Showing posts with label beach. Show all posts
Showing posts with label beach. Show all posts

Saturday, 17 October 2015

Muara Gembong: Keramahan yang Terlupakan

Menatap Muara Gembong
 
Kendaraan roda dua yang kami tunggangi tiba-tiba bergetar keras saat melintasi jalanan berbatu  yang didominasi oleh lumpur mengering. Suara gesekan mesin terasa seperti menjerit-jerit, seakan menyampaikan rasa kesal dan kelelahan atas perjalanan panjang kami yang telah berlangsung selama tiga jam tanpa henti ini. Rekan seperjalanan saya, Hanis, seketika menurunkan kedua kakinya ketika motornya sudah terasa tak beres. Saya segera turun dan menyentuh inci demi inci ban belakang yang terasa memanas karena berbenturan dengan aspal dan jalanan. Tak ada satupun lubang, namun mengapa perjalanan terasa semakin berat?
 

Monday, 25 May 2015

Jalan-jalan Cantik di Pulau Bidadari


Mari meluncur


Ceritanya saya dapat undangan jalan-jalan gratis lagi. Kali ini dari Viva Log, sebuah platform untuk berbagi, mempromosikan dan meningkatkan traffic blog yang terbaik dan menarik di Indonesia. Sebanyak empat puluh orang terpilih untuk one day trip ke Pulau Bidadari. Meeting point dilaksanakan di Dermaga 15 Pantai Marina Ancol.

Sunday, 17 May 2015

Suatu Hari di Tiga Pulau Bersejarah



Hari masih gelap. Deru sepeda motor semakin mendekat ke arah rumah. Saya segera membuka pintu pagar, memastikan bahwa Hanis telah tiba. Ternyata benar, ia sudah siap berkelana hari ini. Setelah memasukan dua buah raincoat, ponsel dan dompet ke dalam satu ransel, kami menembus pagi yang dingin menuju Muara Kamal, sebuah pasar ikan yang terletak di bilangan Jakarta Barat. Hanya membutuhkan waktu satu jam untuk kami tiba di sana, padahal kalau ke Muara Gembong yang notabenenya masih Bekasi saja membutuhkan waktu hingga dua jam lamanya.

Usai melintasi pasar ikan yang becek dengan bau amis begitu menyengat, Hanis memarkirkan motornya di sebuah pelataran masjid untuk kemudian bergabung dalam kelompok-kelompok kecil yang mengikuti kegiatan Charity Trip ke Pulau Kelor, Cipir dan Onrust. Sebuah perjalanan yang dirancang khusus oleh kakak-kakak dari www.indocharity.org ini bukan sekadar jalan-jalan dan foto-foto saja, namun juga memiliki tujuan khusus yaitu sebagai bentuk penggalangan dana untuk pendidikan anak-anak kurang mampu. Maka dari itu, peserta Charity Trip terlihat banyak sekali karena memang tak dibatasi kuota pendaftarannya.

Sunday, 5 October 2014

Jangan Bilang Siapa-siapa, Ini Pantai Rahasia!

Ayo main, kak!

"Katanya disini dekat pantai?" Tanya saya sambil memutar badan, menatap ke segala penjuru, sekaligus menajamkan pendengaran akan suara ombak yang samar-samar mengusik telinga.

"Iya, pantainya di sana, Bu Guru! Di belakang Sekolah!" Ujar seorang murid sambil menunjuk jalan setapak menuju pantai. Saya lantas berjalan mengikuti mereka. Menghabiskan senja di sebuah pantai rahasia. 

***

Mereka menyebutnya Pantai saja, istilah lainnya yaitu Pantai Aya. Ada juga yang bilang ini Pantai Cigeulis, karena masih termasuk dalam Kecamatan Cigeulis, Pandeglang. Namun bagi saya, nama bukanlah hal yang penting, karena yang paling penting adalah dengan siapa kesininya. (duarrrr)

Saturday, 28 June 2014

Kembali ke Muara Gembong yang Sederhana


Hanis memandang saya bingung. Ia ragu untuk melanjutkan perjalanan menuju Desa Muara Gembong demi menemukan ujung pesisir Bekasi   demi sebuah daratan bernama Pantai Beting. Jalanan berlumpur bekas hujan tadi malam menghadang sepeda motor yang kami tunggangi. Ini adalah lumpur ke-sekian yang akan kami lewati.

"Kita harus lewat mana lagi? Kanan kirinya lumpur juga. Gue takut kepleset!" Ujar Hanis panik. Saya hanya meringis menatap jalanan berlumpur sambil membayangkan apabila saya jatuh, akan sulit mencuci pakaian yang melekat di tubuh saya.

"Bismillah aja." Ujar saya pasrah. Hanis kembali menyalakan sepeda motor dan mengendarainya perlahan, melintasi kubangan lumpur nan licin dengan sangat hati-hati. Saya merasa ada yang ganjil dengan roda depan. Firasat saya tidak enak. Selang beberapa detik, kendali motor mulai oleng dan kami terjerembap ke dalam lumpur hitam.

ini habis cuci kaki

Setelah merasakan sensasi jatuh bangun dan kotor-kotoran naik motor, kami bertemu dengan Bang Samba, warga lokal yang akan mengantar kami ke Pantai Beting. Kami sempat takjub mengamati gayanya mengendarai motor dengan sangat lincah saat melintasi jalanan berlumpur. Sementara kami yang sudah berhati-hati, masih saja jatuh lagi. Tak apalah, kalau kata iklan sabun cuci, berani kotor itu baik.

Bang Samba mengarahkan motornya ke desa paling ujung Muara Gembong, kemudian memarkirnya pada pelataran sebuah rumah. Setelah bercakap-cakap tentang tujuan utama kami ke sana, yaitu ke Pantai Beting, akhirnya sebuah perahu lengkap dengan nelayannya siap mengantar kami ke lokasi tujuan.

Ini adalah kedua kalinya saya berkunjung ke Muara Gembong   sebelumnya pernah saya ceritakan di sini. Dulu saat ke sini, desa sedang kering dan cuaca sedang terik-teriknya. Sedangkan beberapa hari sebelum saya berkunjung lagi, hujan terus mengguyur desa ini sehingga air laut kembali pasang dan naik ke permukiman warga   serta membuat jalanan yang sebagian besar masih tanah belum diaspal ini, berubah menjadi lumpur yang sukses membuat beberapa korban berjatuhan seperti saya. Beruntunglah, perjalanan kali ini tidak ditemani hujan. Hanya dihiasi langit mendung dan angin sejuk yang memberi kesan sendu.

Perahu Nelayan

Tanpa disangka, dua anak pak nelayan turut serta menaiki perahu yang kami sewa. Mumpung libur sekolah, mau ikut main ke pantai, katanya. Pohon-pohon bakau yang mulai berbuah menemani perjalanan kami menyusuri sungai Citarum yang bermuara ke laut lepas. Kata Bang Samba, buah-buah (bibit) dari pohon bakau ini kalau sudah jatuh dan tertancap ke tanah, kelak akan tumbuh menjadi pohon baru. Keren, ya.

Friday, 20 June 2014

Menghabiskan Hari di Negeri Laskar Pelangi

Cerita sebelumnya klik ini ~> Keliling Belitung Timur dalam Sehari :)

Sebagai pecandu ketinggian yang selalu membawa tenda dan matras tiap bepergian, Nauvel merasa kami perlu berkemah di Belitung. "Bang, di Belitung yang bisa gelar tenda, dimana?"

"Ada, nanti di Tanjung Tinggi. Kalian mau kemah ha'?"

"Iyah, aku bawa tenda 4 person sih." Jawab Nauvel antusias. Bang Kiray sibuk menghubungi kawannya via ponsel. Sementara kami bersiap-siap untuk check out dari penginapan tapi tetap menyewa motor. Hari ketiga, kami berencana menghabiskan malam di satu pantai yang identik dengan film Laskar Pelangi, yaitu Pantai Tanjung Tinggi.

Jadi, ini Pantai atau Tanjung, Git? Yaaa.. terserah kalian aja lah nyebutnya apa :))

***

Kamis, 29 Mei 2014
 
Kami sengaja berangkat siang karena memang niatnya main air di pantai hingga sore sambil duduk-duduk manis menatap senja. Setelah check out, bukannya langsung berangkat tapi kami malah singgah di rumah Bang Kiray sampai sore. Kami terjebak hujan sekaligus menanti kedatangan kawan Bang Kiray yang lain.

"Sebenarnya bisa naik-naik ke Batu Baginde atau Gunung Tajam kalau mau kemping. Tapi kasihan kakak kamu lagi hamil muda gitu, soalnya trekkingnya lumayan. Jadi kita ke Tanjung Tinggi aja nggak papa ya?"

"Nggak papa baaang, yang penting kemping hore!" Sahut saya mengiyakan.

"Enak kalau jalan sama anak gunung, nggak ngeluh kalau diajak susah!" Celetuk Bang Kiray. Kami tertawa mendengarnya.

Bang Kiray merupakan bagian dari Gabungan Pecinta Alam Belitong yang biasa disingkat GAPABEL. Sebelumnya ia juga pernah mendaki Gunung Gede, Semeru dan Rinjani. Makanya kami nyambung kalau ngobrol dengannya. Nggak sudah-sudah Bang Kiray bercerita tentang pengalaman lucunya selama mendaki gunung. Sayang, Bang Kiray hanya bisa mendaki gunung sekali dalam setahun karena biaya yang mahal dan gunungnya terletak di luar Belitung semua. Iya, Belitung nggak punya gunung, tapi punya Gunung Tajam dan Batu Baginde. Juga punya pantai-pantai berbatu granit yang bisa dinaiki.

Indonesia punya keunggulan alamnya masing-masing, tinggal bagaimana kita memaknai perjalanannya satu per satu.

Dan libur panjang di Belitung ini tidak akan kami habiskan dengan main air di pantai saja! Tapi juga tidur di pasir pantainya sampai pagi! Kebetulan Bang Kiray memenuhi request saya untuk membawa gitar. Kapan lagi kan kemping bawa gitar? Kalau di gunung kan rempong, bawa diri aja susah, apalagi bawa gitar :(

Selepas Ashar, teman Bang Kiray datang. Namanya Bang Doyok, penampakannya kribo. Ia menggendong sebuah daypack dan menggenggam kantung plastik berisi ikan. Wah, nanti malam mau bakar-bakar. Asik ya XD

"Yuk, berangkat!" Ujar Bang Kiray. Kami bersiap menuju tempat dimana motor diparkir.

Ready to go

Perjalanannya lumayan lama dan sempat terhenti beberapa kali karena mencari bumbu-bumbu masakan yang belum lengkap. Kami juga sempat berhenti sebentar di Bukit Berahu dan Tanjung Binga. Eh iya, Papih sempet motret ini. Nelayan Belitung keren, ya! :')

Jembatan dan Rumah Kayu

"Kita nge-camp disini, Bang? Kok rame orang?" Tanya saya bingung.

"Tenang, disini kalian main air saja dulu. Ngecampnya jauh disana nanti. Oh iya, kenalkan ini kawan-kawan Abang." Kami bersalaman dengan teman Bang Kiray yang lain. Rencananya mereka juga ikutan kemping nanti malam. Wah, pasti ramai.

"Abang-abang ndak ikut nyebur?" Pertanyaan konyol terlempar begitu saja dari mulut saya dan hanya dijawab tawa oleh mereka. Mereka juga pasti sudah bosan lah main air di pantai ini. 

Kamera kami serahkan kepada Bang Megi. Sedangkan kami menyewa perahu dan mendayung menjauhi daratan.

Ini Bang Megi, Ciyee pake Official T-Shirt Semeru :)))
Ini Pantai Tanjung Tinggi
Mari Meluncur
Ini padahal masih dekat sama daratan :)))

Kami nggak lama main perahu-perahuannya, karena kesal perahunya nggak jalan-jalan dan yang ngedayung o'on semua. Hahaha. Tapi untunglah Bang Kiray dan kawan-kawan mengajak kami menyusuri pantai ini sampai ke ujung-ujungnya. Kami mendapatkan sunset yang menawan!

Laskar Pelangi~
Lovieisme everywhere~

Monday, 16 June 2014

Keliling Belitung Timur dalam Sehari

Cerita sebelumnya klik ini ~> Menuju Jauh ke Belitung :D


Rabu, 28 Mei 2014

Pagi ini saya terbangun karena air conditioner yang terasa semakin dingin. Setelah mematikannya, saya membuka jendela dan menghirup udara dalam-dalam. Saking dinginnya, hembusan napas saya terlihat seperti gumpalan asap rokok. Bila biasanya saya mendengar kokok ayam sebagai penyambut pagi, kali ini kicauan burung walet bersahut-sahutan tiada henti. Entah dari mana asalnya.

Selepas menunaikan ibadah subuh yang kesiangan, saya melahap sarapan milik Nauvel yang tersedia di atas meja.

"Ih, emang kamu nggak dapet sarapan?" Tanya Nauvel protes.

"Nggak tau." Jawab saya sambil mengupas kulit telur rebus.

"Iiiih, sarapan aku." Nauvel merengek. Saya cekikikan. Kemudian mengajaknya berkeliling, sekaligus membeli spirtus dan minyak goreng yang lupa saya bawa dari rumah. Ciah dan Papih belum bangun sehingga kami tidak mengajaknya.

Beruntunglah kami mendapatkan penginapan yang berada di pusat kota, hanya perlu berjalan kaki lima menit untuk bisa sampai ke pasar.

"Suara burungnya kok semaleman ya? Asalnya dari mana, sih?" Tanya saya bingung karena suara cicit cuit khas burung walet terdengar banyak sekali dan tak henti-henti.

"Kayaknya ada yang melihara, deh." Jawab Nauvel sok tahu.

"Terus burungnya nggak bobo gitu semaleman cicit cuit aja?" Tanya saya lagi. Nauvel hanya mengangkat bahu, menyerah untuk menjawab pertanyaan ngawur saya. Kemudian ia berlari-lari kecil menuju gapura Pasar Ikan.

Pasar Ikan Gang Kim Ting

Pasar Ikan bernuansa Pecinan ini sama seperti pasar-pasar pada umunya. Tak hanya ikan yang dijual, ada juga yang jualan buah, bumbu dapur, perabotan memasak sampai tukang sandal. Saya pribadi menyempatkan diri beli sendal jepit karena khawatir sendal jepit yang saya gunakan sebentar lagi putus :|

Kebanyakan penjual dan pembelinya yaitu Cina Melayu. Beberapa saya temukan logat Jawa mewarnai percakapan di pasar. Oh, iya... Kalau biasanya saya akan pusing berlama-lama di pasar karena banyak lalat dan bau sampah, kali ini lain cerita. Ikan yang dijual di pasar ini segar-segar sekali! Seperti baru ditangkap dari laut. Lalat dan sampah busuk pun jarang. Ikan kecil-kecil sampai yang besarnya se-balita juga ada. Ikannya juga tidak amis, tapi segar!

ada lalatnya nggak? mana coba?

"Eh, itu ada warung kopi. Mau ngopi?" Tawar Nauvel. Saya hanya mengangguk setuju. Kami memesan dua gelas kopi susu. Sang penjual dengan cekatan menuang kopi tubruk yang sudah direbus ke dalam gelas dengan disaring terlebih dahulu. Sekilas penampakannya sama seperti kopi pada umumnya, tapi rasanya... kemanisan! Iya, padahal takaran kopi dan susunya sudah pas. Pahitnya kopi benar-benar sedap di lidah. Tapi kok ya kenapa si bapaknya malah nambahin gula... Kan sudah pakai susu :(

Cinta dalam Gelas

Ngopi. Adalah budaya masyarakat Belitung terutama yang asli Melayu. Mereka bisa menghabiskan hari-harinya di warung kopi sambil bermain catur. Itu sih Melayu edisi lampau. Awalnya saya kira itu hanya ada di buku Andrea Hirata, tapi setelah ditanya ke Bang Kiray, ternyata benar begitu adanya.

Setelah ngopi-ngopi selesai, kami lanjut mencari minyak goreng, saos botol dan spirtus. Iya, mau kemanapun destinasinya, saya tetap membawa kompor dan nesting untuk memasak. Sementara itu, Nauvel pun membawa tenda dan matras. Dia mah udah ketauan, kalau ongkos buat bayar penginapan kurang, kan bisa lanjut bangun tenda dimana aja. Muahahaha X)) *dikeplak Nauvel*

"Pak, saos ABC satu botol."

"Iiiih, kenapa nggak Nasional aja!" Potong saya sambil mengangkat botol saos bermerek Nasional.

"Iiiiih, enakan ABC!" Nauvel nggak mau kalah.

"Iiiiiiih, tapi Nasional dapet gelaaaas!" Jiwa emak-emak saya keluar. Penjual hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan kami berdua.

"Terus gimana bawa gelasnya coba? Beling gitu!" Nauvel ngedumel. Saya garuk-garuk kepala. Iya juga, sih. Akhirnya saya pasrah dan mengiyakannya.

Setelah semua yang dibutuhkan lengkap, kami kembali ke penginapan dan berkemas. Saat berjalan, saya merasa ada batu kecil nunclep ke kaki. Ternyata itu pecahan karang yang bersemayam di telapak kaki saya dari kemarin sore karena main di pantai tanpa beralas kaki. Jadilah si Nauvel mengoperasi kaki saya dengan bantuan jarum, korek dan gunting kuku. Serius deh, nyeuri :(

Ciah dan Papih sudah bangun. Mereka ikut saja dengan rencana kami hari ini. Nauvel memberi usul agar perjalanan hari ini ke Belitung Timur dengan menyewa mobil saja karena cuaca tidak bisa ditebak. Kadang hujan, kadang cerah. Lagi-lagi Pak Maulidi yang menjadi andalan kami. Bang Kiray juga ikut sebagai tour guide kami.

Sambil menunggu kedatangan Pak Maulidi dan Bang Kiray, saya bertindak semena-mena di kamar. Iya, yang dijadikan basecamp penitipan barang-barang ada di kamar saya. Sementara kamar Nauvel bersih dan kosong. Kalau kamar Ciah dan Papih, yaaa tau sendiri lah yang lagi hanimun :))

Masak-masak untuk bekal ke Belitung Timur ~~~\o/

Mungkin kalau yang punya hotel tau apa yang kami lakukan di salah satu kamar, ia akan mengusir kami saat itu juga :|

Friday, 13 June 2014

Menuju Jauh ke Belitung


"Papih, Ciah ngidam nii.. Mau ke Belitung."

"Yang bener aja, ngidam ke Belitung."

"Beneran. Dedeknya mau liat laut sama naik-naik ke batu!"

"Git, cariin tiket buat kakak lu. Sekalian sama lu juga. Akhir Mei berangkat ke Belitung."

Percakapan di atas terjadi ketika saya sedang asyik menatap laptop di teras rumah, ditemani secangkir cokelat panas dan rintik hujan. Kakak saya, Ciah, yang baru saja menikah dan langsung 'isi' tiba-tiba ngidam ke Belitung. Suaminya, si Papih, mau tak mau menuruti permintaan istrinya. Sementara saya jadi bingung sendiri. Saya telah memiliki tiket PP Jakarta - Malang karena berencana ke Semeru dengan Imam, Om Pulung dan Dek Danang. Ceritanya nebus hutang karena gagal Lawu. Eh tapi mendadak diajak ke Belitung gratisan. Aku kudu piye?

Jadilah sore itu juga saya memesan tiket penerbangan Jakarta - Tanjung Pandan untuk libur panjang akhir Mei tanpa tahu harus menginap dimana dan akan kemana saja. Saya langsung memberi kabar kepada The Homblo Group bahwa saya gagal ke Semeru. Layaknya ditinggal seorang kekasih tanpa alasan, mereka kecewa kepada saya. Kecewa sedalam-dalamnya. #lho #kokjadicurhat

***

Selasa, 27 Mei 2014

Pagi hari, kami yang tinggal serumah diantar ke bandara oleh Ayah. Tapi di tengah perjalanan, mobil mengeluarkan asap. Entah apa yang rusak. Akhirnya dengan sigap kami bertiga segera memberhentikan taksi yang kebetulan lewat. Saat itu sudah pukul tujuh pagi, dan kami masih di Tol Bekasi Timur. Sementara penerbangan pesawat yang kami pesan yaitu setengah sembilan.

Masih satu setengah jam lagi.

Begitu memasuki jalan tol, kendaraan sudah terlihat merayap. Ada dua truk yang menggelinding ke bahu jalan sehingga menyebabkan kemacetan. Saya menepuk jidat dan membatin, bakalan lama deh ini. Raut cemas menghiasi wajah kami bertiga. Kan nggak asik kalau ketinggalan pesawat dan gagal libur panjang. Sementara tiket Semeru yang keberangkatannya esok hari, sudah saya berikan ke Keyko. Mereka napak tilas ke Semeru tanpa saya :(

Tapi Tuhan berkehendak lain, taksi yang kami tumpangi mampu mencapai Bandara Soetta hanya dalam waktu satu jam. Sesampainya di Terminal 1B, sesosok pria keturunan arab dengan carrier besar yang melekat di punggungnya, berjalan menghampiri saya sambil cengar-cengir. Saya shock. Nauvael juga ke Belitung :|

"Check in-nya barengan aja, biar duduknya sebelahan." Ujar Nauvael. Dasar modus. Pantas saja ia bertanya-tanya saya naik maskapai apa, tanggal berapa, keberangkatan pukul berapa. Ternyata ia tak tega meninggalkan saya sendiri untuk mengawal sepasang suami istri ini.

Sambil menunggu pesawat di boarding room, kami sibuk mengunyah bekal yang sengaja dibawa dari rumah. Sudah lewat setengah sembilan, tapi tak dipanggil-panggil. Ternyata pesawatnya delay dooooong -__- udah buru-buru dari rumah sampai mobil kebakar juga.

"Aku dong, berangkat dari Bandung jam empat pagi naik travel paling pertama." Ujar Nauvael sambil menutup wajahnya dengan jaket. Dan sejurus kemudian, ia tertidur pulas, begitu juga kami bertiga.

Waiting is a boring thing. Satu jam terasa begitu lama sekali. Akhirnya pesawat yang kami tunggu-tunggu tiba dan tak lama kemudian kami dipersilakan naik. Perjalanan menuju Bandara H.AS.Hanandjoeddin hanya memakan waktu satu jam. Andai saja tadi tidak delay, pasti kami sudah sampai dan leyeh-leyeh di penginapan.

Di udara, degradasi warna laut memberikan kesan sejuk di mata saya. Tidak ada barisan gunung seperti yang biasa kita lihat kalau ke Surabaya atau Bali. Tapi, di bawah sana terbentang luas laut biru dan gugusan pulau. Dari sini saya baru percaya bahwa Indonesia terdiri dari ribuan pulau. Iya, Geografi saya payah.


Ciyeee.. honeymoon... Ciyeee...

Sesampainya di tempat tujuan, Tanjung Pandan hujan deras. Nauvael segera mengontak Pak Maulidi yang akan mengantar kami ke penginapan. Tujuan kami Hotel Surya, sebuah penginapan yang berada di kawasan Pecinan dengan budget yang relatif murah. Lokasinya di Pusat Kota, sehingga memudahkan kami ke pasar, ATM, atau warung makan.

Hujan masih mengiringi perjalanan kami menuju penginapan. Kami sempat takjub melihat kondisi jalan yang benar-benar sepi dan tak semrawut. Kata Pak Maulidi, naik kendaraan di Belitung selama satu jam bisa sampai 90 km. Boro-boro di Jakarta, 1 jam paling baru 10 km, belum lagi kalau macet.

Sesampainya di Penginapan, kami langsung dijemput oleh Bang Kiray, seorang pecinta alam dari Belitung yang kebetulan direkomendasikan Keyko untuk menemani kami selama disana. Selepas Dzuhur, Bang Kiray mengajak kami ke Pantai Tanjung Kelayang bersama istri dan teman-temannya. Kami ikut mereka dengan motor sewaan yang disediakan hotel. Jadilah kami berasa anak genk motor yang touring dan menguasai jalanan. #halah

Perjalanan dari pusat kota sampai ke Tanjung Kelayang berkisar 45 menit sampai satu jam. Eh, kayaknya lebih cepat deh. Jalanan yang kami lalui sangat sepi sehingga membebaskan kami untuk kebut-kebutan. Di Tanjung Kelayang, kami disambut dengan tulisan ini...

Menuju Jauh ke Belitong :D
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...