana ya, kayaknya spotnya enak disana." Ujar Nganga.

"Udah, cukup. Eh, disana mah lu bisa ngeliat gue dong?" Aku ragu.

"Kagak. Udah, selow. Tutupin aja pakek sarung. Lu tungguin gue kalo udah kelar." Ujar Nganga lagi.

!@#$%^&*()!@#$$%%^^&^&

"Nganga, udah beluuuum?" Teriakku.

"Bentar lagi, Git."

!@@#$$#$^^&*XVT#@GF^%

"Agiiiit, udah beluuum?" Teriak Nganga.

"Udaaaah.."

Nganga keluar dari tempat persembunyiannya. Kami berjalan beriringan keluar hutan.

"Lu banyak ga, Nga?" Tanyaku, iseng.

"Biasa aja, dikit." Jawabnya enteng.

"Kok gue banyak banget ya, Nga? Hahahahaha" Aku jujur sambil tertawa.

"Agit oyooooooooy!!" Teriak Nganga sambil menjitakku.

Setelah packing dan beres-beres gear, berpamitan dengan The Pirates dan Bang Shiwo (teman dari Bekasi Summiter yang tak sengaja ketemu karena dia melihatku kesandung pasak tendanya :( ) akhirnya kami berdoa bersama dan turun.

Eh enggak, ding. Foto-foto duyu :3


 


Perjalanan turun terasa santai, tak dikejar-kejar kabut seperti biasanya. Namun kami malah berlari-lari di sepanjang trek menurun. Imam berlari karena merasa bebannya berat, Kak Za berlari karena kebelet pipis, Kang Fachri berlari karena mengejar Kak Za, Nganga juga berlari mengejar Imam, Kak Hay dan Bray tak berlari, hanya jalan cepat. A' Nauvel berlari dari kenyataan. Dan aku? Aku berlari-lari di hati dan pikiranmu.

Kurang satu orang























Ini Orang. Bukan Pohon Pisang :|
Sedikit keceriaan di shelter air panas :)
Jama'ah Al-ULET-iyyah

Dan akhirnya aku tiba di pos perizinan pendakian pukul tiga sore, entah yang lainnya tiba disana pukul berapa. Seperti biasa, aku jalan paling belakang. Bukan karena aku berjalan lamban, bukan. Aku hanya tak bisa berjalan lebih cepat. Itu namanya juga lamban, Git --___--

Sesampainya di pos, hujan turun, lebat.

Kami makan gorengan dan ngopi-ngopi sebentar, baru kemudian melanjutkan perjalanan.

Yeeeeeeeeaaaayy.. Pulaaaaaaaaaang!!

"Kita mampir sebentar ke Green Ranger Indonesia, yuk?" Ajak Nganga.

"Hayuk." Jawab yang lainnya.

He? Gak jadi pulang? Aku mulai kepikiran orang rumah. Iya, ijinku hanya sampai Jum'at, sementara ini sudah telat satu hari.

Sesampainya di GRI, kami mendapat sambutan yang sangat hangat. Sangking hangatnya, kami mengurungkan niat untuk pulang dalam keadaan hujan dan dingin-dinginan. Kami betah.

Aku menyalakan ponsel. 
Banyak sms dan panggilan tak terjawab, dari Ayah.

"Nga, pulang kapan?" Tanyaku ragu.

"Nanti kalo hujannya reda." Jawab Nganga santai.

"Takut penitipan motornya tutup, Nga." Aku beralasan.

"Yaudah nanti Nganga anter sampe rumah."

"Imam juga anter Agit sampe rumah." Imam ikut-ikutan.

Aku kalut.

"Nga, nginep aja disini nga. Pulang besok pagi." Tawarku.

"Yaudah, gue sih bebas. Bilang aja ke bokap, kita juga gak bisa maksain kalo pulang sekarang. Ujannya deres banget." Tutur Nganga. Aku mengiyakan. 

Kami menghabiskan malam di basecamp Green Ranger Indonesia.

"Eh, kita bikin nama kelompok, yuk. Bingung kalo ada yang nanya, rombongan dari mana? Masa jawabannya dari Jakarta sama Bandung." Celetuk salah satu diantara kami.

"Hahaha, JAKBAN!" sahut Nganga.

"Aaaaaahh.. Jeleeek!!!"

"Iyaa, ya. Kayak The Pirates gitu, ada namanya."

"Eks-Semeru Alumni BPStrore Angkatan Pertama?" Celetuk lainnya. Kami tertawa.

"Ulet aja."

"Kok ulet?"

"Iyaaa.. Kayak ulet di teh pucuk. Mottonya : puucuk.. puucuk." Ujar yang lainnya, seraya memeragakan ulet yang di iklan Teh Pucuk.

"Hahahaha.." Kami tertawa lagi.

"Iya, Ulet aja. Walaupun lamban, tujuan kita kan pucuk, puncak."

"Aaaah, yang lamban kan Agit doang!"

"Yaudah sih" -____-

"Iyaaa, ulet juga gak sekedar ulet binatang yang lamban. Ulet dalam arti sebenarnya kan tekun"

"Iyaaa, walaupun lamban, butuh suatu ketekunan dan kerja keras menuju puncak"

"Eh, boleh juga tuh. Jadinya ULET, nih?"

"ULET ADVENTURE TEAM"

"Horeeeeeeee, Kita punya namaaaa"

"Eh, lambangnya gimana?"

"Gambar ulet pake ransel sama megang bendera, terus naik gunung. Hahaha"

Kami tertawa dalam kebersamaan..

Hingga larut malam.

Saling berbagi sleeping bag.

Saling berbagi tolak angin.

Saling memijat yang masuk angin.

Saling berbagi pulsa, untuk mengabarkan orang-orang yang menunggu kepulangan kami di rumah.

Kami memang telat, namun kami pasti pulang.


menuju tengah malam...

"Kak Za kenapa bangun?" Aku terbangun mendengar suara krusak-krusuk.

"Capek boboknya gak bisa miring." Jawabnya. Kemudian A'Nauvel dan Kang Fachri ikut terbangun.

"Kak Za udah mimpi apa aja?" Tanyaku iseng.

"Apa ya? Vaza lupa. Agit udah mimpi kemana?" Tanyanya balik. Aku yang masih merem melek tiba-tiba melotot.

"He? Mimpi kemana? Mimpi Agit ndak jauh-jauh, Kak.. Cuma kesamping.." Jawabku pelan sambil melirik orang disebelahku. Kami semua tertawa.

"Waaaa, Agit moduuuuus." Pekik Kak Za.

"Agit ndak modus, Kak.. Agit tulus.."

Kemudian kami berempat bertukar cerita sambil mengamati gerak-gerik Nganga dan Imam yang tidur berdua dalam satu sleepingbag. Juga Kak Hay dan Bray yang selama tidurnya tendang-tendangan bahkan beradu kentut :|

Sampai akhirnya kami mengantuk dan melanjutkan tidur..

Terkecuali aku,

Aku melanjutkan mimpiku...


:)



***


12 Mei 2013


"Agiiitttt, banguuuuuuuuun!" Teriak Nganga sambil menarik sleepingbag ku.

"Haaaaah?!!!!" Aku bangun dalam keadaan kaget. Nganga benar-benar kampret.

"Hahaha.. tuh kalo cara ngebanguninnya kayak gitu pasti langsung bangun." Ujar Nganga sambil melempar sleepingbagku.

"Agit kok berantakan kerudungnya?" Tanya Imam.

"Iya, gatau ni abis diapain sama Nopel semaleman." Jawabku ngasal, mengingat yang tidur disebelahku semalaman adalah A'Nauvel.

"Hahahaha.. Agit ngigo." Imam tertawa. Aku turun kebawah untuk sekedar cuci muka. Dan merapikan kerudung, tentunya.

Kami lanjut sarapan di sekitar Cibodas.

Aku menelepon orang rumah.

"Hallo, Assalamu'alaikum, Ayah.." Sapaku seketika telefon diangkat.

"Wa'alaikumsalam, Acitaaa.." Jawab suara seorang perempuan.

"Loh, kok bukan ayah?" Tanyaku.

"Iyaaa, aku istri mudanya." Baiklah, Aku kecewa dengan Ayah.

"Ahahaha.. Ciaaah.. Ayah mana?" Tanyaku kemudian. 

"Ayah gamau angkat telfon dari Acita, Ayah ngambek katanya." Tutur kakakku sambil tertawa. Iya, dia kakakku. Bukan Istri muda bapakku.

"Lah, tadi setengah enam ngapain nelfon? Sekarang ditelfon balik gamau ngomong." Tanyaku kemudian.

"Tidak tau, tuh. Eh, Acita sekarang dimana posisinya?" Tanyanya lagi.

"Di Cibodas, Ciah. Lagi sarapan."

"Cita nanti sms yaa, alamat lengkapnya. Kata Ayah nanti baju-baju Cita mau dikirim semua kesana via JNE. Cita tidak usah pulang sekalian. Hahahahaha"

"....."

"Acita? Haluuuu?" 

"Iya, Ciah.. Katakan pada Ayah, jangan ngambek-ngambek. Cita tak bisa pulang dari kemarin. Hujan badai.."

"Cita dipecat jadi anak!" Teriak bapakku dibalik telfon.

"Aaaaaaaa tidaaaaaaaaaak, nanti siapa yang jadi wali kalau Cita menikaaaah?????!!!!"

"Yasudah, Acita.. Ciah mau sarapan dulu. Ibu masak enak hari ini. Cita tak usah pulang agar tak ada yang habiskan makanan. Dadaaah"

Klik

Telfon diputus.

Aku bengong.

Sungguh keluarga yang absurd.

Setelah sarapan, kami kembali ke basecamp dan segera merapikan gear. Pukul sembilan tepat, kami pulang.

Pamitan sama Om Idhat Lubis :)

Dulu, jauh-jauh ke Semeru cuma mau liat ini.
Kami, dan Plakat 'In Memoriam Soe Hok Gie'

















Ini Orang. Bukan Ulet :|
Sama Kak Aryaaa :3


Setelah mencharter dan berdesak-desakkan di dalam angkot, pada pertigaan Cibodas akhirnya kami turun. Kemudian berpisah dengan A'Nauvel dan Kang Fachri, mereka pulang ke Bandung.

Kami saling berjabat tangan dan berpelukan.

*dadah-dadah-sedih*

Setelah menunggu agak lama, bus menuju Jakarta melintas dihadapan kami.

Kami pulang.




Di bus...

Bus menuju Jakarta penuh sesak. Kami berganti-gantian menunggu giliran duduk. Walaupun pada akhirnya akulah yang paling sering duduk. Heu ^^v

"Agit, gue punya cerita.." Ujar Arya.

"Aaaaah, ogaaaaah. Pasti cerita jorok." Jawabku.

"Enggak. Ini lucu." Kemudian ia bercerita. Dan benar saja, banyak adegan ceritanya yang tak lulus sensor untuk dipublish di blog ini. Maaf ya. Biarkan itu menjadi konsumsi pribadi. Wahaha. *Jitak Aryatara Bray*

Ini anak siapa :(


Sesampainya di Terminal Kampung Rambutan...

"Makan dulu, yuk. Laper." Ajak Arya, kami mengikuti langkahnya. Iya, dia yang paling hapal daerah sini. Kampung Rambutan ini sematjam daerah kekoeasaan untuknya.

Aku memesan soto ayam, Bray (Arya), Imam dan Nganga memesan Mie Ayam, Kak Za pesan pecel lele. Kak Hay pesan apa ya? Agit lupa :|

Sumpah, ini candid :|

Selesai makan dan lupa gak bayar makanan, kami akhirnya pulang. Nganga pulang dengan Kak Za, Bray dengan kak Hay dan aku sama Imam. Saling bersalaman dan dadah-dadah sedih.

"Albert dititip dimana?" Tanya Imam.

"Penitipan motor di Tol timur, Mam." Jawabku kalem. Heuheuheu *dikeplak bayu*

"Agit mau diantar sampai Bekasi?" Tawar Imam.

"Emang motor Imam dimana?" 

"Di pasar rebo."

"Gak usah, Mam, Agit naik bis aja."

"Apa Agit mau diantar kerumah kukuh?" 

"...."

"Agit kenapa melotot? Hehehehe.."

"Tadi Kukuh nanya, mau dijemput atau enggak." Aku berjalan sambil menunduk.

"Kenapa gak iyain aja?"

"Malas, ah. Naik motor capek. Enak naik bus, bisa lanjutin tidur."

"Capek naik motornya atau capek sama orangnya?"

"Imaaaaaaaaaaaaam!!!" Aku mencubitnya. Entah sudah berapa kali cubitanku mendarat di bahunya.

"Itu P9BT. Agit duluan ya, Mam." Pamitku seraya sungkem ke Suhu Imam.

Dan akhirnya, kami semua berpisah.

Kemudian kembali lagi pada kenyataan hidup masing-masing.

Setelah meninggalkan peradaban kota yang bising selama empat hari.

Setidaknya itu cukup untuk menyegarkan batin yang jenuh.

Termasuk mengosongkan hati yang sudah penuh...

oleh kenangan tentangmu.


Dan tertanamlah sebuah kata baru dalam benakku,

ULET..

Bukan hanya bicara tentang binatang yang lamban ketika menuju pucuk, 

Namun juga sebuah sifat tekun dan kerja keras dalam mencapai suatu tujuan.

Tujuan?

Apa tujuanku selama ini?

Mari kita bertanya pada pengamen Mayasari Bhakti yang sedang gonjrang-gonjreng di dalam bis.

Atau tanyakan saja pada banci persimpangan UKI yang dengan kecrekannya sibuk ber-icik-icik-ehem menggoda polisi lalulintas berperut buncit.

Entahlah..

Tujuanku saat ini hanyalah pulang dan meyakinkan orang rumah,

Bahwa aku baik-baik saja.





SELESAI

Thursday, 23 May 2013

[Pangrango] Kabut Cinta Mandalawangi

Cerita sebelumnya klik disini :)

Kami memulai perjalanan menuju puncak Pangrango pukul sebelas siang. Bray memutuskan untuk stay di tenda. Jadi hanya sembilan orang yang melanjutkan perjalanan. Kali ini kami hanya membawa dua buah carrier. Yang satu dibawa Imam, satu lagi dibawa temannya Kang Fachri. Dan aku tetap setia membawa termos cantikku :D

Jalurnya terus menanjak, diperkirakan tiga jam menuju puncak. Kak Vaza, Kang Fachri dan dua orang temannya berjalan paling depan. Melaju terus tanpa rem, dan tanpa sedikitpun menoleh ke belakang. Iya, mungkin itu upaya mereka agar cepat move on. He? Apa Hubungannya >_< *dikeplak*


Dan aku,
Aku sekali lagi jadi yang paling merepotkan. Heuheuheu *garuk-garuk-kepala*


Iya, perutku yang dari hari pertama sudah mulas tapi tak keluar-keluar malah kontraksi di sepanjang jalur menanjak. Merepotkan sekali, bukan? A' Nauvel berkali-kali menyuruhku untuk membuangnya saja. Namun aku menolak, dengan alasan; "Gak bawa sarung, malu." Hahahaha :D

Eh iya, kami tak hanya ber-sembilan, ada juga The Pirates yang sedang melakukan ekspedisi ke Pangrango-Mandalawangi. The Pirates ini juga termasuk dalam Green Ranger Indonesia. Hebat ya? Iya. Mereka berlima, kalau tak salah. Empat bapak-bapak dan satu orang ibu-ibu, aku memanggilnya mamah. Nampaknya Mamah cantik ini merupakan istri salah satu dari bapak-bapak itu. Salah satu? Atau salah semua? Ndak tau, coba ditanya.

Nah si Mamah ini juga lamban jalannya, aku jadi merasa bukan satu-satunya spesies yang tertinggal di muka bumi ini. Bahkan aku lebih cepat darinya. Wuuuu somboooong :p

Oke, jadilah aku yang setiap habis melewati tanjakan, berhenti, dibalap si Mamah, atur napas, jalan lagi, ngebalap Mamah lagi, nanjak lagi, nahan kentut, berhenti lagi, ngos-ngosan, minum, megangin perut, jalan lagi, kelepasan kentut, duduk lagi, minum, ngunyah permen, jalan lagi, gelantungan di akar pohon, dudukin kayu sampe patah karena keberatan beban, jalan lagi, kehabisan minum, minta minum Imam, lari-lari sama A'Nauvel, kesandung batu, kepleset, jatuh cinta, diburu-buruin Nganga, di-'ayo, Git, semangaaat'-in sama Kak Hay, megangin perut, minum lagi... jalan menanjak, kakinya gak nyampe, ditarik imam pakek sarung...


dan tak lupa foto-foto..

Duduk di Kayu

Kayak gini treknya

Dan begitu terus berulang-ulang..


Sampai akhirnya kami mendengar teriakan..


"Buruuan jalaannyaaaa.. Vaza laaaapaaaaaaaar!!!!"

"Hahahaha.." Sontak kami semua tertawa dan berjalan lebih cepat ke arah sumber suara. Iya, memang jam segitu adalah jam makan siangnya kak Za, dan ia tak boleh telat makan siang. 

Dari kejauhan terlihat Kak Za, Kang Fachri dan dua orang temannya sedang foto-foto di sebuah tugu. Kami tak mau kalah :p

ULET TEAM \(^_^),),),),),),)~

Ini gayanya om Lovie Gustian - @RoeangLovie *sungkem suhu Lovie*


With The Pirates - without mamah (Si mamah belum sampai )

Ah, ternyata kami telah sampai,
tepat di 3019 meter diatas permukaan laut..
Sayang sekali saat itu kabut sudah turun, padahal seharusnya kami dapat melihat kokohnya gunung Gede, Halimun dan Salak dari atas sini :(

Namun hal itu tak menyurutkan langkah kami untuk tujuan selanjutnya... MANDALAWANGI!!!

Trek menuju Mandalawangi landai, ah, bukan landai lagi itu namanya, tapi rada turun. Aku berlari-lari kecil. Heuheuheu :D Tak sabar ingin beristirahat dan duduk-duduk lama. Sementara kak Za juga ngebut, kalau dia sih ketauan, mau cepat-cepat makan :p

"Kalian jadi foto pake dress? Hahahaha.." Tanya Kak Hay.

"Ahahaha.. Iyaaa unyuuuuuu.." Jawabku semangat.

"Ayooo buruuaaan, kabut niiih!" Kak Za lebih semangat lagi.


Sesampainya di Mandalawangi, gerimis mulai turun..

Nganga dan Kak Hay tersenyum riang :D
Kak Za teriak lapaaaar :D
 
 

"Agiiiiiiiiiiiit, ayo india-indiaan.." Ajak A'Nauvel sambil cengar-cengir.

"Ahahaha ayooo.."

Aku berlari-lari ke arahnya
Tiba-tiba lagu Koi Mil Gaya terasa merdu di telingaku
Bersahutan dengan desir angin dan rintik hujan
Ah,
Ternyata benar
Segala permasalahan bisa diselesaikan dengan menari sebentar
Sama seperti film india

*PLAK!!
FOKUS GIT!!! -____-

Buahahahahaha.. :D

Kiw kiw :3


ah, Edelweis :')
hujan-hujanan :3

Kamu jangan cemburu, ya..
Aku dan dia hanya teman :'')
Wkwkwkwk :D
Eh, tapi gakpapa deng cemburu,
Itu tandanya kamu sayang care sama aku.
:)
#AgitGagalMoveOn

Imam langsung menggelar flysheet. Eh, bukan flysheet, deng. Tapi ponco kak Za yang di dirikan sedemikan rupa. Kemudian segera merebus air. Tak lama, hujan turun, deras. Kami merapatkan barisan. Dan posisi Kang Fachri yang duduknya paling depan membuat kami terlihat seperti sedang naik angkot desak-desakan, dengan ia sebagai supirnya. Sayang, nggak ada fotonya. Kebayang nggak? Nggak kebayang?!! Yaudah, gak usah dibayangin :p

Tak lama Pirates datang, lengkap dengan si mamah. Kami masak-masak ceria di Lembah Mandalawangi.

"Ada orang Bekasi gak dimari?" Tanyaku, iseng.

"Lah, saya orang kampung siluman!" Celetuk seorang bapak. Kami sontak tertawa.

"Saya orang kampung bulak." Sekarang kami ngakak.

"Saya juga orang Bekasi, Bang." Ujarku, kalem Heuheuheu *dikeplak bayu*

"Bekasinya mana?"

"Pondok Timur."

"Lah, saya orang rawamulya." Celetuk bapak lainnya.

"Sama rumah sakitnya pak haji N*no*?" Tanyaku. (Maaf, nama disamarkan)

"Dekeeet. Laaaah tetangga yak." Jawab si bapak dengan logat Bekasi kental. Kemudian dilanjutkan dengan bahasa Bekasi yang aneh-aneh. Gak usah dibahas aaaah, saya jadi malu jadi orang Bekasi >_<

Saling berbagi makanan dan minuman hangat..
Mengisi perut-perut lapar..

Aku disuapin :3

Dan tak lupa mengabadikannya dalam sebuah video...



Senja ini, ketika matahari turun kedalam jurang jurangmu
Aku datang kembali
Kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu

Walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku

Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

Malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua

Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya
Tanpa kita mengerti,
Tanpa kita bisa menawar
Terimalah dan hadapilah

Dan antara ransel ransel kosong dan api unggun yang membara
Aku terima ini semua
Melampaui batas batas hutanmu, melampaui batas batas jurangmu

Aku cinta padamu Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup
Jakarta, 19-7-1966
Soe Hok Gie



Kami sejenak mengheningkan cipta, meresapi segala bunyi-bunyian yang ada.
Desir angin, rintik hujan, jernih suara sungai,
Damai yang kami rasa, sehingga membuat kami malas beranjak dari sini.
Saling merapatkan jarak dan memeluk lutut.
Padahal hujan semakin deras dan kabut mulai menggelapkan pandangan.


Tiba-tiba Nganga pergi..


Dan tak lama ia kembali..


"Dari mana, Nga?" Tanyaku.

"Habis buka baju di tengah Mandalawangi, habis nyobain disetubuhi kabut mandalawangi" Jawabnya girang. 
Kami tersenyum...
Dan ditengah lembah mandalawangi.
Diantara dinginnya hujan dan hangatnya persahabatan,
Tubuhku, tubuhmu,
Tubuh kami semua,
Disetubuhi kabut cinta Mandalawangi...


Sementara di luar pulau sana, beberapa teman kami sedang melakukan perjalanan ke Kerinci dan Rinjani. Kami mendoakan yang terbaik untuk semua. Agar kelak dapat menceritakan pengalaman masing-masing pada tanggal yang sama, pada gunung yang berbeda. Ini 10 Mei 2013 kami, mana 10 Mei 2013-mu? :)




Sila baca lanjutannya >> disini :)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...