Saturday, 17 October 2015

Muara Gembong: Keramahan yang Terlupakan

Menatap Muara Gembong
 
Kendaraan roda dua yang kami tunggangi tiba-tiba bergetar keras saat melintasi jalanan berbatu  yang didominasi oleh lumpur mengering. Suara gesekan mesin terasa seperti menjerit-jerit, seakan menyampaikan rasa kesal dan kelelahan atas perjalanan panjang kami yang telah berlangsung selama tiga jam tanpa henti ini. Rekan seperjalanan saya, Hanis, seketika menurunkan kedua kakinya ketika motornya sudah terasa tak beres. Saya segera turun dan menyentuh inci demi inci ban belakang yang terasa memanas karena berbenturan dengan aspal dan jalanan. Tak ada satupun lubang, namun mengapa perjalanan terasa semakin berat?
 
“Rantainya lepas.” Gumam Hanis yang hanya saya jawab dengan helaan napas panjang. Syukurlah, kendaraan kami tidak membutuhkan bengkel karena dirasa akan sulit sekali menemukan bengkel di jalur yang seringkali kami sebut dengan jalur T-Rex ini. Atas pengalamannya memasang rantai sepeda yang sering lepas, keadaan ini tentu tidak menyulitkannya untuk memperbaikki serta melanjutkan perjalanan kembali. Ke tempat di mana kami kerap kali menyepikan diri dari pusat Kota Bekasi.
 
Kembali ke Muara Gembong, motor kami diparkir di halaman Kecamatan yang teduh dengan pepohonan. Ini adalah ke-sekian kalinya saya diajak Hanis ke tempat yang merupakan kawasan pesisir Bekasi. Selalu ada perasaan yang bergejolak ketika kembali ke tempat ini. Seperti harapan yang kami bawa jauh-jauh dari kota, untuk membangun senyum-senyum kecil mereka kembali merekah.
 
Hari di Muara Gembong masih kering. Semakin hari tanahnya terasa seperti habis terkena gempa tektonik sehingga terlihat retak dan benar-benar kerontang. Siang yang panas masih setia menemani saya dan beberapa orang teman tergabung dalam kegiatan Fun Trekking Muara Gembong, yaitu merasakan berjalan kaki dari Kecamatan Muara Gembong hingga kawasan Desa Pantai Bahagia. Trek yang lumayan jauh, terlebih lagi perjalanan kami dari Bekasi saja sudah memakan waktu berjam-jam.
 
Bertepatan dengan adzan dzuhur, rombongan telah sampai di tempat yang akan digunakan untuk bermalam. Peserta kegiatan masih terlihat antusias menunggu kejutan lain dari panitia acara. Sementara saya yang berlabel Tim Hore hanya duduk-duduk di warung terdekat untuk jajan es. Acara selanjutnya yaitu makan siang yang akan dilanjut dengan menanam mangrove. Saya yang malas bermain lumpur akhirnya hanya duduk di pinggiran jembatan bambu sambil mengabadikan momen sore itu.
 
Iya, momen yang susah saya lupakan setiap kali berkunjung kesana. Berada di kawasan pesisir membuat saya semakin terenyuh dalam nuansa keakraban warga dan anak-anak kecil yang dapat memanjakan diri setiap hari untuk bermain bersama keluarga di tepi pantai. Sembari memilah gabah dari beras yang hendak dimasak, atau sekadar menangkap capung berwarna-warni untuk dilepaskan kembali. 
 
Anak-anak bermain layangan turut memberi warna kepada langit Muara Gembong yang biru dan kontras dengan putihnya awan. Dari kejauhan, anak-anak awan terlihat menggantung-gantung di langit seperti kapas-kapas yang beterbangan dan ingin ditangkap, membuat siapapun merasakan teduh bukan kepalang. Saking dekatnya, jaring-jaring yang dilepas nelayan pun seolah sedang menjaring awan.
 
Belum lagi gemerlap bintang-bintang dan hawanya yang sejuk di kala malam. 

Ah, saya nulis apa sih ini. Kok jadi mellow gini.
Iya, semua gara-gara orang di foto ini...
 
Dua Sahabat
Memikul Gerabah
Pak Juragan dan Hasil Panen
Dibonceng Abah
Latihan Marawis
Main di Pantai

Sore itu, saya merasa tertampar saat melihat foto demi foto yang melintas di layar kamera. Senyum dan keramahan yang terlupakan, karena selama ini saya hanya bercerita tentang keindahan alam dan kegiatan saya di Muara Gembong saja, bukan orang-orangnya. Bukan mereka yang menunjukkan kepada saya betapa bahagianya hidup dalam kondisi serba kekurangan.

Begitulah sejatinya perjalanan, untuk memaknai keramahan yang selama ini terlupakan hanya karena kita terlalu fokus mencari keindahan.




Muara Gembong, 13 Juni 2015.

30 comments:

  1. Betul juga ya, kadang kita terlalu fokus akan keindahan alamnya sedangkan orang-orang yang menawarkan keramahan dan lain sebagainya terlupakan begitu saja.

    ReplyDelete
  2. Justru kesederhanaan yang sekarang jadi barang mahal yak :)

    ReplyDelete
  3. Senangnya melihat senyum anak kecil yang begitu polos hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. dan seketika pun rindu jadi anak kecil lagi :')

      Delete
  4. Senyum-senyum yang sepertinya ikhlas tanp beban. Saya jadi rindu suara senandung marawis. Indahnya hidup ini :)

    ReplyDelete
  5. melihat orang2 desa yang tersenyum ,,,, merasakan bahagia itu sederhana .... tidak sekomplek mind set kita2 ..... :)
    btw ... saya pengen main2 ke muara gembong .. ga terlalu jauh ... tapi koq .. belum2 aja kesana ... he he

    ReplyDelete
  6. akhir2 ini gw berjalan jg bukan untuk mencari keindahan git, tpi mencari kebersamaan.. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. bersama siapa maaas? siapaa? pasti cowok lagi. wkwkwk

      Delete
  7. kalimat terakhir nya bener" nyentuh bangettt (y)

    ReplyDelete
  8. ahhh lama gak mampir ke sinid an cerianya selalu dapat... mbak menuju jauhhh makin jauhhh hehe mantap mbak, keramahan yg selama ini kita lupakan karena terlalu silau spot.... hehe

    ReplyDelete
  9. dan saya merindukan es, tempe goreng dan sate ituuu

    ReplyDelete
  10. Aku perna diajakin kesini, jauh yaaa kak #lelah

    ReplyDelete
  11. Kalimat - kalimatnya,,, sungguh menyentuh hati,,, Mungkin tak hanya disini kak, tapi daerah lain pun juga mengalami nasib yang sama, tapi mereka tetep bahagia dalam menjalani hidup.

    ReplyDelete
  12. Sejatinya, kesederhanaan adalah keindahan yang sesungguhnya.

    ReplyDelete
  13. Muara gembong. aku belum pernah kesini, tapi di peta dia ada di pucuk . dan kalau masuk di kerjaan muara gembong cuma terdiri dari 3 polygon atau 3 kelompok daerah. Padahal daerah biasa pada umumnya bisa sampe puluhan polygon hiihi. Kebetulan aku kerja di telkom, dan aku pernah denger daerah ini. Tp ya gitu. Blm pernah kesana.
    Bagus foto fotonya ^^
    Aku terenyuh

    ReplyDelete
  14. Salam Kenal Non Gita,
    tersentuh saya non sama kalimat terkahirnya, saya juga udah dua kali ke muara gembong, nyaman damai..ramah...

    ReplyDelete
  15. muara gombong ternyata masyarakatnya begitu ramah ya,,

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...