Sunday 5 October 2014

Jangan Bilang Siapa-siapa, Ini Pantai Rahasia!

Ayo main, kak!

"Katanya disini dekat pantai?" Tanya saya sambil memutar badan, menatap ke segala penjuru, sekaligus menajamkan pendengaran akan suara ombak yang samar-samar mengusik telinga.

"Iya, pantainya di sana, Bu Guru! Di belakang Sekolah!" Ujar seorang murid sambil menunjuk jalan setapak menuju pantai. Saya lantas berjalan mengikuti mereka. Menghabiskan senja di sebuah pantai rahasia. 

***

Mereka menyebutnya Pantai saja, istilah lainnya yaitu Pantai Aya. Ada juga yang bilang ini Pantai Cigeulis, karena masih termasuk dalam Kecamatan Cigeulis, Pandeglang. Namun bagi saya, nama bukanlah hal yang penting, karena yang paling penting adalah dengan siapa kesininya. (duarrrr)

Thursday 2 October 2014

Tentang Harapan dari Ujung Pandeglang


Setiap orang pasti punya harapan. Sekecil apapun itu. Walau tahu bahwa harapannya mustahil, walau sadar jika harapannya terlalu jauh untuk digapai. Bahkan seringkali harapan-harapan tersebut dicemooh orang lain. Tapi di dalam hati setiap orang, tentu ada harapan. Dari yang sederhana, hingga yang setinggi langit.

Bagaimana dengan mereka? Adik-adik kecil berseragam pramuka dengan alas kaki seadanya. Masih kah mereka memiliki harapan? Sanggupkah mereka mewujudkan harapan-harapannya?

***

Bermula dari keisengan seorang teman, Mbak Intan, yang mem-forward sebuah twit dari @relawan_kfp. Isinya tentang ajakan menjadi relawan pendidikan di Pandeglang, Banten. Syaratnya sederhana, yaitu blogger aktif atau fotografer. Pendaftaran yang berlangsung singkat itu akhirnya terpilih 10 orang dari 120 pendaftar. Dan saya termasuk salah satu yang beruntung diberi kesempatan jalan-jalan sekaligus mengajar disana. Alhamdulillah, rejeki mahasiswa sholehah.

Jum'at, 19 September 2014 adalah hari keberangkatan yang telah ditunggu-tunggu. Meeting point ditentukan di Terminal Kampung Rambutan, pukul sembilan malam. Namun hingga waktunya tiba, Pak Dosen masih saja berceloteh tentang materi yang diajarnya. Sudah perut lapar, teman-teman juga mulai berisik memburu-burui saya. Untunglah, Hanis siap sedia mengantar saya melintasi kalimalang dengan kecepatan seperti Komeng dan motornya yang selalu terdepan.

Sesampainya di Terminal Kampung Rambutan, saya memperkenalkan diri dan disambut hangat oleh teman-teman lainnya. Saya terharu, betapa mereka begitu sabar menanti saya. Walau saya tahu bahwa penantian mereka berujung pada kekecewaan. Iya, saya ndak bawa makanan apa-apa soalnya. Setelah basa-basi sebentar (sekaligus menunggu saya yang nyusu dulu sampai tuntas), akhirnya kami memulai perjalanan tepat pukul setengah sebelas malam. Bismillah...

Tuesday 15 July 2014

Kedai Ilalang; Markasnya Para Pejalan dan Pecinta Kopi Nusantara


  
Suasana di dalamnya
Untuk warga Jabodetabek, coba sebutkan tempat nongkrong backpacker, traveler, mountainer, coffee lover dan sejenisnya ada dimana aja? Yang saya tahu sih baru ini... Soalnya mereka eksis di twitterland~

1. Warkop_Pendaki, lokasinya di Perum 3, Bekasi
2. Kedai Pendaki, lokasinya di Utan Kayu, Jakarta Timur
3. Kedai Ilalang, lokasinya di Jatiwaringin, perbatasan antara Jakarta Timur dan Bekasi
4. Mungkin ada tempat nongkrong yang lain? Tulis di kolom komentar, ya :)

Untuk Warkop dan Kedai Pendaki, kebetulan saya belum pernah berkunjung kesana. Soalnya saya bukan pendaki, jadi minder sama temen-temen yang lain :( Eh, bohong deng. Karena belum ada yang ngajak kesana aja sih sebenernya. #eaaak

Jadi, kali ini saya cerita sedikit tentang Kedai Ilalang aja, ya!

Berdasarkan hasil gugling barusan, Kedai Ilalang didirikan oleh 3 orang pemuda yang tergabung di komunitas Backpacker Ilalang; yaitu Aryo, Ainul dan Dendy. Lokasinya tidak begitu jauh dari perempatan Pangkalan Jati (ambil ke arah pondok gede) dan berada di deretan ruko minimalis. Dulu, saya sempat kaget loh waktu anak Backpacker Ilalang bikin kedai, padahal mereka masih muda-muda. Masih suka jalan-jalan pula. Tapi udah buka usaha aja. Hebat, ya?

Monday 14 July 2014

Mencari Dingin di At-Ta'awuun


Matahari semakin menyengat saya yang masih terjebak kemacetan di ruas tol halim. Puasa kali ini masih seperti biasanya, terasa begitu berat. Ajakan buka puasa bersama, yang notabenenya malah lebih terkesan buang-buang duit daripada sekedar silaturahim, membuat saya mau tak mau memenuhinya dari minggu ke minggu. Bisa dipastikan setiap sabtu-minggu selama bulan Ramadhan saya tidak berbuka puasa di rumah. Ah, saya rindu menyendiri. Bisakah saya menghilang ke suatu tempat dalam sehari saja untuk berbuka puasa sekaligus sahur di ketinggian sambil dingin-dinginan?

"Ke Gede, yuk! Tektok aja!" Ujar Asti tiba-tiba via whatsapp.

"Gakmau, capek." Jawab saya singkat.

"Aku kangen gunung." Asti memelas.

"Aku juga." Sahut saya. Memang benar, rindu yang paling ribet adalah rindu kepada gunung. Sekalinya benar-benar rindu harus susah payah naik ke puncaknya. "At-Ta'awuun aja, yuk!" Sambung saya kemudian.

"Dimana? Ngapain?"

"Masjid At-Ta'awuun yang di Puncak, di bawah Cibodas. Ya iseng aja. Berangkat siang, numpang buka puasa, numpang tarawih, numpang sahur, subuhan, terus pulang." Jelas saya santai.

"Emang bisa?" Asti meragu.

"Bisa. Aku sering kesana kok. Biasanya kalo kepanasan di Jakarta terus tau-tau naik bus ke Puncak, turun di At-Ta'awuun, numpang shalat doang, kedinginan sambil ngopi bentar terus pulang. Hehe."

"Aku ikut!"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...