Friday, 26 December 2014

Asam Manis 2014

Tahun ini saya merasa hidup berubah begitu cepat. Dari yang awal tahun rutin nulis secala berkala, sampai akhirnya bulan Agustus sampai akhir tahun jadi males-malesan nge-blog. Bukan, bukannya males, tapi kini saya menjadi pekerja nine to five, dilanjut kuliah malam sampai pukul sembilan. Sampai di rumah, langsung tidur gitu aja. Tuh, kan... Jadi curhat.

Asam Manis 2014, kalau diingat-ingat sih, banyakan manisnya. Mari kita flashback cerita-cerita perjalanan saya yang aneh-aneh dan menyenangkan:

1. Januari
    Pergi ke Bandung, ngerayain ulang tahun Nauvael, jajan-jajan mochilok, ke Braga Culinary Night, nongkrong sama BPI Bandung sampai pagi, ke Kineruku. Bisa dibaca di sini dan sini.

2. Februari
   Ceritanya mau silent trip ke Lawu sambil Tahun Baru China, tapi si dodol Imam malah ketinggalan kereta. Sementara semua peralatan masuk ke carrier dia semua. Jadilah kita napak tilas di Solo dan Jogja si Kota Mantan. Dan pulangnya, tertahan di Semarang - Comal gara-gara banjir. Ini perjalanan paling Asem, tapi seru.

3. Maret
    Bulan Maret adalah postingan terbanyak di tahun 2014, tapi sayang isinya iklan semua. Kebetulan saat itu juga buku saya yang bentuknya antologi, resmi rilis di pasaran. Jadi keranjingan promosi disana-sini. Hahaha. Eh tapi ada satu jalan-jalan, deng. Naik gunung sama jerapah! Baca aja di sini.

4. April
  Bulan April ini seluruh Sabtu-Minggunya, saya nggak ada di rumah. Iya, minggu pertama ke Cirebon. Minggu kedua gathering kantor ke Cikole. Minggu ketiga ke Gunung Gede ngawal anak-anak SMA. Minggu keempatnya, saya ke tukang urut. Bulan April juga pertama kalinya saya bawa kamera buat jalan-jalan. Iya, kakak ipar saya punya dslr yang tak kunjung dipakai. Daripada berdebu dan usang, mending dikasih saya, kan?
   Dan inilah jepretan pertama saya yang paling lumayan dan banyak disukai. Pria bersarung di bawah ini, owner rumah sakit tempat saya bekerja, lho.
Panggil saja beliau Abah

5. Mei
   Pertama kalinya saya bikin tulisan tentang kota saya tercinta, Bekasi, untuk diikutsertakan lomba Potensi Daerah. Dan Alhamdulillah tulisan dengan judul Mengenal Sisi Lain Bekasi Lewat Muara Gembong, menang!

Bekasi masih punya sawah, lho.

Saturday, 13 December 2014

Gardens by the Bay di Malam Hari

MRT bergerak perlahan meninggalkan stasiun Chinatown. Suasananya cukup ramai karena bersamaan dengan jam pulang kantor. Saya memilih berdiri sambil menebar pandangan ke seluruh penjuru, betapa MRT ini berbeda jauh dengan Commuter Line. 

Begitu cepat dan tepat waktu. Batin saya ketika MRT berhenti di Stasiun Bayfront. Sambil menjaga anak-anak saya agar tidak ketinggalan rombongan, saya iming-imingi mereka makan sate di Gardens by the Bay. Alhasil mereka terus mengikuti saya yang sesekali jeprat-jepret sambil menatap langit yang sama bentuknya. Langit yang tanpa bintang.

Langit tanpa bintang

Gardens by the Bay merupakan proyek taman dengan luas 100 hektar yang memiliki berbagai jenis tanaman di seluruh dunia. Hebatnya, kaktus di padang pasir hingga pohon-pohon besar bisa tumbuh disini. Letaknya tidak jauh dari Marina Bay Sands Hotel, gedung yang atapnya berbentuk kapal pesiar itu. Tapi sayang, kami tidak sempat mengunjungi tamannya satu per satu. Kami hanya jalan dari ujung ke ujung sambil menikmati lampu-lampu taman yang cocok dinikmati sambil berpegangan tangan dengan pasangan.

*tarik cowok sipit dari Singapore*

*digampar*

Friday, 12 December 2014

Edisi ke Singapore Gratisan


"Git, bikin passpor dooong. Masa hari gini belum punya passpor. Nanti kalo mau keluar negeri, bingung loh!" Celetuk seorang teman yang baru saja pulang plesiran dari luar negeri.

"Ah, gue mah selow. Indonesia aja belum kelar. Nanti gue bikin passpornya kalo dapet kesempatan keluar negeri gratis!" Jawab saya ngasal.

Setahun kemudian...

"Dan yang menjadi perwakilan dari kampus untuk jalan-jalan ke Singapore adalah.... Agita Violy! Bebas transport, konsumsi, penginapan, tinggal bawa badan!"

Kemudian saya bengong.

Bingung.

Belum punya passpor.

***

Jadi gini, saya kuliah di sekolah tinggi bahasa asing yang punya cabang tempat kursus dari Sabang sampai Merauke. Sebut saja namanya IEC, Intensive English Course, yang lambangnya burung hantu. Nah, kebetulan jalan-jalan ke Singapore memang diadakan setiap tahun, dan tahun ini jatahnya Jabodetabek yang berangkat. Seluruh pesertanya adalah anak-anak SD sampai SMA yang kursus di IEC, sementara saya yang kuliah di sekolah tingginya, terpilih menjadi seksi repot sebagai leader team mereka.

Begitu...

Nah, terus... saya kelabakan. Pas pengumuman kepilih ke Singapore, saya baru saja resmi menjadi pengangguran. Baru saja resign dari klinik yang selama ini dengan mudahnya saya tinggal jalan-jalan kemana-mana. Hiks. Pesan moral yang saya dapat dari kejadian ini adalah, jangan asal nyeletuk kalo ngomong. Jadi terkabul, kan, keluar negeri gratisan :'(

Akhirnya, dengan sisa-sisa tabungan, saya bikin passpor, tukar dollar dan berangkat dengan uang seadanya bersama lima puluh orang peserta yang sebagian besar anak-anak, ada juga yang membawa orangtuanya.



Thursday, 20 November 2014

Indahnya Diingat

ini padahal saya ada di depan orangnya -,-
Satu hal yang paling menyebalkan ketika pulang dari bepergian adalah pertanyaan, "Oleh-olehnya mana?" Kadang saya tidak mengerti mana yang beneran minta atau yang hanya iseng bertanya. Tapi ada juga yang beneran minta dan masih sempat-sempatnya bilang pelit ketika tidak dibawakan oleh-oleh. Huh. Memang ngana pikir, beta traveler? Jalan-jalan aja nyari yang gratisan~

Sayang, kebanyakan teman saya selalu berbuat demikian. Katanya, kalau nggak bawa oleh-oleh nggak afdol. Katanya, kalau nggak bawa oleh-oleh nggak ingat temen. Katanya, kalau nggak dibawain oleh-oleh, nggak mau lagi berteman dengan saya. Sampai segitunya? Iya. Tapi Alhamdulillah. Saya malah senang. Teman yang merepotkan, berkurang satu. Padahal belum tentu ketika mereka bepergian juga bawa oleh-oleh.

Bagi saya, oleh-oleh bukanlah sekedar buah tangan atau camilan yang sekali dimakan langsung habis. Bukan juga berupa gantungan kunci atau pin yang kalau dipakai di tas dan dibawa desak-desakan di Commuter Line langsung copot. Kelihatannya malah useless. Saya lebih senang diingat ketika seorang teman bepergian hanya dengan selembar tulisan, foto, atau dikirimi postcard

Sederhana, tapi mengena.

Sunday, 5 October 2014

Jangan Bilang Siapa-siapa, Ini Pantai Rahasia!

Ayo main, kak!

"Katanya disini dekat pantai?" Tanya saya sambil memutar badan, menatap ke segala penjuru, sekaligus menajamkan pendengaran akan suara ombak yang samar-samar mengusik telinga.

"Iya, pantainya di sana, Bu Guru! Di belakang Sekolah!" Ujar seorang murid sambil menunjuk jalan setapak menuju pantai. Saya lantas berjalan mengikuti mereka. Menghabiskan senja di sebuah pantai rahasia. 

***

Mereka menyebutnya Pantai saja, istilah lainnya yaitu Pantai Aya. Ada juga yang bilang ini Pantai Cigeulis, karena masih termasuk dalam Kecamatan Cigeulis, Pandeglang. Namun bagi saya, nama bukanlah hal yang penting, karena yang paling penting adalah dengan siapa kesininya. (duarrrr)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...