Tuesday, 1 July 2014

Make One Day More Meaningful


Marhaban yaa Ramadhan...
Seperti yang kita tahu kalau Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah bagi umat Muslim, sekaligus bulan penuh ampunan. Mari saya awali postingan pertama di Bulan Juli dengan edisi syari'ah :')

Jadi, apa kabar teman-teman? Puasanya lancar? Sudah maaf-maafan sama mantan?
Udah bersyukur hari ini?

Alhamdulillah...

Jadi gini, bulan puasa ini bisa dipastikan kalau aktivitas jalan-jalan saya akan sedikit berkurang. Apalagi naik gunung puasa-puasa. Mana kuat?! Kuat sih, tapi, naik gunungnya pas lagi haid. Jadi bisa minum :p *wooo agit curang* Tapi tenang, nggak jalan-jalan bukan berarti saya nggak nulis di blog ini. Edisi ramadhan ini akan saya isi dengan kuliner! Setuju sodara-sodara? Nggak? YAUDAH!

Sori intermezzonya kepanjangan [--,]>
Sesuai dengan judul yang tertera di atas; "Make One Day More Meaningful". Saya akan membuat satu hari di bulan Ramadhan ini lebih berarti dari yang biasanya. Sebagai blogger yang hobinya jalan-jalan (kata orang, ini hobi yang paling ngabisin duit), saya akan melakukan hal yang beda. Bersama teman-teman dari ANDAKIndik Adventure, kami akan mengadakan charity untuk anak-anak penderita kanker di bangsal anak Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tanggal 13 Juli (dicatet, ya!), bekerja sama dengan Yayasan Sahabat Bangsal Anak.

Kenapa harus anak penderita kanker? Karena rata-rata dari mereka menderita penyakit ini dari kecil, dari lahir. Bawaan genetik dari orangtua yang turun ke dalam tubuh mereka, dan mereka nggak bisa nolak selain berjuang untuk tetap hidup.

Monday, 30 June 2014

Cahaya dari Timur; Beta Maluku

Finally!!!

Setelah film ini nongkrong di bioskop Indonesia dari tanggal 19 Juni 2014, saya baru bisa nonton 11 hari kemudian. Sudah lama pingin nonton film ini tapi kok ya gagal terus, sampai akhirnya film ini udah turun dari Blitz dan tinggal beberapa di XXI Bekasi, jadilah saya terburu-buru; harus nonton sebelum filmnya turun karena kalah sama Transformer yang baru tayang!


Film yang diangkat dari kisah nyata ini bercerita tentang konflik yang berlangsung di Maluku selama bertahun-tahun. Seperti yang kita tahu, bahwa kerusuhan di Indonesia bagian Timur telah memakan banyak korban. Hingga Sani, seorang pemuda dari Tulehu yang telah berkeluarga, berinisiatif menyatukan anak-anak untuk berlatih sepakbola setiap sore hari, dengan tujuan agar anak-anak tersebut tidak terlibat kerusuhan.

Konflik demi konflik khas Indonesia Timur yang latar belakangnya rata-rata berkekurangan, dikemas dalam alur cerita yang mudah dipahami. Penonton seolah dibawa masuk ke dalam cerita negeri timur yang memprihatinkan, hingga tak terasa bulir-bulir air mata turut berjatuhan karena ikut merasakan dendam, kesedihan, kehilangan, sekaligus menemukan.

Adalah sepakbola, yang menyatukan mereka semua dari perpecahan antar agama maupun daerah. Walaupun emosional anak-anak tersebut kerap kali membuat satu tim menjadi pecah belah, namun selalu berujung damai. Yang saya senang dari film ini adalah ketika mereka latihan di pantai. Panorama Ambon yang indah membuat mata saya berdecak kagum melihatnya. Sekaligus membatin; kapan saya kesana?

Sunday, 29 June 2014

Gerobak Cokelat; Kuliner Cokelat Tradisional


Bekasi saat ini, apalagi tiap sabtu-minggu, entah mengapa macetnya bukan main. Mungkin ini adalah efek dari beberapa mall yang baru dibuka. Pada suatu sore saya terjebak kemacetan dengan seorang teman, kami lantas pasrah menunggu jalanan sepi dengan muter-muter sesukanya di Kota Summarecon Bekasi. Mengingat perumahan ini masih terbilang sejuk dan asyik untuk bersantai karena memiliki taman terbuka dengan pemandangan rumput hijau dan piramida unik yang menjadi ikon dari perumahan tersebut.

Sumber: 4w4n.blogdetik.com

Sambil mengamati lini masa di twitter, saya menemukan sebuah retweetan yang berisi kurang lebih seperti ini; "Gerobak Cokelat Hadir di Bekasi! - @GerobakCokelat @geco_bekasi" Saya yang memiliki tingkat ke-kepo-an tinggi, akhirnya meng-klik salah satu akun twitternya dan berhasil nyangkut di websitenya GerobakCokelat.com.

"Kak, Gerobak Cokelat yuk! Di deket sini tempatnya! Kayak cafe gitu, jajanannya lucu-lucu!" Ajak saya sambil terus mengamati menu-menu yang tertera di web.

"Yuk! Di blok apa?" Sahutnya antusias.

"Di Ruko Sinpasa B26. Sebelah mana, ya?" Saya meragu. Takut kesasar.

"Cari aja, yuk. Summarecon juga gini-gini aja kok!"

Motor melaju ke Ruko Sinpasa, tidak sulit mencari rukonya dan ketika kami tanya kepada penjaga loket parkir, lokasi Gerobak Cokelat ada di bagian belakang ruko. Setelah memarkir motor di pelataran, kami segera masuk ke dalam. Pelayannya menyambut kedatangan kami dengan ramah, lalu menjelaskan fasilitas di setiap lantainya. Lantai 1 di-desain seperti cafe pada umumnya, berupa meja dan kursi serta diiringi alunan musik menenangkan hati. Di lantai 2 konsep tempat duduknya ditata lesehan seperti angkringan. Sementara di lantai 3 dikhususkan bagi pengunjung yang mau nyokelat sambil ngerokok. Kami lantas meluncur ke lantai dua dan leyeh-leyeh bersandar tembok karena lelah akan Bekasi yang macet tak henti-henti.

Lantai 2 (Sumber: BekasiUrbanCity.com)

Saturday, 28 June 2014

Kembali ke Muara Gembong yang Sederhana


Hanis memandang saya bingung. Ia ragu untuk melanjutkan perjalanan menuju Desa Muara Gembong demi menemukan ujung pesisir Bekasi   demi sebuah daratan bernama Pantai Beting. Jalanan berlumpur bekas hujan tadi malam menghadang sepeda motor yang kami tunggangi. Ini adalah lumpur ke-sekian yang akan kami lewati.

"Kita harus lewat mana lagi? Kanan kirinya lumpur juga. Gue takut kepleset!" Ujar Hanis panik. Saya hanya meringis menatap jalanan berlumpur sambil membayangkan apabila saya jatuh, akan sulit mencuci pakaian yang melekat di tubuh saya.

"Bismillah aja." Ujar saya pasrah. Hanis kembali menyalakan sepeda motor dan mengendarainya perlahan, melintasi kubangan lumpur nan licin dengan sangat hati-hati. Saya merasa ada yang ganjil dengan roda depan. Firasat saya tidak enak. Selang beberapa detik, kendali motor mulai oleng dan kami terjerembap ke dalam lumpur hitam.

ini habis cuci kaki

Setelah merasakan sensasi jatuh bangun dan kotor-kotoran naik motor, kami bertemu dengan Bang Samba, warga lokal yang akan mengantar kami ke Pantai Beting. Kami sempat takjub mengamati gayanya mengendarai motor dengan sangat lincah saat melintasi jalanan berlumpur. Sementara kami yang sudah berhati-hati, masih saja jatuh lagi. Tak apalah, kalau kata iklan sabun cuci, berani kotor itu baik.

Bang Samba mengarahkan motornya ke desa paling ujung Muara Gembong, kemudian memarkirnya pada pelataran sebuah rumah. Setelah bercakap-cakap tentang tujuan utama kami ke sana, yaitu ke Pantai Beting, akhirnya sebuah perahu lengkap dengan nelayannya siap mengantar kami ke lokasi tujuan.

Ini adalah kedua kalinya saya berkunjung ke Muara Gembong   sebelumnya pernah saya ceritakan di sini. Dulu saat ke sini, desa sedang kering dan cuaca sedang terik-teriknya. Sedangkan beberapa hari sebelum saya berkunjung lagi, hujan terus mengguyur desa ini sehingga air laut kembali pasang dan naik ke permukiman warga   serta membuat jalanan yang sebagian besar masih tanah belum diaspal ini, berubah menjadi lumpur yang sukses membuat beberapa korban berjatuhan seperti saya. Beruntunglah, perjalanan kali ini tidak ditemani hujan. Hanya dihiasi langit mendung dan angin sejuk yang memberi kesan sendu.

Perahu Nelayan

Tanpa disangka, dua anak pak nelayan turut serta menaiki perahu yang kami sewa. Mumpung libur sekolah, mau ikut main ke pantai, katanya. Pohon-pohon bakau yang mulai berbuah menemani perjalanan kami menyusuri sungai Citarum yang bermuara ke laut lepas. Kata Bang Samba, buah-buah (bibit) dari pohon bakau ini kalau sudah jatuh dan tertancap ke tanah, kelak akan tumbuh menjadi pohon baru. Keren, ya.

Friday, 20 June 2014

Menghabiskan Hari di Negeri Laskar Pelangi

Cerita sebelumnya klik ini ~> Keliling Belitung Timur dalam Sehari :)

Sebagai pecandu ketinggian yang selalu membawa tenda dan matras tiap bepergian, Nauvel merasa kami perlu berkemah di Belitung. "Bang, di Belitung yang bisa gelar tenda, dimana?"

"Ada, nanti di Tanjung Tinggi. Kalian mau kemah ha'?"

"Iyah, aku bawa tenda 4 person sih." Jawab Nauvel antusias. Bang Kiray sibuk menghubungi kawannya via ponsel. Sementara kami bersiap-siap untuk check out dari penginapan tapi tetap menyewa motor. Hari ketiga, kami berencana menghabiskan malam di satu pantai yang identik dengan film Laskar Pelangi, yaitu Pantai Tanjung Tinggi.

Jadi, ini Pantai atau Tanjung, Git? Yaaa.. terserah kalian aja lah nyebutnya apa :))

***

Kamis, 29 Mei 2014
 
Kami sengaja berangkat siang karena memang niatnya main air di pantai hingga sore sambil duduk-duduk manis menatap senja. Setelah check out, bukannya langsung berangkat tapi kami malah singgah di rumah Bang Kiray sampai sore. Kami terjebak hujan sekaligus menanti kedatangan kawan Bang Kiray yang lain.

"Sebenarnya bisa naik-naik ke Batu Baginde atau Gunung Tajam kalau mau kemping. Tapi kasihan kakak kamu lagi hamil muda gitu, soalnya trekkingnya lumayan. Jadi kita ke Tanjung Tinggi aja nggak papa ya?"

"Nggak papa baaang, yang penting kemping hore!" Sahut saya mengiyakan.

"Enak kalau jalan sama anak gunung, nggak ngeluh kalau diajak susah!" Celetuk Bang Kiray. Kami tertawa mendengarnya.

Bang Kiray merupakan bagian dari Gabungan Pecinta Alam Belitong yang biasa disingkat GAPABEL. Sebelumnya ia juga pernah mendaki Gunung Gede, Semeru dan Rinjani. Makanya kami nyambung kalau ngobrol dengannya. Nggak sudah-sudah Bang Kiray bercerita tentang pengalaman lucunya selama mendaki gunung. Sayang, Bang Kiray hanya bisa mendaki gunung sekali dalam setahun karena biaya yang mahal dan gunungnya terletak di luar Belitung semua. Iya, Belitung nggak punya gunung, tapi punya Gunung Tajam dan Batu Baginde. Juga punya pantai-pantai berbatu granit yang bisa dinaiki.

Indonesia punya keunggulan alamnya masing-masing, tinggal bagaimana kita memaknai perjalanannya satu per satu.

Dan libur panjang di Belitung ini tidak akan kami habiskan dengan main air di pantai saja! Tapi juga tidur di pasir pantainya sampai pagi! Kebetulan Bang Kiray memenuhi request saya untuk membawa gitar. Kapan lagi kan kemping bawa gitar? Kalau di gunung kan rempong, bawa diri aja susah, apalagi bawa gitar :(

Selepas Ashar, teman Bang Kiray datang. Namanya Bang Doyok, penampakannya kribo. Ia menggendong sebuah daypack dan menggenggam kantung plastik berisi ikan. Wah, nanti malam mau bakar-bakar. Asik ya XD

"Yuk, berangkat!" Ujar Bang Kiray. Kami bersiap menuju tempat dimana motor diparkir.

Ready to go

Perjalanannya lumayan lama dan sempat terhenti beberapa kali karena mencari bumbu-bumbu masakan yang belum lengkap. Kami juga sempat berhenti sebentar di Bukit Berahu dan Tanjung Binga. Eh iya, Papih sempet motret ini. Nelayan Belitung keren, ya! :')

Jembatan dan Rumah Kayu

"Kita nge-camp disini, Bang? Kok rame orang?" Tanya saya bingung.

"Tenang, disini kalian main air saja dulu. Ngecampnya jauh disana nanti. Oh iya, kenalkan ini kawan-kawan Abang." Kami bersalaman dengan teman Bang Kiray yang lain. Rencananya mereka juga ikutan kemping nanti malam. Wah, pasti ramai.

"Abang-abang ndak ikut nyebur?" Pertanyaan konyol terlempar begitu saja dari mulut saya dan hanya dijawab tawa oleh mereka. Mereka juga pasti sudah bosan lah main air di pantai ini. 

Kamera kami serahkan kepada Bang Megi. Sedangkan kami menyewa perahu dan mendayung menjauhi daratan.

Ini Bang Megi, Ciyee pake Official T-Shirt Semeru :)))
Ini Pantai Tanjung Tinggi
Mari Meluncur
Ini padahal masih dekat sama daratan :)))

Kami nggak lama main perahu-perahuannya, karena kesal perahunya nggak jalan-jalan dan yang ngedayung o'on semua. Hahaha. Tapi untunglah Bang Kiray dan kawan-kawan mengajak kami menyusuri pantai ini sampai ke ujung-ujungnya. Kami mendapatkan sunset yang menawan!

Laskar Pelangi~
Lovieisme everywhere~

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...