Saturday, 28 March 2015

Bertemu Lagi

Aku sampai di bagian bahwa aku telah jatuh cinta. Namun orang itu hanya mampu kugapai sebatas punggungnya saja. - Dee, Rectoverso.

Ia mendahului saya untuk ke-sekian kali. Entah merasa bosan karena langkah saya yang begitu lamban, atau memang tak peduli dan lebih memilih meninggalkan saya. Entah. Saya hanya suka memandanginya seperti ini. Melihatnya dari jarak sekian meter, mengamati tingkahnya ketika berjalan, atau sekadar terkikik geli ketika ia yang kadang ceroboh ini tersandung bebatuan.

Wednesday, 25 March 2015

Giraffe Journey 4: Floating Market Lembang


"Aku besok libur. Culik aku ke ketinggian."

"Yah, besok ada acara kampus ke Bandung."

"Aku ikut!"

Begitulah Asti, seorang cancerian yang selalu mendadak dan hayuk aja kalau diajak kemana-mana. Kebetulan, saya tahu kalau acara kampus ini akan terasa begitu membosankan, maka saya bersyukur ketika Asti memutuskan untuk ikut. Setelah kami alpa dalam menjalankan Giraffe Journey setiap bulan karena kesibukan masing-masing.

Kali ini tanpa jerapah. Langkah kecil kami tak lagi ditemani si Jerapah yang memiliki kaki-kaki dan leher yang jenjang. Tak terasa, ternyata sudah satu tahun lamanya kami tidak menyempatkan diri untuk ngetrip bareng. Dan kini, lagi-lagi kami bermain dalam sehari di kota orang, sebagai escaping dari rutinitas yang membosankan.

Menjadi dewasa itu tidak enak.

Saturday, 21 March 2015

Potret: Warna-warni Lampu Hias

Lampu Hias, Serangga dan Setitik Bulan

Cantik. 

Kata itu yang selalu terucap tiap kali melihat lampu hias yang ada di dinding ataupun tiang-tiang di pinggir jalan. Ia tak bosan-bosannya berdiri di dalam gelap. Menerangi pencahayaan mata agar dapat melihat. Menggantikan fungsi matahari yang sedang menerangi belahan bumi bagian lain.

Ah, indah.

Andai saja lampu hias tak hanya menerangi rumah atau taman, tapi juga ada sosok lampu yang dapat berbagi peran menghiasi hati.

Wednesday, 18 March 2015

Ekspedisi 7 Puncak Gunung di Indonesia

“ If you can change your mind, you can change your life “
- William James-

Ekspedisi tujuh puncak gunung di Indonesia? Siapa sih yang nggak mau! Saya, sebagai pendaki abal-abal aja kepingin bisa mendaki ke-tujuh puncak tertinggi di Indonesia. Apalagi yang beneran pendaki, sudah pasti menjejakkan kaki dan mengibarkan berndera di puncak tertinggi, menjadi bagian dari mimpi mereka.

Semua berawal dari mimpi...

Saya pernah memiliki mimpi mendaki ke Semeru dari bangku sekolah menengah, dan baru tercapai ketika saya duduk di bangku kuliah. Kemudian menuliskan cerita perjalanannya di blog ini dengan judul Memorable Trekking Semeru 2013 dan membuat trafficnya menjadi naik drastis. Sehingga dari sana, saya mulai giat menulis kembali, beriringan dengan semakin rajinnya saya melakukan perjalanan dan pendakian ke gunung-gunung di pulau Jawa.

first summit saya, 18 tahun.
Memang benar kalau mendaki itu membumikan hati, namun ia melangitkan pikiran. Semakin sering saya mendaki, semakin tinggi saya bermimpi. Kali ini saya bermimpi merayakan ulang tahun di puncak gunung tertinggi di Lombok, Gunung Rinjani. 

Saturday, 14 March 2015

Tidur 24 Jam di Papandayan



Awal November lalu bertepatan dengan gajian pertama saya di kantor baru. Alih-alih merayakan gaji pertama dengan makan-makan, saya justru langsung mengepack peralatan mendaki dan kamera. Saat itu peralatan seperti tenda, kompor dan nesting sedang tersebar di teman-teman yang mungkin lupa mengembalikan. Beruntung saya memiliki teman seorang rental gear, jadilah saya meminjam kepadanya.

Satu buah tenda kapasitas two person, kompor gas dan nesting telah terpacking rapi di carrier milik Hanis. Malam itu, ia sedang tidak enak badan. Namun tidak tega melihat saya yang kebelet naik gunung. Harusnya ada seorang teman lagi yang menemani kami, namun ternyata teman kami ini pemberi harapan palsu. Huft. Cedih.

Logistik yang kami beli pun seadanya. Hanya roti tawar, kornet, bakso, mie telor dan puding. Berikut sambal terasi dan bumbu dapur lainnya. Kami sengaja tidak membawa beras karena tak ada satupun dari kami yang bisa memasak nasi. Biasanya, kalau tidak jadi bubur, ya jadi rengginang.

Waktu telah menunjukan pukul sepuluh malam. Bus ke Garut dari Bekasi sudah pasti tidak ada. Berangkat dari terminal Kampung Rambutan pun rasanya tak mungkin dikarenakan sudah tidak ada lagi Mayasari Bhakti dari Bekasi yang berangkat selarut itu. Akhirnya, dengan diantar seorang teman si rental gear tadi, kami tiba di Cibitung pukul sebelas malam, dengan niatan ke Garut menggunakan truk sayur.

What? Truk sayur?

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...