Hanis memandang saya bingung. Ia ragu untuk melanjutkan perjalanan menuju Desa Muara Gembong demi menemukan ujung pesisir Bekasi demi sebuah daratan bernama Pantai Beting. Jalanan berlumpur bekas hujan tadi malam menghadang sepeda motor yang kami tunggangi. Ini adalah lumpur ke-sekian yang akan kami lewati.
"Kita harus lewat mana lagi? Kanan kirinya lumpur juga. Gue takut kepleset!" Ujar Hanis panik. Saya hanya meringis menatap jalanan berlumpur sambil membayangkan apabila saya jatuh, akan sulit mencuci pakaian yang melekat di tubuh saya.
"Bismillah aja." Ujar saya pasrah. Hanis kembali menyalakan sepeda motor dan mengendarainya perlahan, melintasi kubangan lumpur nan licin dengan sangat hati-hati. Saya merasa ada yang ganjil dengan roda depan. Firasat saya tidak enak. Selang beberapa detik, kendali motor mulai oleng dan kami terjerembap ke dalam lumpur hitam.
|
ini habis cuci kaki |
Setelah merasakan sensasi jatuh bangun dan kotor-kotoran naik motor, kami bertemu dengan Bang Samba, warga lokal yang akan mengantar kami ke Pantai Beting. Kami sempat takjub mengamati gayanya mengendarai motor dengan sangat lincah saat melintasi jalanan berlumpur. Sementara kami yang sudah berhati-hati, masih saja jatuh lagi. Tak apalah, kalau kata iklan sabun cuci, berani kotor itu baik.
Bang Samba mengarahkan motornya ke desa paling ujung Muara Gembong, kemudian memarkirnya pada pelataran sebuah rumah. Setelah bercakap-cakap tentang tujuan utama kami ke sana, yaitu ke Pantai Beting, akhirnya sebuah perahu lengkap dengan nelayannya siap mengantar kami ke lokasi tujuan.
Ini adalah kedua kalinya saya berkunjung ke Muara Gembong
sebelumnya pernah saya ceritakan di
sini. Dulu saat ke sini, desa sedang kering dan cuaca sedang terik-teriknya. Sedangkan beberapa hari sebelum saya berkunjung lagi, hujan terus mengguyur desa ini sehingga air laut kembali pasang dan naik ke permukiman warga
serta membuat jalanan yang sebagian besar masih tanah belum diaspal ini, berubah menjadi lumpur yang sukses membuat beberapa korban berjatuhan seperti saya. Beruntunglah, perjalanan kali ini tidak ditemani hujan. Hanya dihiasi langit mendung dan angin sejuk yang memberi kesan sendu.
|
Perahu Nelayan |
Tanpa disangka, dua anak pak nelayan turut serta menaiki perahu yang kami sewa. Mumpung libur sekolah, mau ikut main ke pantai, katanya. Pohon-pohon bakau yang mulai berbuah menemani perjalanan kami menyusuri sungai Citarum yang bermuara ke laut lepas. Kata Bang Samba, buah-buah (bibit) dari pohon bakau ini kalau sudah jatuh dan tertancap ke tanah, kelak akan tumbuh menjadi pohon baru. Keren, ya.