Wednesday, 29 January 2014

Antara Bandung dan Buku


Menurutku, Bandung pukul sepuluh pagi itu masih sama seperti Bandung pukul enam pagi. Dingin dan mendung. Rasanya malas bila harus segera pulang dari kota kembang penuh kenangan ini. Namun Nauvel memburu-buruku dengan alasan, "Kita harus ke Kineruku dan Palasari! Jajan buku!!"

Mendengar kata buku, akhirnya aku segera bangun dan bergegas untuk mandi. Mandi dengan guyuran air Bandung yang dingin menusuk tulang. Nauvel sering bercerita tentang Kineruku yang merupakan tempat asik untuk membaca dalam suasana tenang, sementara Palasari yaitu pusat buku murah di Bandung.

Setelah sarapan dengan Lontong Padang, Nauvel mengendarai motornya menuju Jalan Hegarmanah. Aku yang masih terkantuk-kantuk merasakan angin dingin menampar pipi. Kayaknya enak kalo bobo di pundak Opel. Uwuwuwuwu :3

Belum sempat aku tertidur, sampailah kami di Rumah Buku Kineruku; baca, dengar, tonton.



Disini, bisa baca buku sepuasnya dari pagi sampai malam. Bisa juga beli buku, nonton film, nyemil-nyemil kentang sampai ngopi-ngopi. Buku bacaan yang tersedia pun bermacam-macam dari mulai buku sastra, sosiologi, budaya, sejarah, arsitektur, seni, desain, filsafat hingga cerita wayang pun ada. Aku betah. Ditambah lagi suasananya benar-benar berasa sedang berada di rumah.

Aku dan Nauvel memilih sofa di halaman belakang. Nauvel membaca buku Rojak karya Fira Basuki sementara aku memilih Rectoverso milik Dee Lestari. Buku dengan cover berwarna hijau itu menarik perhatianku sejak melangkah masuk ke dalam Kineruku. Aku ingin membaca Firasat, Peluk dan Selamat Ulang Tahun. Entah mengapa. Kadang, kita tak perlu alasan untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan. Dan kadang, pilihan yang terbaik adalah menerima.

Ternyata, surga yang dimiliki Bandung tak hanya ada di Dago Pakar dengan kerlip lampu kota yang membinarkan mata. Disini, aku juga menemukan potongan surga.





"Nanti kapan-kapan kalau kesini lagi kita nonton film, ya. Sekarang baca buku dulu aja sambil bengong." Ujar Nauvel. Sebenarnya aku ini memang bawel dan banyak tingkah. Namun dihadapan Nauvel dan buku-buku sebanyak ini, aku bisa apa? :"

"Rasa hangat ketika kedua tubuh bertemu, rasa lengkap ketika dua jiwa mendekat, rasa rindu yang tuntas ketika kedua pasang mata menatap." - Rectoverso.

Kami menghabiskan waktu disana selama hampir tiga jam. Setelahnya aku merengek agar cepat pulang karena takut kemalaman sampai rumah. Mengingat saat itu Tol Cipularang masih amblas dan pasti akan macet sekali.

Masih ada potongan surga lainnya yang membuatku tak bisa apa-apa selain menunjukkan ekspresi wajah berbinar dan mendesis 'Waaahhh...'. Pernah melihat bagaimana ekspresiku bila melihat pisang? Ya, hal itu akan terjadi ketika aku melihat setumpuk buku.

Selanjutnya Palasari. Entah mengapa Bandung mendadak cerah bahkan bisa dikatakan panas. Padahal menurut Nauvel, hari-hari biasanya hujan lebat disertai suhu ekstrem yang membuat setiap detiknya seperti butuh pelukan. Kali ini lain, Bandung seolah menyambut kehadiranku. Hihihihi :D

Setibanya di Palasari, bayanganku terlempar ke Pusat Buku Pasar Senen. Kios-kios buku berjejeran dari buku bekas sampai buku baru. Nauvel melirikku heran ketika ku putuskan untuk membeli buku Dilema karya Alvi Syahrin. Iya, ia memang bukan penggemar teenlit. Sementara aku membeli buku ini hanya karena penasaran dengan gaya menulis Alvi. Beberapa waktu sebelumnya kami pernah bertemu dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh Gagas Media dan Bukune.


Koridornya sempit sekali hingga badanku yang mungil namun lebar ini kerap kali menyenggol buku-buku yang tidak masuk ke dalam rak atau sekedar hanya ditumpuk di lantai. Setelah membayar dan Nauvel puas melihat-lihat, ia mengantarku ke terminal. Sebelum menaiki bis pulang, hadiah untuknya buru-buru kuserahkan. Coba tebak, aku kasih kado apa? Hihihi.

Selamat memasuki usia ke 23, travel-mate kesayangan.
Semoga kita bisa jalan-jalan lagi dan terus kembangin brand Menuju Jauh ini yaa ~~~\o/




**catatan: Bukannya nggak mau foto sendiri, tapi selama di Bandung aku merasa nggak butuh henfon. Jadi ya dimatiin aja henfonnya :)

Tuesday, 28 January 2014

Bandung itu Kamu



Foto : Pidi-Baiq.tumblr.com

Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah Wilayah belaka, lebih jauh dari itu melibatkan Perasaan, yang bersamaku ketika sunyi. Mungkin saja ada tempat yang lainnya, ketika kuberada di sana, akan tetapi Perasaanku sepenuhnya ada di Bandung, yang bersamaku ketika rindu. - Pidi Baiq.


Sabtu, 25 Januari 2013.

Kereta Argo Parahyangan mulai bergerak perlahan meninggalkan Stasiun Bekasi. Bunyi peluit petugas Stasiun menjerit panjang disambut dengan suara klakson kereta yang memekakkan telinga. Tapi bebunyian se-berisik itu seolah terasa kalah oleh gemuruh yang meletup-letup di dada.

Saturday, 21 December 2013

Milad Bekasi Summiter yang Pertama




Ini diaaa... Wadah dari pecinta alam di Bekasi. Tak hanya berperan aktif dalam pendakian, tapi juga acara amal, sumbangsih, volunteer, kegiatan outdoor dan hal positif lainnya. Memasuki usianya yang pertama, Bekasi Summiter merencanakan untuk merayakannya di Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat.

Hari demi hari, peminat acara ini semakin banyak. Panitia dibikin pusing karena jumlah pesanan T-Shirt yang terus bertambah juga pendataan transportasi dan konsumsi. Sementara saya disini hanyalah tim hore dan terima beres. Padahal saya pun yang belakangan bayar pendaftaran dan tetek-bengeknya. Hahaha maaf ya :)

Keberangkatan dibagi menjadi tiga tempat. Yang pertama dari alun-alun Kota Bekasi, sebanyak tiga puluh orang berangkat dengan menaikki tronton AL. Kemudian yang kedua berangkat dari Kampung Rambutan dengan bus tujuan Garut. Dan yang terakhir berangkat dari Cibitung dengan transportasi seadanya. Tarif kendaraan tentu berbeda, yah silakan dihitung sendiri ya. Atau tanyakan pada Bang Alfian selaku pemegang data keuangan. Hahaha.

Oh, iya! Saya tak akan memperkenalkan anggota Bekasi Summiter satu per satu, ya! Saya ndak rela kalau mereka mendadak tenar gara-gara namanya nongol di blog ini. Hahahaha nggak kok, nggak gitu. Anggota Bekasi Summiter terlalu banyak sehingga nggak akan muat juga. Kalau mau kenal, silakan merapat tiap ada kopdar. Jangan lupa untuk follow twitternya di @B_Summiter atau Join Group Facebooknya di B_Summiter (IG #ChapterBekasi) :)


Jum'at, 15 November 2013

Dalam rintik hujan dan jalanan aspal yang basah, saya berangkat menuju alun-alun Kota Bekasi. Orang yang paling pertama saya temui adalah Bang Idin dan seorang perempuan bernama Shella yang entah siapanya. Coba tebak, itu siapanya Bang Idin hayooo? Yang tebakannya betul, dapet tuh cewek! *dikeplak Bang Idin*


Berteduh

Kami segera berkumpul ke taman yang berada di dalam alun-alun. Sambil menunggu peserta yang lainnya, saya dan Oci menyempatkan diri untuk mengisi perut di nasi kucing terdekat. Panitia terlihat sibuk dan terus berkasak-kusuk. Peserta yang datang terakhir adalah Bang Alfian dan Kak Farah. Ya, begitulah orang jatuh cinta... Semuanya jadi serba lama. *nebar gosip*

Tepat pukul sebelas malam, tim Bekasi berangkat dengan tronton AL. Sementara Tim Kampung Rambutan dan Tim Cibitung saya tak tau kapan berangkatnya. Meeting point ditentukan di sebuah warung di Desa Cisurupan.

Selama di tronton, beberapa dari kami tertidur dengan pulasnya. Sampai tak sadar kepala sendiri jatuh ke pundak atau paha siapa. Hahaha tapi sebagian ada juga yang tak dapat tempat duduk. Kasihan yang tidur sambil berdiri. Kayak ikan teri dibikin pepes.


Sabtu, 16 November 2013

Perjalanan memakan waktu empat jam. Kami baru sampai di warung depan Pom Bensin (sebut saja warung Aa) bertepatan dengan adzan shubuh. Beberapa dari kami segera melaksanakan shalat shubuh. Kemudian dilanjut dengan sarapan dan menunggu Tim Cibitung karena ternyata Tim Kampung Rambutan malah sudah sampai Camp David paling pertama.



Monyet 1 telah sampai lokasi, ganti!


Setelah kenyang makan, minum, ngopi, ngeteh, bersih-bersih, dan seluruh tim berkumpul, kami melanjutkan perjalanan menuju Camp David. Nah dari Desa Cisurupan ini kendaraan umum yang boleh masuk hanya pick-up dan ojek. Tronton yang kami naiki tak boleh lanjut sampai atas. Katanya sih, takut nggak kuat nanjak. Sebagai warga Indonesia yang taat aturan, akhirnya kami sepakat berpindah kedalam dua buah pick-up, dan biaya transport jadi nambah 20ribu. #TolakPickUpMahal !!!


Dek Agit ini sempet-sempetnya pose ^^v

Jalanan menuju Camp David berliku-liku, terus menanjak dan banyak yang berlubang. Mungkin hal ini yang menyebabkan hanya pick-up dan ojek yang boleh naik. Sepanjang perjalanan, badan terasa diguncang-guncang. Perut rasanya seperti dikocok-kocok. Hati terasa di sayat-sayat. Ciiyeee yang punya kenangan di Papandayan. #Oke #OutOfTopic #Abaikan

Saturday, 30 November 2013

Solo Traveling atau Traveling ke Solo? Dua-duanya Bisa!


Hai, Traveler yang budiman :)
Menurut kalian, kota mana sih yang paling berkesan dari segi wisata, sejarah, kuliner dan memiliki kenangan tersendiri? Pasti rata-rata menjawab Yogyakarta dan Bandung! Iya, Yogyakarta dan Bandung memang paling unggul dalam segi wisata, sejarah dan kuliner. Terlebih lagi kedua kota tersebut memiliki kesan romantis sehingga pastinya memiliki kenangan tersendiri bagi teman-teman traveler. Yogyakarta dan Bandung lebih asik bila dijelajahi bersama pasangan, bukan? Kalau Solo traveling cocoknya kemana, yah?

Jangan bingung! Solo juga punya semuanya!
Kadang kita melupakan sebuah kota kecil yang terletak di Provinsi Jawa Tengah ini. Kota yang pernah diperintah oleh Pak Jokowi ini ternyata diam-diam memiliki potensi yang tak kalah hebat dengan Yogyakarta dan Bandung. Slogan Kota Solo sendiri yaitu "Solo : The Spirit Of Java" yang berarti jiwanya Jawa. Serta memiliki semboyan "Berseri" yang merupakan singkatan dari Bersih, Sehat, Rapi dan Indah. Kebayang, kan gimana nyamannya Kota Solo?


Berkas:Solo Collage.jpg
Sumber : Wikipedia


Kota Solo cukup aman untuk Solo Traveling. Akses menuju kesana pun mudah. Bisa dengan menggunakan pesawat, kereta, bus atau kendaraan pribadi. Untuk pesawat, teman-teman traveler bisa mencari penerbangan dengan tujuan Bandara Internasional Adi Sumarmo dengan kode (SOC). Untuk kereta, Kota Solo memiliki tiga stasiun utama yaitu Stasiun Solo Jebres, Stasiun Purwosari dan Stasiun Solo Balapan. Terlebih lagi dengan Bus, jangan takut bila tiba di Terminal Tirtonadi. Tak akan kalian temukan calo' atau preman seperti di kota-kota lainnya. Penduduk Solo yang ramah membuat kota ini semakin nyaman untuk dikunjungi. Sementara, bila datang ke Solo dengan menggunakan kendaraan pribadi pun tak sulit. Letaknya tak begitu jauh dari Yogyakarta. Papan penunjuk jalan juga terpampang dengan jelas. Nggak akan nyasar deh pokoknya! Kalau mau keliling-keliling Solo sendirian tapi tidak punya kendaraan, bisa naik Batik Solo Trans seharga tigaribu rupiah. Atau bila butuh sopir pribadi, Bapak Tukang Becak siap mengantar kemanapun teman-teman traveler pergi.

Tuesday, 26 November 2013

Apa Tujuan dan Alasanmu Naik Gunung?

Mungkin banyak dari teman-teman yang masih bingung, untuk apa tujuan kalian naik gunung? 
Beberapa biasa menjawab seperti ini :
  1. Mensyukuri nikmat Tuhan bahwa Alam Indonesia indah
  2. Menikmati ketinggian
  3. Bermain dengan awan
  4. Melihat pemandangan yang nggak bisa dilihat di kota
  5. Memaknai arti kehidupan yang sebenarnya
  6. Merasakan kesenangan tersendiri ketika sampai puncak
  7. Mengartikan apa itu kebersamaan
  8. Menghilang dari peradaban
  9. Bosan dengan rutinitas
  10. Olahraga
  11. Mencari jodoh
  12. Passion 
  13. Hobi
  14. Lifestyle
  15. Ikut-ikutan
Atau ada tujuan lain dari naik gunung? Silakan diisi di kolom komentar :)

Saya sendiri bingung ketika orang tua bertanya, "Untuk apa naik gunung? Sudah melelahkan, beresiko pula. Bagaimana kalau hilang? Dimakan binatang? Meninggal karena kedinginan?" Saya hanya bungkam dan berteriak dalam batin saya sendiri, bahwa takdir-Nya telah tertulis rapi di Lauhul Mahfudz. Setidaknya, saya selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan apapun.

Mungkin beberapa teman pun menganggap saya aneh atas kegiatan ini. Saya mahfum benar, sebagai anak yang lebih sering menghabiskan waktunya dengan membaca buku berjam-jam atau mengetik sesuatu di laptopnya seharian penuh ternyata diam-diam memiliki hobi naik gunung. Sebetulnya bukan hobi, sih. Namun lebih tepat dikatakan sebagai candu.

Ya, saya kecanduan naik gunung.
Saya ketagihan bagaimana rasanya berada di atas awan, bercengkrama dalam hangatnya kebersamaan, dan lain-lain yang telah saya sebutkan di atas. Saya juga merasa memiliki hutang tiap kali turun gunung dan tak menulisnya ulang di blog ini. Semakin sering saya naik gunung, semakin banyak tulisan yang saya hasilkan.

Berjalanlah keluar, kamu akan memiliki satu sampai dua dongeng saat kembali.

Quote diatas yang selalu meyakinkan saya, bahwa sebuah perjalanan tak akan ada yang sia-sia. Seburuk apapun perjalanan yang kita tempuh, pasti menghasilkan cerita, bukan? Cerita buruk atau menyenangkan, yang penting kita memiliki oleh-oleh, sebuah dongeng.

Dan hal itu pula yang menjadi tujuan sekaligus alasan saya naik gunung...

"Semua ini demi cerita ke anak-cucuku nanti. Bukan hanya cerita Cinderella dan sepatu kacanya, tapi juga aku dan sepatu gunungku."


Saya selalu membayangkan bagaimana anak-cucu saya nanti, dengan mata mereka yang berbinar mendengarkan ibu/neneknya bercerita tentang gunung-gunung yang tinggi, pucuk-pucuk yang tak terjangkau, maut yang begitu dekat, hingga bagaimana memaknai arti hidup sebenarnya. Saya tak pernah mendengar dongeng seperti itu dari orang tua saya sendiri. Saya ingin anak-cucu saya nanti memiliki wawasan yang luas, yang membuat mereka bisa menjalani hidup layaknya orang naik gunung; "Tetap menunduk ketika naik dan tetap tegak ketika turun." Yang memiliki arti seperti ini, kita harus tetap merendah ketika sedang berada di puncak kehidupan, dan berusaha tetap tegar ketika hidup sedang di bawah. Roda benar-benar berputar, bukan?

Jadi, apa tujuan dan alasanmu naik gunung?
Apa tujuan kita sama?
Kayak mereka-mereka ini, tiba-tiba posting foto kayak gini...








:)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...