Sunday 26 May 2013

[Pangrango] Filosofi Ulet

Cerita sebelumnya klik disini :)

Tak terasa, waktu telah menunjukkan pukul tiga sore. Dan kami, mau tak mau harus segera turun. The Pirates telah turun duluan. Setelah beres-beres gear, akhirnya kami menyusul turun. Tak lupa mengenakan jas hujan atau ponco. Imam ini benar-benar Kamen Rider. Dia gak bawa jas hujan. Bisa kau bayangkan bagaimana tubuh kurusnya melawan hujan?

Jelas saja, Imam kalah :D
Aku telah mengenakan jaket A'Nauvel yang katanya anti air sehingga ku hibahkan jas hujanku untuk Imam. Namun baru beberapa langkah setelah meninggalkan Mandalawangi, aku merasa kedinginan. Entah jaketnya yang tembus atau bajuku yang sudah basah. Akhirnya di shelter puncak, aku bertukar jaket A' Nauvel yang ku kenakan dengan jas hujan milikku yang dipakai Imam. Kebetulan saat itu aku memakai dua lapis baju. Lengan panjang hitam dengan luaran T-Shirt putih Rinjani,oleh-oleh dari yang namanya tak boleh disebut.

"Mending dilepas aja baju luarnya, Git. Kayaknya udah basah deh itu, daripada lu dingin." Kata Nganga. Serentak semua makhluk adam yang ada disana berbalik badan. Membiarkan aku melepas baju di belakang mereka. Dan aku segera mengenakan jas hujan. Beres.

Kami melanjutkan perjalanan.

Awalnya aku paling depan, namun seperti biasa, di overlap oleh Kak Za, Kang Fachri dan temannya, kemudian dibalap lagi oleh Nganga dan Kak Hay. Dan yang paling belakang tinggal aku, A'Nauvel, teman Kang Fachri yang satunya lagi, juga Imam. Kali ini Kamen Rider Imam kebagian tugas sebagai sweeper - tukang sapu, bersih-bersih.

Hujan semakin deras.

Banyak pohon tumbang.

Kejar-kejaran dengan kabut.

Pangrango badai?

Kami jalan ngebut, tapi lima orang didepan kami tiba-tiba sudah luput dari pandangan. 

Kami terpisah? Atau salah jalur?

Beberapa kali kami merasa jalanan agak melipir, dan beberapa kali tak menemukan pita, padahal saat summit tadi, pita (penunjuk arah) sangatlah jelas.

Jalanan becek, kuku kakiku copot lagi. Salah memang mengenakan sandal. Habis mau bagaimana, sepatuku sudah basah >_<

Aku mengamati tanah yang kupijak, daritadi tak ada sampah manusia. Biasanya sekedar bungkus permen atau coki-coki ada di sepanjang jalur. Adakah manusia yang lewat jalur ini?

Sampai akhirnya kami menemukan tanda pita, namun jalan bercabang dua.

"Lewat mana, Mam?" Tanyaku pada Imam yang paling dituakan disini.

"Tadi kita berangkatnya lewat yang lurus, kalo belok kiri kita motong." Jawab Imam mantap.

"Kok Imam ingat?" Aku ragu.

"Iya, Imam ingat kok. Tadi kan kita lewat sini."

"Agit lupa, Mam."

Kami semua terdiam...

A'Nauvel jalan duluan, lewat jalur kiri yang kata Imam, 'motong'.

Akhirnya kami melewati jalur air, melangkahi pohon tumbang atau menunduk bahkan merangkak. Begitu terus berulang-ulang dengan kaki yang menerjang becek serta tubuh yang melawan hujan. Hari semakin gelap, sementara yang bawa headlamp hanya A' Nauvel. Iya, headlamp milikku terbawa ditasnya Kang Fachri. Pasrahlah sudah...

"Bentar lagi jam lima.. Kita udah dua jam jalan kok ga nyampe-nyampe ya? Harusnya kalo turun mah kan lebih cepet." Keluh A'Nauvel, pelan.

Kami hanya diam di sepanjang perjalanan turun.

Sampai akhirnya menemukan pita lagi dan tak lama kami melihat sosok tugu penunjuk jalan yang membedakan arah ke Gunung Gede dengan Pangrango.

Syukurlah..

Tak lama, kami tiba di Camp Kandang Badak dan segera berganti pakaian di tenda masing-masing.

"Agiiiiiiiiiiit, kalo udah selesai ganti baju, sini makan duluuuuuuuuuu..." Ah, seperti biasa, alarm makan berbunyi. Bahkan bunyinya berkali-kali dan dengan suara yang berbeda.

"Dingiiiiiiiiiiin.. Agit ngantuuuuuuk.." Jawabku setengah berteriak.

"Makan duluuuu.." Aku terenyuh, sebuah perhatian kecil yang begitu mengharukan :')

"Iya nantiiiiiii.. Hujaaaan. Agit malas keluar, tenda kalian jauh.." Jawabku ngeyel.

"Ini gua jemput git.." Tiba-tiba Nganga sudah berdiri didepan tendaku, lengkap dengan payung. Mau tak mau aku mengikutinya ke tenda tempat teman-teman telah berkumpul. Aku semakin haru.

Didalam tenda, mereka telah membuat lingkaran tak sempurna, dengan bagian tengahnya sebuah kompor gas hi-cook. Saling merapatkan jarak seraya menghangatkan tangan diatas kompor. Ah, so sweet ya :')

Kemudian kami makan makanan seadanya. Aku lupa apa saja menunya. Ikan asin dan telur bakso? Kemudian mie rebus? Entahlah.. Yang ku ingat hanya satu, kami saling bergantian meminum-minuman hangat..

Sampai saat kami membuka obrolan serius..
Mengingat-ingat kejadian lucu, bodoh, haru, dan apapun yang begitu mengesankan saat pertama kali kami berekenalan di Semeru..

Mengenang Semeru..

Kami rindu Semeru, seperti kami saling merindukan masing-masing diantara kami sendiri.
Kami cinta Semeru, seperti kami saling mencintai teman-teman kami yang ada di tenda ini.
Kami saling menyayangi, satu sama lain...
Dari berbagai daerah dan kota,
Jauh lebih dalam dari sekedar persahabatan di 5 cm.
Kami memang baru kenal, namun apalah arti sebuah perkenalan singkat?
Semeru yang memperkenalkan kami..
Semeru yang menyatukan kami..

Dan aku bangga punya teman seperti kalian..

Kami berpelukan,
dalam sebuah lingkaran tak sempurna..

Layaknya hidup,
Tak ada manusia yang sempurna,
Namun bisa saling menyempurnakan satu sama lain..
Saling mengisi..
Saling memberi...
Berbagi arti...


***


11 Mei 2013

Imam bangun paling pertama, mungkin ia tak nyenyak tidur di dalam sebuah tenda kapasitas empat orang yang diisi enam orang. Atau mungkin Imam mimpi buruk? Dikejar-kejar monster dan ia merasa gagal menjadi Kamen Rider. Entahlah.. Kemudian menyiapkan minuman hangat dan sarapan untuk kami. Awalnya kami akan melanjutkan perjalanan ke Puncak Gunung Gede dan Surya Kencana. Akan tetapi, karena pakaian yang sudah basah semua, akhirnya menyurutkan niat kami.

Namun tidak untuk Kak Vaza dan Kang Fachri, mereka berdua sempat jalan-jalan ke Tanjakan Setan dan berfoto-foto ria di jalurnya :|

Hari semakin siang, dan aku mau cerita hal yang paling kutunggu-tunggu.

"Agit, boker pup yuk. Gue dapet pinjeman cangkul dari The Pirates. Tadi gue abis main kesana. Si mamah masakannya enak-enak dah. Sekarang mules gue." Kata Nganga. Aku antusias dan segera mengambil sarung.

"Ayuk." Jawabku sambil mengikuti langkah Nganga dan masuk kedalam hutan.

"Nga, gue dibalik pohon itu, Nga." Kataku seraya menunjuk sebuah pohon besar. Ia menggali tanah cukup dalam.

"Udah cukup belum? Gue disana ya, kayaknya spotnya enak disana." Ujar Nganga.

"Udah, cukup. Eh, disana mah lu bisa ngeliat gue dong?" Aku ragu.

"Kagak. Udah, selow. Tutupin aja pakek sarung. Lu tungguin gue kalo udah kelar." Ujar Nganga lagi.

!@#$%^&*()!@#$$%%^^&^&

"Nganga, udah beluuuum?" Teriakku.

"Bentar lagi, Git."

!@@#$$#$^^&*XVT#@GF^%

"Agiiiit, udah beluuum?" Teriak Nganga.

"Udaaaah.."

Nganga keluar dari tempat persembunyiannya. Kami berjalan beriringan keluar hutan.

"Lu banyak ga, Nga?" Tanyaku, iseng.

"Biasa aja, dikit." Jawabnya enteng.

"Kok gue banyak banget ya, Nga? Hahahahaha" Aku jujur sambil tertawa.

"Agit oyooooooooy!!" Teriak Nganga sambil menjitakku.

Setelah packing dan beres-beres gear, berpamitan dengan The Pirates dan Bang Shiwo (teman dari Bekasi Summiter yang tak sengaja ketemu karena dia melihatku kesandung pasak tendanya :( ) akhirnya kami berdoa bersama dan turun.

Eh enggak, ding. Foto-foto duyu :3


 


Perjalanan turun terasa santai, tak dikejar-kejar kabut seperti biasanya. Namun kami malah berlari-lari di sepanjang trek menurun. Imam berlari karena merasa bebannya berat, Kak Za berlari karena kebelet pipis, Kang Fachri berlari karena mengejar Kak Za, Nganga juga berlari mengejar Imam, Kak Hay dan Bray tak berlari, hanya jalan cepat. A' Nauvel berlari dari kenyataan. Dan aku? Aku berlari-lari di hati dan pikiranmu.

Kurang satu orang























Ini Orang. Bukan Pohon Pisang :|
Sedikit keceriaan di shelter air panas :)
Jama'ah Al-ULET-iyyah

Dan akhirnya aku tiba di pos perizinan pendakian pukul tiga sore, entah yang lainnya tiba disana pukul berapa. Seperti biasa, aku jalan paling belakang. Bukan karena aku berjalan lamban, bukan. Aku hanya tak bisa berjalan lebih cepat. Itu namanya juga lamban, Git --___--

Sesampainya di pos, hujan turun, lebat.

Kami makan gorengan dan ngopi-ngopi sebentar, baru kemudian melanjutkan perjalanan.

Yeeeeeeeeaaaayy.. Pulaaaaaaaaaang!!

"Kita mampir sebentar ke Green Ranger Indonesia, yuk?" Ajak Nganga.

"Hayuk." Jawab yang lainnya.

He? Gak jadi pulang? Aku mulai kepikiran orang rumah. Iya, ijinku hanya sampai Jum'at, sementara ini sudah telat satu hari.

Sesampainya di GRI, kami mendapat sambutan yang sangat hangat. Sangking hangatnya, kami mengurungkan niat untuk pulang dalam keadaan hujan dan dingin-dinginan. Kami betah.

Aku menyalakan ponsel. 
Banyak sms dan panggilan tak terjawab, dari Ayah.

"Nga, pulang kapan?" Tanyaku ragu.

"Nanti kalo hujannya reda." Jawab Nganga santai.

"Takut penitipan motornya tutup, Nga." Aku beralasan.

"Yaudah nanti Nganga anter sampe rumah."

"Imam juga anter Agit sampe rumah." Imam ikut-ikutan.

Aku kalut.

"Nga, nginep aja disini nga. Pulang besok pagi." Tawarku.

"Yaudah, gue sih bebas. Bilang aja ke bokap, kita juga gak bisa maksain kalo pulang sekarang. Ujannya deres banget." Tutur Nganga. Aku mengiyakan. 

Kami menghabiskan malam di basecamp Green Ranger Indonesia.

"Eh, kita bikin nama kelompok, yuk. Bingung kalo ada yang nanya, rombongan dari mana? Masa jawabannya dari Jakarta sama Bandung." Celetuk salah satu diantara kami.

"Hahaha, JAKBAN!" sahut Nganga.

"Aaaaaahh.. Jeleeek!!!"

"Iyaa, ya. Kayak The Pirates gitu, ada namanya."

"Eks-Semeru Alumni BPStrore Angkatan Pertama?" Celetuk lainnya. Kami tertawa.

"Ulet aja."

"Kok ulet?"

"Iyaaa.. Kayak ulet di teh pucuk. Mottonya : puucuk.. puucuk." Ujar yang lainnya, seraya memeragakan ulet yang di iklan Teh Pucuk.

"Hahahaha.." Kami tertawa lagi.

"Iya, Ulet aja. Walaupun lamban, tujuan kita kan pucuk, puncak."

"Aaaah, yang lamban kan Agit doang!"

"Yaudah sih" -____-

"Iyaaa, ulet juga gak sekedar ulet binatang yang lamban. Ulet dalam arti sebenarnya kan tekun"

"Iyaaa, walaupun lamban, butuh suatu ketekunan dan kerja keras menuju puncak"

"Eh, boleh juga tuh. Jadinya ULET, nih?"

"ULET ADVENTURE TEAM"

"Horeeeeeeee, Kita punya namaaaa"

"Eh, lambangnya gimana?"

"Gambar ulet pake ransel sama megang bendera, terus naik gunung. Hahaha"

Kami tertawa dalam kebersamaan..

Hingga larut malam.

Saling berbagi sleeping bag.

Saling berbagi tolak angin.

Saling memijat yang masuk angin.

Saling berbagi pulsa, untuk mengabarkan orang-orang yang menunggu kepulangan kami di rumah.

Kami memang telat, namun kami pasti pulang.


menuju tengah malam...

"Kak Za kenapa bangun?" Aku terbangun mendengar suara krusak-krusuk.

"Capek boboknya gak bisa miring." Jawabnya. Kemudian A'Nauvel dan Kang Fachri ikut terbangun.

"Kak Za udah mimpi apa aja?" Tanyaku iseng.

"Apa ya? Vaza lupa. Agit udah mimpi kemana?" Tanyanya balik. Aku yang masih merem melek tiba-tiba melotot.

"He? Mimpi kemana? Mimpi Agit ndak jauh-jauh, Kak.. Cuma kesamping.." Jawabku pelan sambil melirik orang disebelahku. Kami semua tertawa.

"Waaaa, Agit moduuuuus." Pekik Kak Za.

"Agit ndak modus, Kak.. Agit tulus.."

Kemudian kami berempat bertukar cerita sambil mengamati gerak-gerik Nganga dan Imam yang tidur berdua dalam satu sleepingbag. Juga Kak Hay dan Bray yang selama tidurnya tendang-tendangan bahkan beradu kentut :|

Sampai akhirnya kami mengantuk dan melanjutkan tidur..

Terkecuali aku,

Aku melanjutkan mimpiku...


:)



***


12 Mei 2013


"Agiiitttt, banguuuuuuuuun!" Teriak Nganga sambil menarik sleepingbag ku.

"Haaaaah?!!!!" Aku bangun dalam keadaan kaget. Nganga benar-benar kampret.

"Hahaha.. tuh kalo cara ngebanguninnya kayak gitu pasti langsung bangun." Ujar Nganga sambil melempar sleepingbagku.

"Agit kok berantakan kerudungnya?" Tanya Imam.

"Iya, gatau ni abis diapain sama Nopel semaleman." Jawabku ngasal, mengingat yang tidur disebelahku semalaman adalah A'Nauvel.

"Hahahaha.. Agit ngigo." Imam tertawa. Aku turun kebawah untuk sekedar cuci muka. Dan merapikan kerudung, tentunya.

Kami lanjut sarapan di sekitar Cibodas.

Aku menelepon orang rumah.

"Hallo, Assalamu'alaikum, Ayah.." Sapaku seketika telefon diangkat.

"Wa'alaikumsalam, Acitaaa.." Jawab suara seorang perempuan.

"Loh, kok bukan ayah?" Tanyaku.

"Iyaaa, aku istri mudanya." Baiklah, Aku kecewa dengan Ayah.

"Ahahaha.. Ciaaah.. Ayah mana?" Tanyaku kemudian. 

"Ayah gamau angkat telfon dari Acita, Ayah ngambek katanya." Tutur kakakku sambil tertawa. Iya, dia kakakku. Bukan Istri muda bapakku.

"Lah, tadi setengah enam ngapain nelfon? Sekarang ditelfon balik gamau ngomong." Tanyaku kemudian.

"Tidak tau, tuh. Eh, Acita sekarang dimana posisinya?" Tanyanya lagi.

"Di Cibodas, Ciah. Lagi sarapan."

"Cita nanti sms yaa, alamat lengkapnya. Kata Ayah nanti baju-baju Cita mau dikirim semua kesana via JNE. Cita tidak usah pulang sekalian. Hahahahaha"

"....."

"Acita? Haluuuu?" 

"Iya, Ciah.. Katakan pada Ayah, jangan ngambek-ngambek. Cita tak bisa pulang dari kemarin. Hujan badai.."

"Cita dipecat jadi anak!" Teriak bapakku dibalik telfon.

"Aaaaaaaa tidaaaaaaaaaak, nanti siapa yang jadi wali kalau Cita menikaaaah?????!!!!"

"Yasudah, Acita.. Ciah mau sarapan dulu. Ibu masak enak hari ini. Cita tak usah pulang agar tak ada yang habiskan makanan. Dadaaah"

Klik

Telfon diputus.

Aku bengong.

Sungguh keluarga yang absurd.

Setelah sarapan, kami kembali ke basecamp dan segera merapikan gear. Pukul sembilan tepat, kami pulang.

Pamitan sama Om Idhat Lubis :)

Dulu, jauh-jauh ke Semeru cuma mau liat ini.
Kami, dan Plakat 'In Memoriam Soe Hok Gie'

















Ini Orang. Bukan Ulet :|
Sama Kak Aryaaa :3


Setelah mencharter dan berdesak-desakkan di dalam angkot, pada pertigaan Cibodas akhirnya kami turun. Kemudian berpisah dengan A'Nauvel dan Kang Fachri, mereka pulang ke Bandung.

Kami saling berjabat tangan dan berpelukan.

*dadah-dadah-sedih*

Setelah menunggu agak lama, bus menuju Jakarta melintas dihadapan kami.

Kami pulang.




Di bus...

Bus menuju Jakarta penuh sesak. Kami berganti-gantian menunggu giliran duduk. Walaupun pada akhirnya akulah yang paling sering duduk. Heu ^^v

"Agit, gue punya cerita.." Ujar Arya.

"Aaaaah, ogaaaaah. Pasti cerita jorok." Jawabku.

"Enggak. Ini lucu." Kemudian ia bercerita. Dan benar saja, banyak adegan ceritanya yang tak lulus sensor untuk dipublish di blog ini. Maaf ya. Biarkan itu menjadi konsumsi pribadi. Wahaha. *Jitak Aryatara Bray*

Ini anak siapa :(


Sesampainya di Terminal Kampung Rambutan...

"Makan dulu, yuk. Laper." Ajak Arya, kami mengikuti langkahnya. Iya, dia yang paling hapal daerah sini. Kampung Rambutan ini sematjam daerah kekoeasaan untuknya.

Aku memesan soto ayam, Bray (Arya), Imam dan Nganga memesan Mie Ayam, Kak Za pesan pecel lele. Kak Hay pesan apa ya? Agit lupa :|

Sumpah, ini candid :|

Selesai makan dan lupa gak bayar makanan, kami akhirnya pulang. Nganga pulang dengan Kak Za, Bray dengan kak Hay dan aku sama Imam. Saling bersalaman dan dadah-dadah sedih.

"Albert dititip dimana?" Tanya Imam.

"Penitipan motor di Tol timur, Mam." Jawabku kalem. Heuheuheu *dikeplak bayu*

"Agit mau diantar sampai Bekasi?" Tawar Imam.

"Emang motor Imam dimana?" 

"Di pasar rebo."

"Gak usah, Mam, Agit naik bis aja."

"Apa Agit mau diantar kerumah kukuh?" 

"...."

"Agit kenapa melotot? Hehehehe.."

"Tadi Kukuh nanya, mau dijemput atau enggak." Aku berjalan sambil menunduk.

"Kenapa gak iyain aja?"

"Malas, ah. Naik motor capek. Enak naik bus, bisa lanjutin tidur."

"Capek naik motornya atau capek sama orangnya?"

"Imaaaaaaaaaaaaam!!!" Aku mencubitnya. Entah sudah berapa kali cubitanku mendarat di bahunya.

"Itu P9BT. Agit duluan ya, Mam." Pamitku seraya sungkem ke Suhu Imam.

Dan akhirnya, kami semua berpisah.

Kemudian kembali lagi pada kenyataan hidup masing-masing.

Setelah meninggalkan peradaban kota yang bising selama empat hari.

Setidaknya itu cukup untuk menyegarkan batin yang jenuh.

Termasuk mengosongkan hati yang sudah penuh...

oleh kenangan tentangmu.


Dan tertanamlah sebuah kata baru dalam benakku,

ULET..

Bukan hanya bicara tentang binatang yang lamban ketika menuju pucuk, 

Namun juga sebuah sifat tekun dan kerja keras dalam mencapai suatu tujuan.

Tujuan?

Apa tujuanku selama ini?

Mari kita bertanya pada pengamen Mayasari Bhakti yang sedang gonjrang-gonjreng di dalam bis.

Atau tanyakan saja pada banci persimpangan UKI yang dengan kecrekannya sibuk ber-icik-icik-ehem menggoda polisi lalulintas berperut buncit.

Entahlah..

Tujuanku saat ini hanyalah pulang dan meyakinkan orang rumah,

Bahwa aku baik-baik saja.





SELESAI

3 comments:

  1. wahhh seru2 baca filosofinye hemmmmmm jadi pengen ke gunung gede pangrango lagi

    ReplyDelete
  2. waah, naek gunung emang "nagih" ya kak :D

    ReplyDelete
  3. cinta alam :-)
    namun kadang banyak yang jadi perusak alam juga, so sebaiknya tetap sambil hargai alam itu

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...