Skip to main content

Potret: Warna-warni Lampu Hias

Lampu Hias, Serangga dan Setitik Bulan

Cantik. 

Kata itu yang selalu terucap tiap kali melihat lampu hias yang ada di dinding ataupun tiang-tiang di pinggir jalan. Ia tak bosan-bosannya berdiri di dalam gelap. Menerangi pencahayaan mata agar dapat melihat. Menggantikan fungsi matahari yang sedang menerangi belahan bumi bagian lain.

Ah, indah.

Andai saja lampu hias tak hanya menerangi rumah atau taman, tapi juga ada sosok lampu yang dapat berbagi peran menghiasi hati.


Lampu-lampu Hias di Grafika
Lampu-lampu di pinggir jalan
Lampu Taman di Kejauhan

Saya tidak dapat membayangkan bagaimana kita bisa hidup tanpa lampu. Gelap. Seperti zaman dulu sebelum adanya listrik. Kalau tidak ada lampunya zaman sekarang, makin banyak deh yang pacaran gelap-gelapan. *ngikik*

Jadi, inti tulisan ini apa, Git?

Bukan apa-apa, sih. Saya cuma mau mengumpulkan koleksi foto lampu hias yang tercecer di album saya dalam satu postingan di blog. Habisnya, banyak banget! Iya, saya suka memotret lampu hias. Selain unik dan lucu, saya juga jadi punya banyak referensi mau pakai lampu hias macam apa di rumah masa depan saya nanti. Dan juga, siapa tahu, ada yang tertarik untuk membuatkan post-card dari foto-foto lampu hias ini. hihihi.

di salah satu Keraton di Cirebon (foto oleh: @AstiDode)
di salah satu sudut masjid At-Ta'awuun
Lampu jalan

Kalau kamu, suka lampu hias yang kayak gimana? Saya mau liat juga, dong! Bagi link-nya di kolom komentar, ya. Link cerita yang lainnya juga boleh kok :)

Comments

  1. Belum lama ini saya lihat banyak lampu hias, tapi itu saat ikuti workshop dan talk show yang di adakan oleh philips yang sedang memamerkan produk barunya, yakni lampu berteknologi LED.

    ReplyDelete
  2. suka sama candielier yg dimesjid.. cocok ama kubahx..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kebodohan di Situ Gunung

Posisi yang sudah di Bogor usai berbagi inspirasi ke adik-adik Smart Ekselensia tidak membuat saya dan Hanis langsung pulang ke Bekasi begitu saja. Kami lantas melanjutkan perjalanan ke Sukabumi dengan menggunakan Kereta Pangrango yang kebetulan hanya seharga duapuluh lima ribu rupiah. Pemandangan di sepanjang rel yang baru aktif kembali ini menyuguhkan hamparan sawah dan ladang hijau. Arus sungai yang amat deras juga menemani perjalanan yang memakan waktu dua jam ini.

5 Cm Vs Romeo+Rinjani

5 Cm Vs Romeo+Rinjani Ini kok judulnya malah jadi kayak rumus, ya? Hehehe. Jadi gini, beberapa waktu lalu saya menyempatkan diri untuk menonton film karya Fajar Bustomi, judulnya Romeo+Rinjani. Film yang posternya menampilkan pendaki perempuan dengan pakaian minim tersebut sukses menjadi bahan ejekan para pendaki yang berseliweran di dunia maya. Banyak yang bilang, film ini akan menjadi the next 5 cm yang mengakibatkan membludaknya gunung Rinjani setelah film tersebut ditayangkan. Yah, kita lihat saja nanti seberapa besar efek dari film tersebut di dunia pariwisata, khususnya pendakian. Kembali ke film, bukan maksudnya membanding-bandingkan. Tapi kok ya rasanya ada yang ngeganjel kalau film ini nggak di- share ke temen-temen. Berikut pendapat yang saya rasakan ketika menonton dua film tersebut;

Menyusuri Jejak Islam di Kampung Kauman

Kampung Kauman Free Walking Tour Namanya Kauman. Sebuah kampung yang seringkali dilupakan orang-orang ketika menyusuri Malioboro sampai ujung jalan dan kemudian terhipnotis dengan gagahnya pohon beringin di alun-alun serta suasana nyaman di dalam keraton. Kali ini saya lebih mendahulukan untuk bercerita tentang Kampung Kauman daripada sejarah Jogjakarta, keraton, benteng dan lain-lainnya. Sebuah kesempatan yang langka untuk bisa menjelajahi kampung Kauman bersama orang-orang baru lagi. Adalah Edu Hostel Jogjakarta yang memiliki program Walking Tour Kauman tiap hari Jum’at dan Sabtu. Pada hari Jum’at, biasanya Walking Tour ini akan dibawakan dengan Bahasa Inggris. Namun sayangnya, peserta yang berjumlah lebih dari 15 orang pada hari Jum’at itu tak ada satupun yang berasal dari luar negeri sehingga sepakatlah kami untuk menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.