Friday 13 June 2014

Menuju Jauh ke Belitung


"Papih, Ciah ngidam nii.. Mau ke Belitung."

"Yang bener aja, ngidam ke Belitung."

"Beneran. Dedeknya mau liat laut sama naik-naik ke batu!"

"Git, cariin tiket buat kakak lu. Sekalian sama lu juga. Akhir Mei berangkat ke Belitung."

Percakapan di atas terjadi ketika saya sedang asyik menatap laptop di teras rumah, ditemani secangkir cokelat panas dan rintik hujan. Kakak saya, Ciah, yang baru saja menikah dan langsung 'isi' tiba-tiba ngidam ke Belitung. Suaminya, si Papih, mau tak mau menuruti permintaan istrinya. Sementara saya jadi bingung sendiri. Saya telah memiliki tiket PP Jakarta - Malang karena berencana ke Semeru dengan Imam, Om Pulung dan Dek Danang. Ceritanya nebus hutang karena gagal Lawu. Eh tapi mendadak diajak ke Belitung gratisan. Aku kudu piye?

Jadilah sore itu juga saya memesan tiket penerbangan Jakarta - Tanjung Pandan untuk libur panjang akhir Mei tanpa tahu harus menginap dimana dan akan kemana saja. Saya langsung memberi kabar kepada The Homblo Group bahwa saya gagal ke Semeru. Layaknya ditinggal seorang kekasih tanpa alasan, mereka kecewa kepada saya. Kecewa sedalam-dalamnya. #lho #kokjadicurhat

***

Selasa, 27 Mei 2014

Pagi hari, kami yang tinggal serumah diantar ke bandara oleh Ayah. Tapi di tengah perjalanan, mobil mengeluarkan asap. Entah apa yang rusak. Akhirnya dengan sigap kami bertiga segera memberhentikan taksi yang kebetulan lewat. Saat itu sudah pukul tujuh pagi, dan kami masih di Tol Bekasi Timur. Sementara penerbangan pesawat yang kami pesan yaitu setengah sembilan.

Masih satu setengah jam lagi.

Begitu memasuki jalan tol, kendaraan sudah terlihat merayap. Ada dua truk yang menggelinding ke bahu jalan sehingga menyebabkan kemacetan. Saya menepuk jidat dan membatin, bakalan lama deh ini. Raut cemas menghiasi wajah kami bertiga. Kan nggak asik kalau ketinggalan pesawat dan gagal libur panjang. Sementara tiket Semeru yang keberangkatannya esok hari, sudah saya berikan ke Keyko. Mereka napak tilas ke Semeru tanpa saya :(

Tapi Tuhan berkehendak lain, taksi yang kami tumpangi mampu mencapai Bandara Soetta hanya dalam waktu satu jam. Sesampainya di Terminal 1B, sesosok pria keturunan arab dengan carrier besar yang melekat di punggungnya, berjalan menghampiri saya sambil cengar-cengir. Saya shock. Nauvael juga ke Belitung :|

"Check in-nya barengan aja, biar duduknya sebelahan." Ujar Nauvael. Dasar modus. Pantas saja ia bertanya-tanya saya naik maskapai apa, tanggal berapa, keberangkatan pukul berapa. Ternyata ia tak tega meninggalkan saya sendiri untuk mengawal sepasang suami istri ini.

Sambil menunggu pesawat di boarding room, kami sibuk mengunyah bekal yang sengaja dibawa dari rumah. Sudah lewat setengah sembilan, tapi tak dipanggil-panggil. Ternyata pesawatnya delay dooooong -__- udah buru-buru dari rumah sampai mobil kebakar juga.

"Aku dong, berangkat dari Bandung jam empat pagi naik travel paling pertama." Ujar Nauvael sambil menutup wajahnya dengan jaket. Dan sejurus kemudian, ia tertidur pulas, begitu juga kami bertiga.

Waiting is a boring thing. Satu jam terasa begitu lama sekali. Akhirnya pesawat yang kami tunggu-tunggu tiba dan tak lama kemudian kami dipersilakan naik. Perjalanan menuju Bandara H.AS.Hanandjoeddin hanya memakan waktu satu jam. Andai saja tadi tidak delay, pasti kami sudah sampai dan leyeh-leyeh di penginapan.

Di udara, degradasi warna laut memberikan kesan sejuk di mata saya. Tidak ada barisan gunung seperti yang biasa kita lihat kalau ke Surabaya atau Bali. Tapi, di bawah sana terbentang luas laut biru dan gugusan pulau. Dari sini saya baru percaya bahwa Indonesia terdiri dari ribuan pulau. Iya, Geografi saya payah.


Ciyeee.. honeymoon... Ciyeee...

Sesampainya di tempat tujuan, Tanjung Pandan hujan deras. Nauvael segera mengontak Pak Maulidi yang akan mengantar kami ke penginapan. Tujuan kami Hotel Surya, sebuah penginapan yang berada di kawasan Pecinan dengan budget yang relatif murah. Lokasinya di Pusat Kota, sehingga memudahkan kami ke pasar, ATM, atau warung makan.

Hujan masih mengiringi perjalanan kami menuju penginapan. Kami sempat takjub melihat kondisi jalan yang benar-benar sepi dan tak semrawut. Kata Pak Maulidi, naik kendaraan di Belitung selama satu jam bisa sampai 90 km. Boro-boro di Jakarta, 1 jam paling baru 10 km, belum lagi kalau macet.

Sesampainya di Penginapan, kami langsung dijemput oleh Bang Kiray, seorang pecinta alam dari Belitung yang kebetulan direkomendasikan Keyko untuk menemani kami selama disana. Selepas Dzuhur, Bang Kiray mengajak kami ke Pantai Tanjung Kelayang bersama istri dan teman-temannya. Kami ikut mereka dengan motor sewaan yang disediakan hotel. Jadilah kami berasa anak genk motor yang touring dan menguasai jalanan. #halah

Perjalanan dari pusat kota sampai ke Tanjung Kelayang berkisar 45 menit sampai satu jam. Eh, kayaknya lebih cepat deh. Jalanan yang kami lalui sangat sepi sehingga membebaskan kami untuk kebut-kebutan. Di Tanjung Kelayang, kami disambut dengan tulisan ini...

Menuju Jauh ke Belitong :D

Saturday 24 May 2014

[BUKU] 7 Divisi - Ayu Welirang

... 7 hari. 7 pribadi. 7 alasan. 7 kemampuan:
7 Divisi ...

Judul : 7 Divisi
Pengarang : Ayu Welirang
Penerbit : Grasindo
Tahun Terbit : Cet. 1; 2014
Tebal Buku : 202 hlm. ; 20 cm
Genre : Fiksi – Petualangan, Misteri
Novel 7 Divisi tulisan Ayu Welirang ini merupakan salah satu pemenang lomba PSA (Publisher Searching for Authors). Awalnya saya mengira bahwa novel ini terinspirasi dari 5 Cm, tentang lima orang sahabat yang mendadak naik gunung. Habis, judulnya sama-sama pakai angka. Covernya juga bergambar gunung dan arah mata angin. Namun saya teringat kalimat, "Don't judge a book from its cover", jadilah saya membeli dan membacanya dengan rekor tiga jam tanpa nafas saja.

Pembuka novel diawali dengan latar belakang masing-masing tokoh, kemudian satu per satu diundang oleh Lembaga misterius untuk melakukan ekspedisi di Gunung Arcawana, Jawa Timur. Mereka adalah Ichsan (Divisi Mountaineering), Gitta (Divisi Climbing), Tom (Divisi Penyeberangan), Ambar (Divisi Survival), Dom (Divisi Navigasi), Bima (Divisi Shelter) dan Salman (Divisi P3K). Kebayang nggak, kalau petualangan pendakian mereka ini safety procedure banget? Berbeda dengan saya dan pendaki kebanyakan (sebut saja Pendaki 5 Cm) yang naik gunung dengan perlengkapan seadanya. Yang penting bisa sampai puncak, foto-foto, haha-hihi, terus pulang. 7 Divisi membuat saya tersadar, semakin mereka terlatih dalam pendakian, justru semakin mementingkan keselamatan jiwa mereka.

Friday 23 May 2014

Tabah Sampai Akhir

"Kak Agit udah sering naik gunung?"

"Ah, nggak. Biasa aja. Kamu?"

"Aku baru pertama kali naik gunung Papandayan. Itupun sempat berantem dulu sama Papa."

"Loh, emang kenapa mau naik gunung? Kan capek."

"Aku terinspirasi sama orang yang kakinya lumpuh tapi berhasil naik gunung Semeru sama Rinjani. Kalimat dia keren, kak. Tabah Sampai Akhir! Masa aku yang masih sempurna gini nggak bisa naik gunung."

"Kamu kenal dia dari mana?"

"Dari artikel di kompas. Pas aku cerita ke Papa, masa papa nggak percaya!"

"Bilang sama Papa kamu, orang itu bener ada. Dia teman kakak, namanya Irfan Ramdhani."

***

Buat saya, Tabah Sampai Akhir tak hanya sekedar kalimat, tapi juga memiliki makna yang cukup dalam. Tabah Sampai Akhir mengingatkan saya bagaimana seorang pegiat alam yang lumpuh akibat kecelakaan, dengan tabah mendaki gunung Rinjani dan Semeru berhari-hari. Hingga menggapai puncak. Hingga menemukan titik akhir dari sebuah perjalanan panjangnya.

Adalah Irfan Ramdhani, seorang teman, mentor, sekaligus sahabat yang mengajarkan saya banyak hal. Dari awal sampai akhir. Dari pendakian hingga dunia tulis menulis. Kami kenal baru setahun, namun sudah banyak ilmu yang ia bagikan secara gratis kepada saya. Ia adalah seorang blogger yang malas menulis di blognya, namun rajin mengisi draft naskahnya untuk dijadikan sebuah buku. Berbanding terbalik dengan saya, yang lebih senang cuap-cuap di blog ketimbang menyelesaikan naskah sendiri.
Kisah mengharukan Irfan Ramdhani yang diceritakan oleh adik seperjalanan saya di atas, bisa dibaca di link ini ~> Lumpuh Tak Halangi Irfan Mendaki Semeru dan Rinjani. Memang benar, ia termasuk orang nekat. Dan kenekatannya bertambah setelah putus cinta. Sabar ya, Bang. *Nahan ketawa*

Sumber: Travel Kompas (doc pribadi Irfan)

Irfan Ramdhani, yang lebih sering saya sebut dengan panggilan Bang Ipan, saat ini sedang sibuk-sibuknya menyelesaikan kuliah yang entah sudah berapa tahun ia jalani. Ia juga sedang berjuang mati-matian demi kesembuhan kakinya dengan segala macam terapi. Disamping itu, ia masih berkutat dengan mimpi-mimpi yang satu per satu mulai terwujud. Menjadi penulis sekaligus pembicara. Terus berjuang, sampai akhir.

Saturday 17 May 2014

Mengenal Sisi Lain Bekasi Lewat Muara Gembong


Ada satu pertanyaan yang paling saya hindari ketika traveling ke suatu tempat dan bertemu dengan orang baru. Yaitu pertanyaan, "Asalnya dari mana, Mbak?"

Bukan saya tak bangga dengan kota yang tertulis di Kartu Tanda Penduduk sekaligus Akta Kelahiran ini. Namun biasanya ketika saya menjawab Kota Bekasi sebagai tempat saya berasal, Si Penanya justru akan bertanya lagi dengan tatapan heran, "Bekasi? Di mana?"

Maka saya akan menghela napas panjang sambil menjawab pelan, "Dekat Jakarta."

Kalau sudah begitu, saya akan menghindari pertanyaan seputar makanan khas Bekasi dan tempat wisatanya. Tetapi, semakin sering saya traveling, semakin sering pula pertanyaan itu terlontar dan mengacak-acak isi kepala. Dua puluh tahun saya tinggal di Bekasi, masa iya tidak tahu apa-apa selain mall dan cluster yang kian marak dibangun dan memadati kota?

Wilayah Bekasi terbagi menjadi dua, yaitu Kota dan Kabupaten. Letaknya di antara Karawang dan Jakarta dengan aliran sungai Kalimalang yang melintang dan menjadi sumber air utama. Bekasi juga dikenal sebagai Kota Patriot karena dulunya merupakan tempat berjuang para patriot pembela tanah air. Mayoritas penduduk Kota Bekasi yaitu Betawi dan Sunda, sementara saya termasuk ke dalam suku Jawa. Maklum, pendatang. Oleh karena itu, jika ditanya apa makanan khas dari Bekasi, sudah tentu saya tidak bisa menjawab apapun. Tapi kalau ditanya tempat wisata di Bekasi? Hmm.. Belum. Saya belum bisa menjawabnya. Bagi saya, Bekasi adalah tempat yang cocok untuk wisata belanja dan kuliner, hal ini dikarenakan banyaknya mall dan rumah makan yang telah/sedang dibangun.

Bekasi juga cocok untuk wisata sabar, karena cuacanya yang panas, sering banjir, macet, sekaligus sebagai tempat pembuangan sampah (iya, Bantargebang masih bagian dari Bekasi). Bekasi juga tidak memiliki Universitas Negeri, padahal wilayahnya lumayan besar dan cukup produktif. Dan yang paling menyedihkan, ketika mencari destinasi wisata Bekasi di website resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (www.indonesia.travel/id) jawabannya seperti ini...

no data that matches with keyword you enter : bekasi

Dear, Pak Menteri.
Jawa Barat tak hanya sekedar Bandung dan Bogor, Pak.
Bekasi juga bagian di dalamnya. 
Walau tak ada destinasi wisata, namun potensi daerah Bekasi cukup tinggi, Pak.
Bagaimana kalau kita eksplor satu saja tempat keren di Bekasi?
Mari kita mulai perjalanan dari bagian Bekasi paling tak terurus.
Paling terpencil, paling tertinggal, paling sulit dijangkau.
Paling sering banjir dan paling ujung.
Muara Gembong.


Menurut wikipedia, Muara Gembong merupakan kecamatan paling ujung di wilayah Kabupaten Bekasi. Lokasinya berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Teluk Jakarta di sebelah barat, Kabupatan Karawang di sebelah timur dan Kecamatan Babelan di sebelah selatan. Membayangkan betapa jauhnya tempat ini sudah membuat kening saya berkerut duluan.

Namun sebagai persembahan tanda cinta kepada kota yang membesarkan saya selama 20 tahun, sekaligus mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seputar Bekasi, saya rela mencari sejarah nenek moyang hingga ke pelosok dan membuktikannya kepada orang-orang bahwa; Bekasi ini indah, kawan.

Thursday 15 May 2014

Pengumuman Pemenang Lomba Kreasi Cover Catatan Layang

Alhamdulillaaah.. Setelah berhasil menjual hampir seratus buku Catatan Layang selama kurang dari dua bulan, akhirnya saya dan @menujujauh berkampanye untuk menggelar Lomba Kreasi Cover Catatan Layang. Kebetulan saya dapat sponsor T-Shirt dari Sudom Cloth, jadi sekalian aja bagi-bagi baju gratis :D

15 Peserta #LombaKreasiCover @CatatanLayang

Keren-keren kaaaannn???!!!

Setelah semedi selama seminggu terakhir, mandi kembang dan ngunyah melati (#halah) akhirnya saya dan admin @menujujauh memutuskan bahwa pemenangnya adalah...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...