Sunday, 26 May 2013

[Pangrango] Filosofi Ulet

Cerita sebelumnya klik disini :)

Tak terasa, waktu telah menunjukkan pukul tiga sore. Dan kami, mau tak mau harus segera turun. The Pirates telah turun duluan. Setelah beres-beres gear, akhirnya kami menyusul turun. Tak lupa mengenakan jas hujan atau ponco. Imam ini benar-benar Kamen Rider. Dia gak bawa jas hujan. Bisa kau bayangkan bagaimana tubuh kurusnya melawan hujan?

Jelas saja, Imam kalah :D
Aku telah mengenakan jaket A'Nauvel yang katanya anti air sehingga ku hibahkan jas hujanku untuk Imam. Namun baru beberapa langkah setelah meninggalkan Mandalawangi, aku merasa kedinginan. Entah jaketnya yang tembus atau bajuku yang sudah basah. Akhirnya di shelter puncak, aku bertukar jaket A' Nauvel yang ku kenakan dengan jas hujan milikku yang dipakai Imam. Kebetulan saat itu aku memakai dua lapis baju. Lengan panjang hitam dengan luaran T-Shirt putih Rinjani,oleh-oleh dari yang namanya tak boleh disebut.

"Mending dilepas aja baju luarnya, Git. Kayaknya udah basah deh itu, daripada lu dingin." Kata Nganga. Serentak semua makhluk adam yang ada disana berbalik badan. Membiarkan aku melepas baju di belakang mereka. Dan aku segera mengenakan jas hujan. Beres.

Kami melanjutkan perjalanan.

Awalnya aku paling depan, namun seperti biasa, di overlap oleh Kak Za, Kang Fachri dan temannya, kemudian dibalap lagi oleh Nganga dan Kak Hay. Dan yang paling belakang tinggal aku, A'Nauvel, teman Kang Fachri yang satunya lagi, juga Imam. Kali ini Kamen Rider Imam kebagian tugas sebagai sweeper - tukang sapu, bersih-bersih.

Hujan semakin deras.

Banyak pohon tumbang.

Kejar-kejaran dengan kabut.

Pangrango badai?

Kami jalan ngebut, tapi lima orang didepan kami tiba-tiba sudah luput dari pandangan. 

Kami terpisah? Atau salah jalur?

Beberapa kali kami merasa jalanan agak melipir, dan beberapa kali tak menemukan pita, padahal saat summit tadi, pita (penunjuk arah) sangatlah jelas.

Jalanan becek, kuku kakiku copot lagi. Salah memang mengenakan sandal. Habis mau bagaimana, sepatuku sudah basah >_<

Aku mengamati tanah yang kupijak, daritadi tak ada sampah manusia. Biasanya sekedar bungkus permen atau coki-coki ada di sepanjang jalur. Adakah manusia yang lewat jalur ini?

Sampai akhirnya kami menemukan tanda pita, namun jalan bercabang dua.

"Lewat mana, Mam?" Tanyaku pada Imam yang paling dituakan disini.

"Tadi kita berangkatnya lewat yang lurus, kalo belok kiri kita motong." Jawab Imam mantap.

"Kok Imam ingat?" Aku ragu.

"Iya, Imam ingat kok. Tadi kan kita lewat sini."

"Agit lupa, Mam."

Kami semua terdiam...

A'Nauvel jalan duluan, lewat jalur kiri yang kata Imam, 'motong'.

Akhirnya kami melewati jalur air, melangkahi pohon tumbang atau menunduk bahkan merangkak. Begitu terus berulang-ulang dengan kaki yang menerjang becek serta tubuh yang melawan hujan. Hari semakin gelap, sementara yang bawa headlamp hanya A' Nauvel. Iya, headlamp milikku terbawa ditasnya Kang Fachri. Pasrahlah sudah...

"Bentar lagi jam lima.. Kita udah dua jam jalan kok ga nyampe-nyampe ya? Harusnya kalo turun mah kan lebih cepet." Keluh A'Nauvel, pelan.

Kami hanya diam di sepanjang perjalanan turun.

Sampai akhirnya menemukan pita lagi dan tak lama kami melihat sosok tugu penunjuk jalan yang membedakan arah ke Gunung Gede dengan Pangrango.

Syukurlah..

Tak lama, kami tiba di Camp Kandang Badak dan segera berganti pakaian di tenda masing-masing.

"Agiiiiiiiiiiit, kalo udah selesai ganti baju, sini makan duluuuuuuuuuu..." Ah, seperti biasa, alarm makan berbunyi. Bahkan bunyinya berkali-kali dan dengan suara yang berbeda.

"Dingiiiiiiiiiiin.. Agit ngantuuuuuuk.." Jawabku setengah berteriak.

"Makan duluuuu.." Aku terenyuh, sebuah perhatian kecil yang begitu mengharukan :')

"Iya nantiiiiiii.. Hujaaaan. Agit malas keluar, tenda kalian jauh.." Jawabku ngeyel.

"Ini gua jemput git.." Tiba-tiba Nganga sudah berdiri didepan tendaku, lengkap dengan payung. Mau tak mau aku mengikutinya ke tenda tempat teman-teman telah berkumpul. Aku semakin haru.

Didalam tenda, mereka telah membuat lingkaran tak sempurna, dengan bagian tengahnya sebuah kompor gas hi-cook. Saling merapatkan jarak seraya menghangatkan tangan diatas kompor. Ah, so sweet ya :')

Kemudian kami makan makanan seadanya. Aku lupa apa saja menunya. Ikan asin dan telur bakso? Kemudian mie rebus? Entahlah.. Yang ku ingat hanya satu, kami saling bergantian meminum-minuman hangat..

Sampai saat kami membuka obrolan serius..
Mengingat-ingat kejadian lucu, bodoh, haru, dan apapun yang begitu mengesankan saat pertama kali kami berekenalan di Semeru..

Mengenang Semeru..

Kami rindu Semeru, seperti kami saling merindukan masing-masing diantara kami sendiri.
Kami cinta Semeru, seperti kami saling mencintai teman-teman kami yang ada di tenda ini.
Kami saling menyayangi, satu sama lain...
Dari berbagai daerah dan kota,
Jauh lebih dalam dari sekedar persahabatan di 5 cm.
Kami memang baru kenal, namun apalah arti sebuah perkenalan singkat?
Semeru yang memperkenalkan kami..
Semeru yang menyatukan kami..

Dan aku bangga punya teman seperti kalian..

Kami berpelukan,
dalam sebuah lingkaran tak sempurna..

Layaknya hidup,
Tak ada manusia yang sempurna,
Namun bisa saling menyempurnakan satu sama lain..
Saling mengisi..
Saling memberi...
Berbagi arti...


***


11 Mei 2013

Imam bangun paling pertama, mungkin ia tak nyenyak tidur di dalam sebuah tenda kapasitas empat orang yang diisi enam orang. Atau mungkin Imam mimpi buruk? Dikejar-kejar monster dan ia merasa gagal menjadi Kamen Rider. Entahlah.. Kemudian menyiapkan minuman hangat dan sarapan untuk kami. Awalnya kami akan melanjutkan perjalanan ke Puncak Gunung Gede dan Surya Kencana. Akan tetapi, karena pakaian yang sudah basah semua, akhirnya menyurutkan niat kami.

Namun tidak untuk Kak Vaza dan Kang Fachri, mereka berdua sempat jalan-jalan ke Tanjakan Setan dan berfoto-foto ria di jalurnya :|

Hari semakin siang, dan aku mau cerita hal yang paling kutunggu-tunggu.

"Agit, boker pup yuk. Gue dapet pinjeman cangkul dari The Pirates. Tadi gue abis main kesana. Si mamah masakannya enak-enak dah. Sekarang mules gue." Kata Nganga. Aku antusias dan segera mengambil sarung.

"Ayuk." Jawabku sambil mengikuti langkah Nganga dan masuk kedalam hutan.

"Nga, gue dibalik pohon itu, Nga." Kataku seraya menunjuk sebuah pohon besar. Ia menggali tanah cukup dalam.

"Udah cukup belum? Gue disana ya, kayaknya spotnya enak disana." Ujar Nganga.

"Udah, cukup. Eh, disana mah lu bisa ngeliat gue dong?" Aku ragu.

"Kagak. Udah, selow. Tutupin aja pakek sarung. Lu tungguin gue kalo udah kelar." Ujar Nganga lagi.

!@#$%^&*()!@#$$%%^^&^&

"Nganga, udah beluuuum?" Teriakku.

"Bentar lagi, Git."

!@@#$$#$^^&*XVT#@GF^%

"Agiiiit, udah beluuum?" Teriak Nganga.

"Udaaaah.."

Nganga keluar dari tempat persembunyiannya. Kami berjalan beriringan keluar hutan.

"Lu banyak ga, Nga?" Tanyaku, iseng.

"Biasa aja, dikit." Jawabnya enteng.

"Kok gue banyak banget ya, Nga? Hahahahaha" Aku jujur sambil tertawa.

"Agit oyooooooooy!!" Teriak Nganga sambil menjitakku.

Setelah packing dan beres-beres gear, berpamitan dengan The Pirates dan Bang Shiwo (teman dari Bekasi Summiter yang tak sengaja ketemu karena dia melihatku kesandung pasak tendanya :( ) akhirnya kami berdoa bersama dan turun.

Eh enggak, ding. Foto-foto duyu :3


 


Perjalanan turun terasa santai, tak dikejar-kejar kabut seperti biasanya. Namun kami malah berlari-lari di sepanjang trek menurun. Imam berlari karena merasa bebannya berat, Kak Za berlari karena kebelet pipis, Kang Fachri berlari karena mengejar Kak Za, Nganga juga berlari mengejar Imam, Kak Hay dan Bray tak berlari, hanya jalan cepat. A' Nauvel berlari dari kenyataan. Dan aku? Aku berlari-lari di hati dan pikiranmu.

Kurang satu orang























Ini Orang. Bukan Pohon Pisang :|
Sedikit keceriaan di shelter air panas :)
Jama'ah Al-ULET-iyyah

Dan akhirnya aku tiba di pos perizinan pendakian pukul tiga sore, entah yang lainnya tiba disana pukul berapa. Seperti biasa, aku jalan paling belakang. Bukan karena aku berjalan lamban, bukan. Aku hanya tak bisa berjalan lebih cepat. Itu namanya juga lamban, Git --___--

Sesampainya di pos, hujan turun, lebat.

Kami makan gorengan dan ngopi-ngopi sebentar, baru kemudian melanjutkan perjalanan.

Yeeeeeeeeaaaayy.. Pulaaaaaaaaaang!!

"Kita mampir sebentar ke Green Ranger Indonesia, yuk?" Ajak Nganga.

"Hayuk." Jawab yang lainnya.

He? Gak jadi pulang? Aku mulai kepikiran orang rumah. Iya, ijinku hanya sampai Jum'at, sementara ini sudah telat satu hari.

Sesampainya di GRI, kami mendapat sambutan yang sangat hangat. Sangking hangatnya, kami mengurungkan niat untuk pulang dalam keadaan hujan dan dingin-dinginan. Kami betah.

Aku menyalakan ponsel. 
Banyak sms dan panggilan tak terjawab, dari Ayah.

"Nga, pulang kapan?" Tanyaku ragu.

"Nanti kalo hujannya reda." Jawab Nganga santai.

"Takut penitipan motornya tutup, Nga." Aku beralasan.

"Yaudah nanti Nganga anter sampe rumah."

"Imam juga anter Agit sampe rumah." Imam ikut-ikutan.

Aku kalut.

"Nga, nginep aja disini nga. Pulang besok pagi." Tawarku.

"Yaudah, gue sih bebas. Bilang aja ke bokap, kita juga gak bisa maksain kalo pulang sekarang. Ujannya deres banget." Tutur Nganga. Aku mengiyakan. 

Kami menghabiskan malam di basecamp Green Ranger Indonesia.

"Eh, kita bikin nama kelompok, yuk. Bingung kalo ada yang nanya, rombongan dari mana? Masa jawabannya dari Jakarta sama Bandung." Celetuk salah satu diantara kami.

"Hahaha, JAKBAN!" sahut Nganga.

"Aaaaaahh.. Jeleeek!!!"

"Iyaa, ya. Kayak The Pirates gitu, ada namanya."

"Eks-Semeru Alumni BPStrore Angkatan Pertama?" Celetuk lainnya. Kami tertawa.

"Ulet aja."

"Kok ulet?"

"Iyaaa.. Kayak ulet di teh pucuk. Mottonya : puucuk.. puucuk." Ujar yang lainnya, seraya memeragakan ulet yang di iklan Teh Pucuk.

"Hahahaha.." Kami tertawa lagi.

"Iya, Ulet aja. Walaupun lamban, tujuan kita kan pucuk, puncak."

"Aaaah, yang lamban kan Agit doang!"

"Yaudah sih" -____-

"Iyaaa, ulet juga gak sekedar ulet binatang yang lamban. Ulet dalam arti sebenarnya kan tekun"

"Iyaaa, walaupun lamban, butuh suatu ketekunan dan kerja keras menuju puncak"

"Eh, boleh juga tuh. Jadinya ULET, nih?"

"ULET ADVENTURE TEAM"

"Horeeeeeeee, Kita punya namaaaa"

"Eh, lambangnya gimana?"

"Gambar ulet pake ransel sama megang bendera, terus naik gunung. Hahaha"

Kami tertawa dalam kebersamaan..

Hingga larut malam.

Saling berbagi sleeping bag.

Saling berbagi tolak angin.

Saling memijat yang masuk angin.

Saling berbagi pulsa, untuk mengabarkan orang-orang yang menunggu kepulangan kami di rumah.

Kami memang telat, namun kami pasti pulang.


menuju tengah malam...

"Kak Za kenapa bangun?" Aku terbangun mendengar suara krusak-krusuk.

"Capek boboknya gak bisa miring." Jawabnya. Kemudian A'Nauvel dan Kang Fachri ikut terbangun.

"Kak Za udah mimpi apa aja?" Tanyaku iseng.

"Apa ya? Vaza lupa. Agit udah mimpi kemana?" Tanyanya balik. Aku yang masih merem melek tiba-tiba melotot.

"He? Mimpi kemana? Mimpi Agit ndak jauh-jauh, Kak.. Cuma kesamping.." Jawabku pelan sambil melirik orang disebelahku. Kami semua tertawa.

"Waaaa, Agit moduuuuus." Pekik Kak Za.

"Agit ndak modus, Kak.. Agit tulus.."

Kemudian kami berempat bertukar cerita sambil mengamati gerak-gerik Nganga dan Imam yang tidur berdua dalam satu sleepingbag. Juga Kak Hay dan Bray yang selama tidurnya tendang-tendangan bahkan beradu kentut :|

Sampai akhirnya kami mengantuk dan melanjutkan tidur..

Terkecuali aku,

Aku melanjutkan mimpiku...


:)



***


12 Mei 2013


"Agiiitttt, banguuuuuuuuun!" Teriak Nganga sambil menarik sleepingbag ku.

"Haaaaah?!!!!" Aku bangun dalam keadaan kaget. Nganga benar-benar kampret.

"Hahaha.. tuh kalo cara ngebanguninnya kayak gitu pasti langsung bangun." Ujar Nganga sambil melempar sleepingbagku.

"Agit kok berantakan kerudungnya?" Tanya Imam.

"Iya, gatau ni abis diapain sama Nopel semaleman." Jawabku ngasal, mengingat yang tidur disebelahku semalaman adalah A'Nauvel.

"Hahahaha.. Agit ngigo." Imam tertawa. Aku turun kebawah untuk sekedar cuci muka. Dan merapikan kerudung, tentunya.

Kami lanjut sarapan di sekitar Cibodas.

Aku menelepon orang rumah.

"Hallo, Assalamu'alaikum, Ayah.." Sapaku seketika telefon diangkat.

"Wa'alaikumsalam, Acitaaa.." Jawab suara seorang perempuan.

"Loh, kok bukan ayah?" Tanyaku.

"Iyaaa, aku istri mudanya." Baiklah, Aku kecewa dengan Ayah.

"Ahahaha.. Ciaaah.. Ayah mana?" Tanyaku kemudian. 

"Ayah gamau angkat telfon dari Acita, Ayah ngambek katanya." Tutur kakakku sambil tertawa. Iya, dia kakakku. Bukan Istri muda bapakku.

"Lah, tadi setengah enam ngapain nelfon? Sekarang ditelfon balik gamau ngomong." Tanyaku kemudian.

"Tidak tau, tuh. Eh, Acita sekarang dimana posisinya?" Tanyanya lagi.

"Di Cibodas, Ciah. Lagi sarapan."

"Cita nanti sms yaa, alamat lengkapnya. Kata Ayah nanti baju-baju Cita mau dikirim semua kesana via JNE. Cita tidak usah pulang sekalian. Hahahahaha"

"....."

"Acita? Haluuuu?" 

"Iya, Ciah.. Katakan pada Ayah, jangan ngambek-ngambek. Cita tak bisa pulang dari kemarin. Hujan badai.."

"Cita dipecat jadi anak!" Teriak bapakku dibalik telfon.

"Aaaaaaaa tidaaaaaaaaaak, nanti siapa yang jadi wali kalau Cita menikaaaah?????!!!!"

"Yasudah, Acita.. Ciah mau sarapan dulu. Ibu masak enak hari ini. Cita tak usah pulang agar tak ada yang habiskan makanan. Dadaaah"

Klik

Telfon diputus.

Aku bengong.

Sungguh keluarga yang absurd.

Setelah sarapan, kami kembali ke basecamp dan segera merapikan gear. Pukul sembilan tepat, kami pulang.

Pamitan sama Om Idhat Lubis :)

Dulu, jauh-jauh ke Semeru cuma mau liat ini.
Kami, dan Plakat 'In Memoriam Soe Hok Gie'

















Ini Orang. Bukan Ulet :|
Sama Kak Aryaaa :3


Setelah mencharter dan berdesak-desakkan di dalam angkot, pada pertigaan Cibodas akhirnya kami turun. Kemudian berpisah dengan A'Nauvel dan Kang Fachri, mereka pulang ke Bandung.

Kami saling berjabat tangan dan berpelukan.

*dadah-dadah-sedih*

Setelah menunggu agak lama, bus menuju Jakarta melintas dihadapan kami.

Kami pulang.




Di bus...

Bus menuju Jakarta penuh sesak. Kami berganti-gantian menunggu giliran duduk. Walaupun pada akhirnya akulah yang paling sering duduk. Heu ^^v

"Agit, gue punya cerita.." Ujar Arya.

"Aaaaah, ogaaaaah. Pasti cerita jorok." Jawabku.

"Enggak. Ini lucu." Kemudian ia bercerita. Dan benar saja, banyak adegan ceritanya yang tak lulus sensor untuk dipublish di blog ini. Maaf ya. Biarkan itu menjadi konsumsi pribadi. Wahaha. *Jitak Aryatara Bray*

Ini anak siapa :(


Sesampainya di Terminal Kampung Rambutan...

"Makan dulu, yuk. Laper." Ajak Arya, kami mengikuti langkahnya. Iya, dia yang paling hapal daerah sini. Kampung Rambutan ini sematjam daerah kekoeasaan untuknya.

Aku memesan soto ayam, Bray (Arya), Imam dan Nganga memesan Mie Ayam, Kak Za pesan pecel lele. Kak Hay pesan apa ya? Agit lupa :|

Sumpah, ini candid :|

Selesai makan dan lupa gak bayar makanan, kami akhirnya pulang. Nganga pulang dengan Kak Za, Bray dengan kak Hay dan aku sama Imam. Saling bersalaman dan dadah-dadah sedih.

"Albert dititip dimana?" Tanya Imam.

"Penitipan motor di Tol timur, Mam." Jawabku kalem. Heuheuheu *dikeplak bayu*

"Agit mau diantar sampai Bekasi?" Tawar Imam.

"Emang motor Imam dimana?" 

"Di pasar rebo."

"Gak usah, Mam, Agit naik bis aja."

"Apa Agit mau diantar kerumah kukuh?" 

"...."

"Agit kenapa melotot? Hehehehe.."

"Tadi Kukuh nanya, mau dijemput atau enggak." Aku berjalan sambil menunduk.

"Kenapa gak iyain aja?"

"Malas, ah. Naik motor capek. Enak naik bus, bisa lanjutin tidur."

"Capek naik motornya atau capek sama orangnya?"

"Imaaaaaaaaaaaaam!!!" Aku mencubitnya. Entah sudah berapa kali cubitanku mendarat di bahunya.

"Itu P9BT. Agit duluan ya, Mam." Pamitku seraya sungkem ke Suhu Imam.

Dan akhirnya, kami semua berpisah.

Kemudian kembali lagi pada kenyataan hidup masing-masing.

Setelah meninggalkan peradaban kota yang bising selama empat hari.

Setidaknya itu cukup untuk menyegarkan batin yang jenuh.

Termasuk mengosongkan hati yang sudah penuh...

oleh kenangan tentangmu.


Dan tertanamlah sebuah kata baru dalam benakku,

ULET..

Bukan hanya bicara tentang binatang yang lamban ketika menuju pucuk, 

Namun juga sebuah sifat tekun dan kerja keras dalam mencapai suatu tujuan.

Tujuan?

Apa tujuanku selama ini?

Mari kita bertanya pada pengamen Mayasari Bhakti yang sedang gonjrang-gonjreng di dalam bis.

Atau tanyakan saja pada banci persimpangan UKI yang dengan kecrekannya sibuk ber-icik-icik-ehem menggoda polisi lalulintas berperut buncit.

Entahlah..

Tujuanku saat ini hanyalah pulang dan meyakinkan orang rumah,

Bahwa aku baik-baik saja.





SELESAI

Thursday, 23 May 2013

[Pangrango] Kabut Cinta Mandalawangi

Cerita sebelumnya klik disini :)

Kami memulai perjalanan menuju puncak Pangrango pukul sebelas siang. Bray memutuskan untuk stay di tenda. Jadi hanya sembilan orang yang melanjutkan perjalanan. Kali ini kami hanya membawa dua buah carrier. Yang satu dibawa Imam, satu lagi dibawa temannya Kang Fachri. Dan aku tetap setia membawa termos cantikku :D

Jalurnya terus menanjak, diperkirakan tiga jam menuju puncak. Kak Vaza, Kang Fachri dan dua orang temannya berjalan paling depan. Melaju terus tanpa rem, dan tanpa sedikitpun menoleh ke belakang. Iya, mungkin itu upaya mereka agar cepat move on. He? Apa Hubungannya >_< *dikeplak*


Dan aku,
Aku sekali lagi jadi yang paling merepotkan. Heuheuheu *garuk-garuk-kepala*


Iya, perutku yang dari hari pertama sudah mulas tapi tak keluar-keluar malah kontraksi di sepanjang jalur menanjak. Merepotkan sekali, bukan? A' Nauvel berkali-kali menyuruhku untuk membuangnya saja. Namun aku menolak, dengan alasan; "Gak bawa sarung, malu." Hahahaha :D

Eh iya, kami tak hanya ber-sembilan, ada juga The Pirates yang sedang melakukan ekspedisi ke Pangrango-Mandalawangi. The Pirates ini juga termasuk dalam Green Ranger Indonesia. Hebat ya? Iya. Mereka berlima, kalau tak salah. Empat bapak-bapak dan satu orang ibu-ibu, aku memanggilnya mamah. Nampaknya Mamah cantik ini merupakan istri salah satu dari bapak-bapak itu. Salah satu? Atau salah semua? Ndak tau, coba ditanya.

Nah si Mamah ini juga lamban jalannya, aku jadi merasa bukan satu-satunya spesies yang tertinggal di muka bumi ini. Bahkan aku lebih cepat darinya. Wuuuu somboooong :p

Oke, jadilah aku yang setiap habis melewati tanjakan, berhenti, dibalap si Mamah, atur napas, jalan lagi, ngebalap Mamah lagi, nanjak lagi, nahan kentut, berhenti lagi, ngos-ngosan, minum, megangin perut, jalan lagi, kelepasan kentut, duduk lagi, minum, ngunyah permen, jalan lagi, gelantungan di akar pohon, dudukin kayu sampe patah karena keberatan beban, jalan lagi, kehabisan minum, minta minum Imam, lari-lari sama A'Nauvel, kesandung batu, kepleset, jatuh cinta, diburu-buruin Nganga, di-'ayo, Git, semangaaat'-in sama Kak Hay, megangin perut, minum lagi... jalan menanjak, kakinya gak nyampe, ditarik imam pakek sarung...


dan tak lupa foto-foto..

Duduk di Kayu

Kayak gini treknya

Dan begitu terus berulang-ulang..


Sampai akhirnya kami mendengar teriakan..


"Buruuan jalaannyaaaa.. Vaza laaaapaaaaaaaar!!!!"

"Hahahaha.." Sontak kami semua tertawa dan berjalan lebih cepat ke arah sumber suara. Iya, memang jam segitu adalah jam makan siangnya kak Za, dan ia tak boleh telat makan siang. 

Dari kejauhan terlihat Kak Za, Kang Fachri dan dua orang temannya sedang foto-foto di sebuah tugu. Kami tak mau kalah :p

ULET TEAM \(^_^),),),),),),)~

Ini gayanya om Lovie Gustian - @RoeangLovie *sungkem suhu Lovie*


With The Pirates - without mamah (Si mamah belum sampai )

Ah, ternyata kami telah sampai,
tepat di 3019 meter diatas permukaan laut..
Sayang sekali saat itu kabut sudah turun, padahal seharusnya kami dapat melihat kokohnya gunung Gede, Halimun dan Salak dari atas sini :(

Namun hal itu tak menyurutkan langkah kami untuk tujuan selanjutnya... MANDALAWANGI!!!

Trek menuju Mandalawangi landai, ah, bukan landai lagi itu namanya, tapi rada turun. Aku berlari-lari kecil. Heuheuheu :D Tak sabar ingin beristirahat dan duduk-duduk lama. Sementara kak Za juga ngebut, kalau dia sih ketauan, mau cepat-cepat makan :p

"Kalian jadi foto pake dress? Hahahaha.." Tanya Kak Hay.

"Ahahaha.. Iyaaa unyuuuuuu.." Jawabku semangat.

"Ayooo buruuaaan, kabut niiih!" Kak Za lebih semangat lagi.


Sesampainya di Mandalawangi, gerimis mulai turun..

Nganga dan Kak Hay tersenyum riang :D
Kak Za teriak lapaaaar :D
 
 

"Agiiiiiiiiiiiit, ayo india-indiaan.." Ajak A'Nauvel sambil cengar-cengir.

"Ahahaha ayooo.."

Aku berlari-lari ke arahnya
Tiba-tiba lagu Koi Mil Gaya terasa merdu di telingaku
Bersahutan dengan desir angin dan rintik hujan
Ah,
Ternyata benar
Segala permasalahan bisa diselesaikan dengan menari sebentar
Sama seperti film india

*PLAK!!
FOKUS GIT!!! -____-

Buahahahahaha.. :D

Kiw kiw :3


ah, Edelweis :')
hujan-hujanan :3

Kamu jangan cemburu, ya..
Aku dan dia hanya teman :'')
Wkwkwkwk :D
Eh, tapi gakpapa deng cemburu,
Itu tandanya kamu sayang care sama aku.
:)
#AgitGagalMoveOn

Imam langsung menggelar flysheet. Eh, bukan flysheet, deng. Tapi ponco kak Za yang di dirikan sedemikan rupa. Kemudian segera merebus air. Tak lama, hujan turun, deras. Kami merapatkan barisan. Dan posisi Kang Fachri yang duduknya paling depan membuat kami terlihat seperti sedang naik angkot desak-desakan, dengan ia sebagai supirnya. Sayang, nggak ada fotonya. Kebayang nggak? Nggak kebayang?!! Yaudah, gak usah dibayangin :p

Tak lama Pirates datang, lengkap dengan si mamah. Kami masak-masak ceria di Lembah Mandalawangi.

"Ada orang Bekasi gak dimari?" Tanyaku, iseng.

"Lah, saya orang kampung siluman!" Celetuk seorang bapak. Kami sontak tertawa.

"Saya orang kampung bulak." Sekarang kami ngakak.

"Saya juga orang Bekasi, Bang." Ujarku, kalem Heuheuheu *dikeplak bayu*

"Bekasinya mana?"

"Pondok Timur."

"Lah, saya orang rawamulya." Celetuk bapak lainnya.

"Sama rumah sakitnya pak haji N*no*?" Tanyaku. (Maaf, nama disamarkan)

"Dekeeet. Laaaah tetangga yak." Jawab si bapak dengan logat Bekasi kental. Kemudian dilanjutkan dengan bahasa Bekasi yang aneh-aneh. Gak usah dibahas aaaah, saya jadi malu jadi orang Bekasi >_<

Saling berbagi makanan dan minuman hangat..
Mengisi perut-perut lapar..

Aku disuapin :3

Dan tak lupa mengabadikannya dalam sebuah video...



Senja ini, ketika matahari turun kedalam jurang jurangmu
Aku datang kembali
Kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu

Walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku

Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

Malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua

Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya
Tanpa kita mengerti,
Tanpa kita bisa menawar
Terimalah dan hadapilah

Dan antara ransel ransel kosong dan api unggun yang membara
Aku terima ini semua
Melampaui batas batas hutanmu, melampaui batas batas jurangmu

Aku cinta padamu Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup
Jakarta, 19-7-1966
Soe Hok Gie



Kami sejenak mengheningkan cipta, meresapi segala bunyi-bunyian yang ada.
Desir angin, rintik hujan, jernih suara sungai,
Damai yang kami rasa, sehingga membuat kami malas beranjak dari sini.
Saling merapatkan jarak dan memeluk lutut.
Padahal hujan semakin deras dan kabut mulai menggelapkan pandangan.


Tiba-tiba Nganga pergi..


Dan tak lama ia kembali..


"Dari mana, Nga?" Tanyaku.

"Habis buka baju di tengah Mandalawangi, habis nyobain disetubuhi kabut mandalawangi" Jawabnya girang. 
Kami tersenyum...
Dan ditengah lembah mandalawangi.
Diantara dinginnya hujan dan hangatnya persahabatan,
Tubuhku, tubuhmu,
Tubuh kami semua,
Disetubuhi kabut cinta Mandalawangi...


Sementara di luar pulau sana, beberapa teman kami sedang melakukan perjalanan ke Kerinci dan Rinjani. Kami mendoakan yang terbaik untuk semua. Agar kelak dapat menceritakan pengalaman masing-masing pada tanggal yang sama, pada gunung yang berbeda. Ini 10 Mei 2013 kami, mana 10 Mei 2013-mu? :)




Sila baca lanjutannya >> disini :)

Wednesday, 22 May 2013

[Pangrango] Kandang Badak yang Basah

Cerita sebelumnya klik disini :)


Kalo kandangnya cuma kayak gini, Badaknya bobo dimana?:|


Sesampainya di Kandang Badak, aku segera masuk ke tenda milik om Teddy yang akan dipakai olehku dan Kak Vaza. Lokasinya agak miring. Gerimis tak kunjung habis. Aku gemetar kedinginan. A' Nauvel menyuruhku segera berganti pakaian. Kami dipisahkan oleh keadaan. Oh.. Betapa.. #apaansik -__-

"Agiiit.. Kalo udah ganti baju makan duluuuu.." Teriak Imam atau Nganga, aku lupa. Aku hanya mengiyakan. Kemudian bergegas keluar dan masuk ke tenda mereka. Nganga membuatkan kami sandwich seadanya. Heuheuheu :D Roti tawar yang dipanggang kemudian diisi dengan sosis goreng dan saus. Cukup untuk mengisi perut-perut lapar kami. 

Kemudian Imam menyeduhkan minuman hangat untuk kami. Ada susu cokelat hangat, kopi hangat, teh hangat, dan semuanya yang serba hangat. Iya, salah satu kelebihan Imam adalah memberi kehangatan kepada banyak orang. #uhuk

"Eh, aku teh punya nasi bungkus." Celetuk A' Nauvel.

"Yaudah atuh dibuka." Sahutku. Ia membuka dua buah nasi bungkus dengan lauk orek tempe dan telur balado. Nganga menggoreng nugget cukup banyak. Kami makan ramai-ramai. Kecuali Kak Vaza yang telah mengaku kenyang. Hebat Kak Za ini, sudah sampai Kandang Badak paling pertama, menunggu kami lama, makan roti saja sudah kenyang. 

Tak lama kemudian Kak Za kembali ke tendanya, aku hampir ketiduran di tenda Nganga.

"Agiiit... Pindah sanaaa.. Jangan tidur disini!" Usir Nganga.

"Haaa.. iyaaa." Aku beranjak. Tapi bukannya kembali ke tendaku, malah masuk ke tenda kak Hayya dan Bray.

"Tuh, Git.. Si Bray masak makroni.." Tawar Kak Hay.

"Agit ngantuk ah, Kak.." Aku tertidur dalam hitungan detik, pulas.

Satu jam kemudian..

"Agit lapar lagi.. Tapi mulas.." Ujarku ketika membuka mata. Kak Hay tertawa dan menyodorkan tempat makan berisi makroni. Aku melahapnya setengah porsi.

"Habisin aja, itu emang buat Agit kok." Lanjut Kak Hay. Aku malah tidur lagi. Kerbau sekali aku ini, makan-tidur-makan-tidur. Untung saja tak memamah-biak -___-

"Heh. Bangun lu bocah!" Bray mengusirku.

"Gue mules, Bray.. Lo udah boker pup belum?" Tanyaku. Aku lupa Bray menjawab apa. Tak ku gubris. 

"Beser aja yuk, Kak. Tar keburu malem, serem." Ajakku ke Kak Hay. Ia mengikutiku. Hehehe ^_^

Setelah urusan buang air selesai, aku kembali ke tendaku, memakai sleeping bag, kemudian menyusul kak Za yang telah terlelap.

"Jam berapa, Git?" Tanya Kak Za.

"Jam enam sore, Kak. Maghrib" Jawabku sambil menutup mata.

Satu jam..

Dua jam..

Tidurku tak nyenyak. Posisi tenda yang miring membuat kami merosot terus ke tempat yang lebih rendah. Sementara posisi kepala kami di tempat yang lebih tinggi.

Beberapa jam kemudian..

"Agiiiit.." Teriak seseorang dari luar tenda.

"Iyaaaah.." Jawabku serak.

"Ada carrier sama sleeping bag gak didalem?" Tanya orang itu.

"Itu siapa, siiiiiih?" Tanyaku lagi.

"Arjul, Git.." Sahutnya.

"Masuk aja, Juuuul.. Cari ajaaa.. Agit ngantuuuk.." Aku merapatkan sleepingbag.


Arjul krasak-krusuk.


"Sleepingbangnya gak ada, Git.." Aku beranjak dari tidurku, kemudian duduk dan ngucek-ngucek mata sambil menoleh kanan-kiri, kemudian tidur lagi.


Arjul bengong.


"Coba cari di tenda Nganga, Imam, Nopeeel.. Tendanya yang Eiger oreeen. Kalo gak salah di Nganga tadi. Agit lupa-lupa inget." Aku mulai ngigo.

"Oh, iyaa.. Makasih ya, Git." Arjul menutup resleting tendaku. Aku tak ingat apa-apa lagi.



Beberapa jam kemudian..


*suara resleting tenda dibuka*

"Agiiiit..."

"Iya, Maaam.."

"Agit kok tidurnya dibawah?" Aku bangun, duduk, kemudian naik ke atas sedikit dan tidur lagi.

"Iyaaa.. dari tadi merosot teruuus."

"Agit dingin gak?" Tanya Imam lagi.

"Dingin, Maaaam kaki Agit." Suaraku makin serak.

"Agit gak pake kaus kaki?" Imam nanya terus ni -_-

"Kalo pake kaus kaki makin dingiiin. Ini kaus kakinya Agit lepaas."

Hening.

Aku duduk lagi.

"Mau summit ya, Mam?" Tanyaku pelan.

"Enggak, kok. Cuma ngecek aja. Itu Vaza dibangunin biar naik keatas tidurnya." Ujar Imam. Aku menggugah kak Za. Ia tak bergerak sama sekali. Aku tidur lagi.

"Sekarang jam berapa, Mam?" Tanyaku dengan mata tertutup.

"&*#??!!><^#$" Imam berbahasa makhluk lain.

"Kita summit jam berapa, Mam?" Aku mulai ngigo lagi.

"@#$%^&*>!@@#$" Imam curhat, ia sedang mencintai seorang pria kaya raya dari negeri seberang. Cintanya tak bertepuk sebelah tangan. Tapi hubungan mereka tak direstui orangtua. Mereka kawin lari dan tak punya anak hingga kini. Wkwkwkwkwk, anggap saja Agit lagi mimpi :D

Setengah bermimpi
Hujan terus merintik diluar tenda
Mengembun
Menembus pori-porinya
Basah 

Aku terus meringkuk didalam kantung tidur
Bermimpi
Menembus batas-batas keraguan antara kita
Semu
Kandang Badak, 10 Mei 2013

"Agiiit.. Bangun yuuk.." Kak Za membangunkanku. 

"Udah jam berapa, Kak?" Tanyaku.

"Setengah enam ni, masih rada gerimis." Ia membuka tenda dan meninggalkanku. Aku menyusulnya. Mencari makanan. Hehehe :D

"Kak, udah pipis belum?" Tanyaku lagi. Kak Vaza mengantarkanku buang air. Kemudian kembali ke tenda dan memakan segala yang ada.

"Agit mulas dari semalam. Tapi tempatnya nggak meyakinkan."

"Fachri udah buang tadi. Hehehe." Fachri mengaku.

"Kok gak ajak-ajak?" Tanyaku sambil melirik tajam.

"Tadinya cuma mau ngambil air, eh jadi kebelet. Yaudah sekalian. Hehehe"

"Eh, kita summit jam berapa?" Tanyaku lagi.

"Itu tunggu temen-temennya Nopel pulang dulu." 

Iya, Anak-anak UPI dan Om Teddy memutuskan untuk pulang duluan. Sebagian ada acara, sebagian lagi fisiknya ngedrop. Sampai jumpa lagi, Anita, Nurul, Dillah, Ajeng, Beni, Vian, Faris, Arjul, Gallan, Jajang, Om Teddy, dan yang lainnya. Agit cayang kalian cemuaaa. Uwuwuwuwu :'''3 *dadah-dadah-cediih*


mereka yang dari bandung :')
Imam, Kak Za dan Nganga ikutan eksis :D

Gak ada Agit :(

"Arjuuul, itu termos Arjul kegeletak didepan tenda Agiiiiit.. Jangan lupa dibawa pulaaaang!" Teriakku dengan gaya emak-emak sekali.

"Iyaa, kak Agit.." Jawab Arjul kalem.

"Atuh kenapa bisa kegeletak disitu semaleman?" Tanyaku.

"Iya semalem kan abis ngobrak-ngabrik tenda kakak. Hehehe kasian yah, dia kedinginan sendirian diluar." Sahut Arjul.

"Agit dong, termosnya diisi air panas, terus dimasukin sleepingbag, dipeluk-peluk sampai pagi biar tidurnya hangaaaat." Aku bercerita.

"Arjul mau dong jadi termosnya kakak.."

 "........" (keplak Arjul)

"Arjul jangan panggil Agit kakak, Agit baru delapanbelastahun." Iya, aku selalu bangga menyebutkan umurku. wkwkwk :D

"Arjul baru tujuhbelastahun.."

...dan beberapa percakapan lainnya dengan mereka yang dari Bandung. Nganga eksis euy poto-poto sama mojang Bandung.#uhuk #colekAjeng...


Kandang Badak masih basah, mereka memutuskan untuk pulang. Yang tersisa tinggal aku, Nganga, Kak Hay, Kak Za, Imam, Bray, A' Nauvel, Kang Fachri dan dua orang temannya. Kami akan melanjutkan perjalanan ke Puncak Pangrango dan Mandalawangi. Sampai jumpa lagi, kawan :)



Sila baca lanjutannya >> disini :)

Tuesday, 21 May 2013

[Pangrango] Tragedi Kandang Batu - Kandang Badak

Cerita sebelumnya klik disini :)

Dalam kesendirian dan hujan-hujanan, akhirnya aku bertemu dengan beberapa anak UPI, sebut saja Dillah, Anita, Beni, Ajeng dan Faris. Kami menggelar flysheet agar terlindung dari hujan. Saling merapatkan jarak agar tercipta kehangatan. Kemudian berbagi cokelat yang agak sedikit mendiamkan perut laparku.

"Si Nurul mimisan katanya." Celetuk seseorang.

"Eh dimana?" Tanyaku.

"Pas nyeberang air panas tea, kepleset ceunah." Jawab lainnya, dalam logat Sunda.

"Ya Allah.. Sereem.. Tapi udah ada yang nolongin kan?" Tanyaku lagi.

"Si nopel paling mah."

Kami terus menunggu hujan reda, namun yang terjadi malah sebaliknya, hujan tambah besar. Kami semakin basah dan kedinginan. Beni tak sabar agar segera beranjak dari tempat itu. Ia ingin segera mendirikan tenda, lebih tepatnya. Maka aku, Beni dan Dillah memutuskan jalan duluan ke Camp Kandang Badak. Sementara Ajeng dan Anita tetap setia dengan flysheet dan carrier titipan Faris, dan Farisnya entah kemana.

Beni jalan duluan, kemudian Dillah. Dan aku, belakangan. Beberapa kali langkah Dillah terhenti untuk menungguku, namun aku benar-benar lemas. Aku menyuruhnya agar jalan cepat menyusul Beni. Biarkan aku sendiri.

Tik Tok Tik Tok..

Tak ada tanda-tanda kehidupan
Aku benar-benar sendirian

Tik Tok Tik Tok..

Jauh didepan sana masih hutan
Dibelakangku kabut berkejaran

Tik Tok Tik Tok..

Semakin dingin
Semakin lapar

Tik Tok Tik Tok..
Hujan terus merintik
Bersaingan dengan melajunya detik
Tik Tok Tik Tok..
"Bolehkah aku beristirahat disini sebentar?"
Tanyaku, pada sebuah batu besar
Ia tersenyum sabar

Aku duduk di sebuah batu besar yang berlumut. Membuka sepatu dan memeras kaus kaki yang sudah banjir tak karuan. Kemudian kukenakan lagi dan mengisi perut dengan sepotong biskuit. Ah, dua potong. Hee, mengaku sajalah, sebungkus biskuit sudah kau habiskan, Git! [--,]>

Setelah 'agak' kenyang, aku masih terdiam disana. Berharap ada orang datang. Namun yang ditunggu kehadirannya tak kunjung tiba. Aku memejamkan mata, meresapi setiap bunyi-bunyian yang ada. Aku mulai masuk ke dimensi lain.

Seketika ada orang berteriak..

"Mbaaak.. Temennya hipo di pinggir jalan sanaaa." Aku membuka mata. Kulihat seorang bapak berlari ke arahku, tergopoh-gopoh.

"Hah? Dillah?" Tanyaku kaget.

"Gaktau, sama cowok. Berdua doang." Sambungnya lagi dengan napas terengah-engah.

"Dillah sama Beni? Yassalaaaam.." Aku hendak berlari, namun si Bapak mengisyaratkan agar aku tak panik.

"Mbak bawa flysheet?" Tanyanya kemudian.

"Ada dibawah, Bang. Dijagain cewek dua. Abang kebawah aja, gakjauh kok dari sini." Jawabku sambil mengingat Anita dan Ajeng.

"Yaudah, mbak lurus aja. Ada temen-temen saya juga lagi nanganin yang hipo. Mbak bawa kompor gak?" 

"Bawa, tapi spirtusnya gak bawa." 

"Ada kok, temen saya bawa spirtus. Ati-ati mbak, gak usah panik." Tuturnya, kemudian meninggalkanku. Aku berjalan gontai ke arah kerumunan. Dan seketika kudapati sosok wanita usia 20 tahunan tergeletak lemas dipinggir jalan. Ia bukan Dillah, dan sosok Pria dengan muka panik disebelahnya juga bukan Beni. Aku menghela napas.

"Assalamu'alaikuum.. Kenapa ni, Bang?" Tanyaku bersikap ramah.

"Wa alaikumussalaaam.. Hypotermia, Neng. Kedinginan. Ada kompor gak?" Tanya salah satu dari mereka. Aku membuka carrier, mengeluarkan kompor, dan memberikannya pada seorang bapak. Ia meraihnya, kemudian mengeluarkan spirtus dan nesting. Ia merebus air.

Beberapa dari mereka sibuk memasang flysheet. Aku membantu menghangatkan korban. Sebut saja namanya Septi. Dari mulai meminumkan cokelat hangat suap demi suap, melumurkan minyak panas ke badannya, menggenggam tangannya, hingga memeluk tubuhnya. Oh, Tuhan.. Jangan biarkan aku menikmati ini. Aku hanya ingin menjadi wanita normal :| #abaikan #inihanyapencitraan

Septi megap-megap.

Agit panik.

Takut salah pegang salah penanganan.

Septi tiba-tiba diem.

Gak gerak.

Mati? Pingsan?

"Kak.. Bangun kaak.!" Aku menggampari wajahnya.

Septi napas lagi.

"Neng, itu gantiin bajunya. Dah basah semua." Teriak bapak-bapak dibalik flysheet.

"Nih, git, bajunya." Seorang pria, pacar septi, namanya Erik, memberiku sebungkus pakaian. Kubuka plastiknya, kemudian ku hitung. Tujuh lembar pakaian? Mbak mau kemping berapa hari???!!

"Kak diganti dulu yuk bajunyaa.." Kataku pelan.

"Kepala aku sakit kaak.." Jawabnya megap-megap. Aku angkat kepalanya.

"Ebuset mbaaak.. Besok-besok kalo naek gunung jangan pakek hijaaab. Pake jilbab simpel aja kayak sayaaa. Ini jarum pentul tiga biji nusuk pala semua, gimana gak sakit." Aku ngomel.

"Tenggorokan aku kayak kecekek kak.." Rintih Septi lagi.

Aku panik.

Matilah, Izrail ada di sekitarku.

Aku takut malaikat itu salah mencabut.

Git.. FOKUS!! -_-

Ku periksa bagian lehernya. Dan kutemukan jarum pentul (lagi) menusuk dengan beringas ke tenggorokan. Aku mebuka hijabnya secara paksa. 

"Ganti pake kupluk aja yuk. Hijabnya bikin puyeng. Udah makenya muter-muter, jarum pentulnya banyak banget pula." Kataku kesal. Kemudian memakaikan kupluk untuk menutupi rambutnya.

Saat itu ia mengenakan lima lapis pakaian. Tebal-tebal memang, namun tembus air semua dan gak cepat kering. Itulah yang menjadi penyebab ia Hypotermia, kedinginan. Sementara aku hanya mengenakan selembar kaus dan selapis jas hujan. Iya, aku gak kedinginan, soalnya kulit dan lemakku udah cukup menghangatkan. Termasuk doamu dari jarak jauh juga cukup untuk menguatkanku untuk memerangi dingin ini. #eaaaaak

Aku menggantikan pakaiannya yang basah.

*Sensor*


*Sensor*


*Sensor terus sampe sepuluh menit*

"Baaang! Jangan ada yang ngintip yaa! Kalo ada temen saya lewat, bilangin yaaa. Cowok dua oraang, bawa cewek mimisaaan!" Teriakku kepada bapak-bapak dibalik flysheet. Mereka menjawab 'iyaa' dengan kompak.

Setelah kelar diganti bajunya, Septi pingsan lagi.

A'Nauvel, Imam dan rombongan terakhir melintas.

"Imaaam, Nopeeeeeeeel.." Teriakku dari balik flysheet. Untung aku lihat mereka lewat.

"Loh, bukan Agit yang hipo?" Tanya Nauvel. Aku menatapnya lemas -_-

"Bang, pingsan lagi ni." Laporku pada mereka. Seketika Om Teddy datang. Menampar-nampar wajah Septi. Imam memijati kaki Septi yang sudah dingin. Septi bangun, kesakitan.

"Perut aku sakit kaaak.." Rintih Septi. Seketika teman perempuannya yang entah datang darimana, menyodorkan sebotol Tupperware berisi air panas. Membantu menekan-nekan di perutnya.

"Punggung aku sakit kaaak.." Rintihnya lagi.

"Yeeee, abang. Ini gak dipakein matras, bawahnya batu semua pantes sakit." Omelku pelan.

Seketika mereka membuat keputusan untuk membawa Septi turun. Mereka telah menyiapkan sepotong kayu yang kokoh untuk tandu darurat.

"Ada sarung gak? Ini butuh dua sarung buat ngangkut." Perintah seorang bapak. Bang Erik mengeluarkan sarung. Sementara sarungku telah dipakai untuk menghangatkan Septi. 

"Itu mau dibawa sarungnya?" Tanyaku bengong.

"Iya, buat tandu."

"Imaaam.. Itu sarung agit dari Kalimantaaaan.." Kataku melemah. Iya, itu songket oleh-oleh dari A'Nauvel yang mau dibawa muncak dan india-indiaan di Mandalawangi.  Pandanganku nanar. Pasrah. Imam menatapku ragu.

"Emang dari sebanyak bapak-bapak ini gak ada yang bawa sarung apaa.." Aku menggerutu. Menyesal kenapa tak berteriak saja agar mereka dengar sekalian. Nauvel menatapku iba. Bang Erik merasa bersalah.


"Nanti gue balikin, Git. Lo add FB gue aja Erikh Bastian" ujarnya mantap.

"Yaudah gih, bawa.." Mataku terasa panas. Aku mengalihkan pandangan. Imam menyerahkan sarung ke si Bapak.

"Wah, ini songket Sulawesi ya?" Tanya si Bapak.

"Bukan! Kalimantan!" Sahutku ketus. 

Aku merapikan barang-barangku. Carrierku basah dan kotor. Kesal sekali rasanya >_<

Mereka akhirnya turun. Sebelumnya a'Nauvel sempat bertukaran nomor dengan kakak perempuan yang tiba-tiba datang. Siapa tau sewaktu-waktu butuh.

Kami yang tinggal berempat, akhirnya melanjutkan perjalanan ke Kandang Badak. Imam dan Om Teddy berjalan mendahului kami. Aku masih merengut, Nauvel salah tingkah.

"Si Nurul jatuh tadi yang pas nyeberang air panas." Nauvel memulai pembicaraan.

"Oh, iyah.. gimana ceritanya?" Tanyaku kemudian.

"Iyah, dia kan pake sendal. Licin kali. Kepleset. Terus tau-tau aku liat dia dah telungkup ajah. Pas dibawa bangun tau-tau udah mimisan. Si Nganga mau bantuin langsung lari gemeteran dia, takut liat darah."

"Nganga takut darah?" Tanyaku menahan tawa.

"Hahahaha.. Iyah. Habis itu ditolongin sama Imam, untung P3K-nya Vaza kebawa Imam."

"Ah syukurlaaah.."

Hening.


"Tinggal kita berdua ya, yang paling belakang?" Tanyaku sambil menoleh ke belakang.

"Masih ada si Arjul sama Gallan. Keong banget mereka berdua mah. Tenang.." 


Hening lagi..


"Tadi teh aku kira yang hipo si Agit.." Ujar A'Nauvel. Aku nyengir.

"Habiiis, tau-tau ada Abang-abang lari-lari bilang temennya ada yang hipo, cewe, pake kerudung. Aku lagi nuntun si Nurul langsung lari buru-buru. Si Imam dah sibuk aja bilang 'tenang Vel, tenang..' tapi gak aku gubris. Pas udah deket kok ga kenal mukanya. Eeeeh ga taunya disitu teh ada si Agit."

"Iyah, Agit juga takut tau-tau kalian lewat, terus gak liat ada Agit, terus Agit ditinggal sendirian paling belakang, terus Agit tak tau arah dan tak tau jalan pulang, terus..."

"Hahahahaha"

Kami tertawa dalam gerimis.

Senja yang manis.

Ditengah hutan yang mistis.





Sila baca lanjutannya >> disini :)

[Pangrango] Dalam Kesendirian di Sepanjang Jalur Cibodas

Rabu, 8 Mei 2013

Selalu ada keraguan tiap kali mau melangkahkan kaki keluar rumah untuk pergi berhari-hari, pergi untuk naik gunung, misalnya. Dan seperti biasa, aku belum mengantongi ijin dari Ayah. Aku hanya bilang, aku pergi ke kawasan Cibodas dan pulang hari Jum'at. Beliau mengiyakan, namun hatiku tetap ragu.

Sebuah keraguan,
Untuk apa tujuanku melangkah kali ini?
Aku baru saja menyudahi hubunganku dengannya, beberapa hari setelah ulang tahun pertama kita.
Apakah perjalanan ini hanya sebuah pelarian? Atau pencerahan batin yang suntuk? Atau mungkin perjalanan dimana aku harus mulai membersihkan sisa-sisa kenanganku bersamanya?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaanku sendiri pun, aku masih ragu.

Seorang teman pernah berkata, "Ketika hatimu patah, bawalah kakimu untuk melangkah"
Sepatah itukah hatiku sampai-sampai harus melangkahkan kaki ke gunung? Rumit memang. Namun sudahlah, aku toh hanya mengikuti ajakan trip dari mereka. Nikmati saja perjalanannya...

***

Perjalanan kali ini melibatkan 21 orang. Tujuh orang dari Jakarta dan sisanya dari Bandung semua. Beberapa orang eks-Semeru2013, sisanya temen-temen mereka, temennya lagi, dan temen dari temennya lagi. Repot ya? Heuheuheu.Ada Nganga, Imam, Bray, Kak Hayya, Kak Vaza, Fachri, Nauvel, Om Teddy, Vian, Anak-anak UPI, dll. Baca aja post sebelumnya yang di Semeru dan Papandayan. Aku malas ngenalin lagi :p

Kali ini gak ada Leader. Semua bertanggungjawab atas diri masing-masing. Tapi A'Nauvel tetap menjadi penanggung jawab rombongannya, Anak-anak UPI. Dan bertanggungjawab atas diriku juga deng #halah #uopoiki Sabar yah a' :D

Meeting Point tujuh orang dari Jakarta ditentukan di Terminal Kampung Rambutan. Seperti biasa, aku datang paling pertama, kemudian disusul Nganga dan yang lainnya. Kang Fachri berangkat dari Cileunyi beserta dua orang temannya, sementara A'Nauvel berangkat dari Bandung juga bersama anak-anak UPI.

Nganga ini ajaib, begitu datang ia membawa sebungkus kue lengkap dengan pita merah jambu *yang katanya dari temannya* Berikut penampakannya..

kue unyu dari @dinaapuspita


Setelah lengkap tujuh orang, dengan menaiki Bus Do'a Ibu Jakarta - Cianjur pukul sepuluh atau sebelas malam, aku lupa, aku tertidur pulas beberapa menit setelah bus berjalan. Benar-benar pelor memang, nempel-molor. Dan tiga jam kemudian akhirnya kami sampai di pertigaan Cibodas.

Begitu turun dari bus, Brrrrrrrrrr.. dinginnya ruar biaso :D
Aku masuk angin, dan terkentut-kentut sepanjang jalan :|

Akhirnya kami bertemu dengan rombongan dari Bandung yang telah menunggu lama. Iya, tak hanya kau yang menunggu lama, aku pun telah menanti-nanti hari ini, untuk segera berjumpa denganmu. #abaikan

Dan dinginnya Cibodas,
seketika menghangat saat jari-jemari menjabat tanganmu..
Begitu pula mata kantukku,
seketika berbinar-binar menyadari sosokmu yang selalu berada didekatku..
Ah, Fatamorgana..

#Fokus #Fokus #Fokus Git!!!>_<

Kembali ke cerita..

Tak lama setelah berkumpul dan berhitung 21 orang lengkap, kami mencharter angkot menuju pos perizinan. Ternyata barak yang telah Imam pesan tanpa booking itu telah ditempati orang. Jadilah kami beristirahat di warung seadanya. Isi perut, charger henpon, leyeh-leyeh bahkan tidur sampai menunggu shubuh. Dan semakin pagi rasanya semakin dingin. (Yakin, Git, dingin?) Iya! 'dingin'!! -____- #AgitError

Pukul setengah enam pagi, akhirnya kami berkumpul. Mengecek gear dan share beban. Aku membawa tenda yang akan dipinjam oleh Fachri dkk. Tenda kuserahkan pada Fachri, dan entenglah sudah carrierku ini :D

Setelah semua dirasa lengkap, kami berkumpul, berhitung dan berdoa bersama..

Foto sebelum pendakian

he? kayak ada yang hilang :|

Kami berjalan perlahan, membentuk satu barisan, menuju pos perijinan pendakian. Aku hanya diam, dan berjalan sendiri tanpa teman bicara. Aku memang belum cukup untuk dikatakan waras ketika ku sadari aku lebih suka berbicara sendiri. Nafasku memburu, inilah akibat tubuh malasku yang tak pernah berolahraga. Rasakan! Baiklah.. angel dan demon dalam jiwaku sedang bertengkar -_-


Dimana aku? Disini..

Langit kala itu,
Biru,
Bercampur kelabu..
Mentari enggan menyinari kalbu,
Seperti aku yang enggan menyatakan rindu..

Terpaku,
malu..

Terhanyut,
dalam resah..

Terombang-ambing,
dalam gundah..

Terbakar gulana dalam dinginnya pagi,
Membangunkan asap-asap emosi,
Mengusir benih-benih kasih..
Pergi!!!

Tertatih aku,
dalam nafas memburu,
tak peduli siapa kamu.. 

 Cibodas, 9 Mei 2013

 

Setibanya disini, Angel dan Demon telah berdamai.



Akhirnya aku berjalan dengan Nganga. Berbincang sedikit yang bahkan aku sendiri lupa apa saja isi obrolannya. Kemudian berganti dengan Imam, dan beberapa kali diberi petuah.. beserta beberapa pernyataan dan pertanyaan yang bikin skakmatt. *sungkem suhu imam*

Melintasi Telaga Biru, yang kata Imam, disini masih ada ganggang biru yang hidup. Namun kali itu yang kulihat airnya bahkan butek.

"Agit gakmau foto-foto?" Tanya Imam, mengalihkan pandanganku dari telaga-biru-berair-butek.

"Eh? Imam gak foto-foto?" Tanyaku kembali.

"Enggak, kemarin Imam udah foto disini." Jawabnya jelas.

"Agit juga enggak deh." Kami melanjutkan perjalanan.

Kemudian beberapa kali beristirahat sesuka hati, aku benar-benar onta sekali, dan Imam benar-benar penggembala onta yang sangat sabar. *salim suhu imam*

Beristirahat di Pos Pencayangan, tragedi dimulai.. Dua anak UPI dikabarkan hilang, ah, bukan hilang, tapi terpisah dari rombongan. Sebut saja Benny dan Ajeng. Iya, mereka tak melihat kami sedang beristirahat di pos. Mereka malah ambil jalur ke kanan, menuju air terjun (curug). A'Nauvel, Nganga dan Imam segera mencari, ternyata mereka sedang menikmati pemandangan curug. Baiklah -__-

Perjalanan di lanjut, aku masih sama Imam. Kak Vaza, Kang Fachri dan dua temannya didepan. Kak Hayya dan Bray gaktau dimana. Aku masih tak bisa berpikir jernih. Suntuk!

Dan akhirnya beristirahat sangat lama di pos sebelum air panas, beberapa teman cedera. Bahkan sangking lamanya, aku sempat tertidur pulas. Dan sempat memimpikannya. Memimpikan siapa? Yang mana? #Ambigu

Dari pos tersebut, aku berjalan mengikuti Om Teddy. Melintasi air panas dibantu Nganga, kemudian Om Teddy sudah tak terlihat lagi. Akhirnya aku tertinggal begitu jauh. Mau kembali ke Nganga yang masih membantu orang lain menyeberang pun aku enggan. Tiba-tiba hujan, merintik, kemudian deras. Aku berjalan sendirian. Dalam hujan.. Kedinginan.. Begitu pelan.. Dan tanpa genggaman.




Notes : Menulis dalam keadaan perasaan gak tentu hasilnya jadi kayak gini. Selamat menikmati!



Sila baca lanjutannya >> disini :)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...