Ini diaaa... Wadah dari pecinta alam di Bekasi. Tak hanya berperan aktif dalam pendakian, tapi juga acara amal, sumbangsih, volunteer, kegiatan outdoor dan hal positif lainnya. Memasuki usianya yang pertama, Bekasi Summiter merencanakan untuk merayakannya di Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat.
Hari demi hari, peminat acara ini semakin banyak. Panitia dibikin pusing karena jumlah pesanan T-Shirt yang terus bertambah juga pendataan transportasi dan konsumsi. Sementara saya disini hanyalah tim hore dan terima beres. Padahal saya pun yang belakangan bayar pendaftaran dan tetek-bengeknya. Hahaha maaf ya :)
Keberangkatan dibagi menjadi tiga tempat. Yang pertama dari alun-alun Kota Bekasi, sebanyak tiga puluh orang berangkat dengan menaikki tronton AL. Kemudian yang kedua berangkat dari Kampung Rambutan dengan bus tujuan Garut. Dan yang terakhir berangkat dari Cibitung dengan transportasi seadanya. Tarif kendaraan tentu berbeda, yah silakan dihitung sendiri ya. Atau tanyakan pada Bang Alfian selaku pemegang data keuangan. Hahaha.
Oh, iya! Saya tak akan memperkenalkan anggota Bekasi Summiter satu per satu, ya! Saya ndak rela kalau mereka mendadak tenar gara-gara namanya nongol di blog ini. Hahahaha nggak kok, nggak gitu. Anggota Bekasi Summiter terlalu banyak sehingga nggak akan muat juga. Kalau mau kenal, silakan merapat tiap ada kopdar. Jangan lupa untuk follow twitternya di @B_Summiter atau Join Group Facebooknya di B_Summiter (IG #ChapterBekasi) :)
Jum'at, 15 November 2013
Dalam rintik hujan dan jalanan aspal yang basah, saya berangkat menuju alun-alun Kota Bekasi. Orang yang paling pertama saya temui adalah Bang Idin dan seorang perempuan bernama Shella yang entah siapanya. Coba tebak, itu siapanya Bang Idin hayooo? Yang tebakannya betul, dapet tuh cewek! *dikeplak Bang Idin*
Berteduh |
Kami segera berkumpul ke taman yang berada di dalam alun-alun. Sambil menunggu peserta yang lainnya, saya dan Oci menyempatkan diri untuk mengisi perut di nasi kucing terdekat. Panitia terlihat sibuk dan terus berkasak-kusuk. Peserta yang datang terakhir adalah Bang Alfian dan Kak Farah. Ya, begitulah orang jatuh cinta... Semuanya jadi serba lama. *nebar gosip*
Tepat pukul sebelas malam, tim Bekasi berangkat dengan tronton AL. Sementara Tim Kampung Rambutan dan Tim Cibitung saya tak tau kapan berangkatnya. Meeting point ditentukan di sebuah warung di Desa Cisurupan.
Selama di tronton, beberapa dari kami tertidur dengan pulasnya. Sampai tak sadar kepala sendiri jatuh ke pundak atau paha siapa. Hahaha tapi sebagian ada juga yang tak dapat tempat duduk. Kasihan yang tidur sambil berdiri. Kayak ikan teri dibikin pepes.
Sabtu, 16 November 2013
Perjalanan memakan waktu empat jam. Kami baru sampai di warung depan Pom Bensin (sebut saja warung Aa) bertepatan dengan adzan shubuh. Beberapa dari kami segera melaksanakan shalat shubuh. Kemudian dilanjut dengan sarapan dan menunggu Tim Cibitung karena ternyata Tim Kampung Rambutan malah sudah sampai Camp David paling pertama.
Monyet 1 telah sampai lokasi, ganti! |
Setelah kenyang makan, minum, ngopi, ngeteh, bersih-bersih, dan seluruh tim berkumpul, kami melanjutkan perjalanan menuju Camp David. Nah dari Desa Cisurupan ini kendaraan umum yang boleh masuk hanya pick-up dan ojek. Tronton yang kami naiki tak boleh lanjut sampai atas. Katanya sih, takut nggak kuat nanjak. Sebagai warga Indonesia yang taat aturan, akhirnya kami sepakat berpindah kedalam dua buah pick-up, dan biaya transport jadi nambah 20ribu. #TolakPickUpMahal !!!
Dek Agit ini sempet-sempetnya pose ^^v |
Jalanan menuju Camp David berliku-liku, terus menanjak dan banyak yang berlubang. Mungkin hal ini yang menyebabkan hanya pick-up dan ojek yang boleh naik. Sepanjang perjalanan, badan terasa diguncang-guncang. Perut rasanya seperti dikocok-kocok. Hati terasa di sayat-sayat. Ciiyeee yang punya kenangan di Papandayan. #Oke #OutOfTopic #Abaikan
Setelah kurang dari satu jam, akhirnya kami tiba di Camp David. Bang Isu selaku koordinator Tim Kampung Rambutan menyambut kami. Ia datang bersama kawan-kawannya dari @Ladang_Ilalang. Ia membuka acara dengan meyebutkan susunan Itinerary dan membagikan T-Shirt. Setelah re-packing dan ganti kostum, kami berdoa dalam satu lingkaran, foto bersama, kemudian melangkahkan kaki ke Pondok Saladah.
Beberapa dedengkot telah sampai duluan di Pondok Saladah sehari sebelumnya. Mereka sengaja datang lebih awal dengan tujuan menyiapkan tempat untuk kami. Mengingat akhir-akhir ini tiap week-end di gunung manapun pasti ramai. Dan rombongan kami mencapai lebih dari enam puluh orang. Ramai juga, ya.
Papandayan ini didominasi oleh trek dengan batu-batuan. Dari batu kerikil sampai batu kapur juga ada. Dan saya disini hanyalah butiran debu yang tak tahu arah dan tak tahu jalan pulang. *halah* Iya, ini pendakian pertama saya dengan Bekasi Summiter. Beberapa diantara mereka juga belum saya kenal. Saya hanya berjalan di sebelah Oci sambil ngobrol ngalor-ngidul.
Saya selalu menyukai perjalanan, dengan siapapun itu. Dan melintasi Papandayan untuk kedua kalinya tak pernah membuat saya merasa bosan. Capek dan lelah tentu ada. Di tambah lagi sesak karena bau belerang yang semakin menyengat saja. Papandayan masih sama, masih terdapat kepulan asap dimana-mana. Masih banyak coret-coretan di batu besar-nya. Masih bikin cengar-cengir sendiri tiap liat Hutan Matinya.
Tapi sayang, kami tak diperbolehkan melewati Hutan Mati. Disana telah diberi peringatan bahwa jalur menuju Hutan Mati longsor. Ditambah lagi di dalam sana petunjuknya masih tidak jelas, dan kabut yang sangat tebal membuat penglihatan kami semakin buram. Padahal saya sangat merindukan rasanya kejar-kejaran seperti film India di Hutan Mati. Tapi ndak papa lah, partner India-indiaannya juga ndak ada. Mosok sama Oci??! *guling-guling-di-pasir*
Akhirnya kami mengambil jalan ke kanan, ke arah Lawang Angin. Melintasi aliran air dan pijakan kaki telah berganti tanah.
Akhirnya kami mengambil jalan ke kanan, ke arah Lawang Angin. Melintasi aliran air dan pijakan kaki telah berganti tanah.
Setelah satu setengah jam bejalan, akhirnya kami tiba di Lawang Angin. Lawang Angin di dominasi rerumputan dan pepohonan teduh di sisi-sisinya. Beberapa dari kami break disini dan menyempatkan diri berfoto-foto.
Saya segera melanjutkan perjalanan. Badan saya akan cepat menggigil jika terlalu lama istirahat. Entah kenapa, saya juga heran. Padahal cadangan lemak di tubuh saya sudah banyak. Mungkin doa darimu bisa membantuku sedikit mengahangatkan badan. #eaaaak X))
Nah, dari lawang angin... Jalanan menuju Pondok Saladah telah berganti menjadi hutan!!
Saya kejar-kejaran dengan Oci. Iya, kami paling suka lari-lari di hutan. Dan rasanya ketemu hutan terus lari-larian kayak gini sukses bikin saya kangen jalur Senaru. *mewek megangin pohon*
Gerimis turun perlahan. Oci tertinggal jauh di belakang. Saya terus berlari meninggalkan semua kenangan....
***
Sesampainya di Pondok Seladah, saya dan Oci bengong. Ternyata kami berdua adalah kaum hawa yang pertama kali sampai. Pondok Seladah ramai oleh laki-laki berbaju hitam bertuliskan 1st Anniversary Bekasi Summiter. Mereka sibuk memasang tenda. Saya dan Oci sibuk ngunyah cilok.
Ceritanya lagi mandorin yang pada masang tenda :D |
Kepala seseorang terlihat celingak-celinguk. Seperti mencari sesuatu. Wajahnya legam dan tirus. Rambutnya gondrong. Saya berdiri dari tempat duduk saya. Orang itu menghampiri saya.
"Pea! Lu ngapain kemari?!" Saya menoyornya.
"Iseng aja. Kangen kabut. Di Jakarta nggak ada kabut sih. Hahaha."
Hayoo, tebak dia siapa? Hahahaha.
Yak, betul! Saya ketemu lagi sama Nganga, atau Gaga. Yang punya akun @Kengaga_KRSB . Yang sering nongol di catper-catper sebelumnya. Akhirnya, di antara sekian banyak orang, saya ketemu lagi sama dia. Saya ketemu lagi sama orang yang level pe'a nya setingkat sama saya. Saya merasa tak sendirian seperti tadi.
"Lu baru sampe?" Tanyanya lagi. Saya mengangguk.
"Ada berapa totalnya?"
"Tembus enam puluh orang deh kayaknya. Cewek-ceweknya yang udah sampe juga baru gue sama Oci."
"Halah. Penmas dong?"
"Iya. Semacam itu lah. Niatnya sih dalam rangka ulang tahun pertama. Gabungan juga dari Bekasi Summiter, Eug Belantara, Ilalang, One Way, dan lain-lain.
"Lu dari mana? Hahaha."
"Ya sama kayak elu. Dari Cruiser Pea! Hahahaha.." Kami tertawa bersama. Ya seperti inilah saya dan Nganga. Kami selalu kemana-mana sendiri tanpa embel-embel komunitas. Sehingga Cruiser Pea rasanya cocok melekat pada kami. Cruiser artinya penjelajah, Grup ini dibuat oleh Om Lovie. Nah kalo Pea ya pe'a, bisa juga jadi Pea = Pecinta Alam/Pegiat Alam, bisa juga jadi PA = Pulung Arbi! Hahahaha. Pada gak kenal Om Lovie sama Om Pulung? Kasiyaaaaann~~~
Biasanya ciri-ciri Cruiser Pea yaitu foto dengan pose devil ala #Lovieisme (ala Om Lovie). Di postingan sebelumnya ada kok! wkwkwkwk
Nih, kayak gini nih...
Nah, buat yang bingung kenapa saya suka pose kayak gitu tiap lagi di foto. Itu dia jawabannya :)
Oke, lanjut....
"Lu katanya minggu depan ke Papandayannya? Tau-tau nongol aja."
"Lu dari mana? Hahaha."
"Ya sama kayak elu. Dari Cruiser Pea! Hahahaha.." Kami tertawa bersama. Ya seperti inilah saya dan Nganga. Kami selalu kemana-mana sendiri tanpa embel-embel komunitas. Sehingga Cruiser Pea rasanya cocok melekat pada kami. Cruiser artinya penjelajah, Grup ini dibuat oleh Om Lovie. Nah kalo Pea ya pe'a, bisa juga jadi Pea = Pecinta Alam/Pegiat Alam, bisa juga jadi PA = Pulung Arbi! Hahahaha. Pada gak kenal Om Lovie sama Om Pulung? Kasiyaaaaann~~~
Biasanya ciri-ciri Cruiser Pea yaitu foto dengan pose devil ala #Lovieisme (ala Om Lovie). Di postingan sebelumnya ada kok! wkwkwkwk
Nih, kayak gini nih...
#Lovieisme di camp david |
Nah, buat yang bingung kenapa saya suka pose kayak gitu tiap lagi di foto. Itu dia jawabannya :)
Oke, lanjut....
"Lu katanya minggu depan ke Papandayannya? Tau-tau nongol aja."
"Iya, ini dadakan juga berangkatnya diculik temen gue. Tenda lu yang mana?"
"Summertime-nya Sumar gue bawa, tapi gak tau tuh yang mana."
"Sumar orangnya bersih lu. Jangan sampe bau rokok di tendanya. Gue juga bawa tenda tapi gak gue keluarin. Kalo mau pake ya pake aja. Gue nge-camp disana. Mampir-mampir ye."
"Paling bentar lagi juga gue mampir, Nga. Hahahaha." Kami tertawa dan kembali ke tempat masing-masing.
"Paling bentar lagi juga gue mampir, Nga. Hahahaha." Kami tertawa dan kembali ke tempat masing-masing.
Tak lama Nindy datang, ia partner setenda dengan saya dan Oci. Sampai semuanya telah kebagian tenda, kami bertiga masih belum diberi kepastian tidur dimana. Padahal jelas-jelas saya bawa tenda, summertime pula, tapi malah dipake orang lain. Panitia tega :'(
Yee, salah sendiri gak mau bawa sendiri -_-
Yee, salah sendiri gak mau bawa sendiri -_-
Kebetulan Bang Ridho baik, ia meminjamkan tendanya untuk kami. Sebuah tenda biru. Dihiasi indahnya janur kuning. Aku bertanya, pernikahan siapa... La La Laaa~ *dikeplak*
Sebagai imbalan untuk Bang Ridho yang baik hati, Bang Bubu yang sabar, Bang Kriwil yang nyalain kompor, Om Nunu yang udah semaleman disini duluan, dan Bang Iqbal yang sempet tukeran carrier, siang itu kami masak bakso kuah dan puding cokelat lengkap dengan fla-nya buat dimakan bareng. Nyam :)))
Hari semakin sore, kabut semakin gelap. Oci dan Nindy telah pulas dalam tidurnya masing-masing. Pasti karena kekenyangan makan bakso. Sementara perut saya mulasnya semakin menjadi-jadi. Tanpa babibu, saya segera mengenakan kain dan menghampiri tenda Nganga.
"Ngaaa...."
"Apa?Boker pup? Kebiasaan ketemu gue cuma minta anterin boker pup! Orang mah bawain makanan kek!" Ujar Nganga ngedumel. Ia beranjak dari tendanya dan meraih payung.
"Yaudah nanti gue bawain makanaaaaan. Hahahaha."
"Bener ya? Yaudah yuk disana aja. Bawa tissue basah kan?" Saya mengangguk dan mengikuti langkah Nganga. Kami melintasi teman-teman dari Bekasi Summiter. Mungkin mereka heran saya jalan-jalan sama orang asing. Hahaha.
Setelah menuntaskan tugas mulia, kami kembali ke tenda Nganga. Sebelumnya sempat mengambil beberapa bahan makanan dari dalam tenda saya sendiri. Iya, saya membawa enam puluh liter carrier fullpack yang isinya cuma makanan, daleman dan jaket. Tujuan saya ke Papandayan kali ini memang hanya masak-masak. Sementara Oci tetep keukeuh mau summit ke Tegal Alun.
"Nga, lo ke Tegal Alun?" Tanya saya sambil menceburkan beberapa butir bakso. Sore itu kami mbakso lagi.
"Enggak. Males. Elo mau kesana?" Tanyanya balik.
"Enggak. Paling Oci yang kesana. Nanti gue galau kalo kesana lagi. Hahahaha. Gue mau masak-masak aja di tenda."
"Masak apa lagi lo besok?" Tanyanya antusias.
"Pasta sama ommelete. Mau bikin sup juga. Nyam... Entar malem juga masih tumpengan sama bikin bakso atau sosis bakar. Nyam nyam nyam..."
"Buset. Makan mulu. Carrier lu isinya makanan doang?" Tanyanya kaget.
"Iya, besok pulang-pulang kosong deh. Hahaha."
"Sampahnya jangan lupa."
"Siap, bos! Nih baksonya udah mateng. Bihunnya digabung atau gimana?" Nganga membagikan bakso dan bihun dalam beberapa nesting dan mangkuk. Tak lupa menaburkan bawang goreng sebagai pelengkap. Saya sempat berkenalan dan bercanda dengan teman-teman Nganga yang sekarang sudah saya lupa namanya. Hahaha. Yang saya ingat cuma Mas Albert, pria asal Malang yang namanya sama dengan motor saya.
"Albert."
"Albert kan nama motor Agit, Mas."
"Yaudah nanti saya namain motor saya Agit aja, biar impas."
"..........."
Gerimis telah berganti dengan hujan. Kabut semakin gelap. Langit Papandayan berubah menjadi malam, tanpa senja.
Saya kembali ke tenda sekitar pukul delapan malam. Baru saja berniat mau bikin cemilan, tiba-tiba Nganga datang lagi. Kali ini raut wajahnya terlihat panik.
"Git, bentaran ke tenda gue deh."
"Apaan lagi sih Ngaaa?"
"Temen gue hipo!"
"Duuuh, emang gak ada cewe lagi apaaa?"
"Ya kan lo biasa nanganin beginian, Git!" Saya segera mengambil minyak kayu putih dan peralatan perang. Kemudian mengikuti Nganga berjalan ke tendanya.
Didalam tenda, tergeletak seorang gadis dengan tatapan mata kosong. Badannya kaku. Saya sendiri tak tahu apa yang terjadi padanya.
"Rebusin air, Nga. Bikinin minuman, sisanya masukin botol." Ia tak mau bicara, berbeda dengan kasus sebelumnya.
"Ini kaos kakinya basah. Udah makan?" Tanya saya sambil melepas kaos kaki dan menekan-nekan telapak kakinya dengan minyak penghangat. Ia menggeleng. Teman-temannya menjawab bahwa ia belum makan sama sekali.
"Iiiih, kan tadi udah Agit buatin bakso. Masa gak makan sih?" Saya menjawab dengan gemas. Ia mulai tersenyum. Botol berisi air panas kini di tekan-tekan ke perutnya. Punggungnya juga sudah dibaluri minyak penghangat. Sarung tangan, jaket dan sleepingbag nya telah diganti dengan yang berbahan polar.
Sudah aman.
Saya keluar tenda dan menghampiri Nganga yang sedang membuat puding cokelat.
"Tadi dia abis buang air kecil, terus buang tissuenya disana. Barusan tidur berasa mimpi didatengin penghuninya. Kira-kira gimana? Harus diambil sekarang juga nggak?" Tanya seorang temannya, mewakili.
"Yeeee, siapa suruh buang sampah sembarangan." Saya kesal.
"Lagi haid gak anaknya?" Tanya saya lagi. Temannya tadi menggeleng. Entah memang tidak atau ia tak tau.
"Peringatan aja. Besok-besok jangan lagi. Apa-apa tuh dikantongin gitu lho, kan bisa dibawa pulang. Kalo mau diambil ya besok aja, ini udah malem, pasti juga lupa tadi buang dimana." Ia menurut dan kembali mengurusi temannya.
"Sini, yang jomblo pada di tenda gua!" Teriak Nganga sambil mengangkat nesting. Kami menunggu puding membeku.
"Gue kan gak jomblo, Nga."
"Bodo. Udah, sini gabung. Kita malem mingguan bareng sambil merenungi nasib. Hahaha."
Malam itu saya, nganga, mas albert dan lupa siapa lagi saling curhat dalam sebuah tenda. Sesekali saya melongok keluar, gerimis tak juga reda. Entah tumpengan akan dimulai jam berapa.
"Get, udah mau mulai tuh acaranya." Ujar Oci menghampiri saya. Saya pamit kepada teman malam mingguan saya ini dan berkumpul dengan yang lainnya. Kami membentuk lingkaran kecil dan mengerumuni nasi kuning yang dibentuk kerucut--- sebut saja tumpeng.
Beberapa dari kami sibuk menyalakan lilin yang selalu mati tiap kali angin berhembus. Namun dengan usaha dan kerja keras, akhirnya tercipta moment mengharukan seperti ini.
Bulan pun turut mengintip. Seolah-olah ingin tau apa yang sedang kami lakukan dibawahnya. Bang Billy selaku ketua milad membuka acara ini dengan ucapan syukur dan terimakasih kepada seluruh panitia dan peserta yang turut berpartisipasi. Kemudian menutupnya dengan menyuapi nasi kuning kepada seluruh peserta. Bang Kriwil dan Bang Mastur menjadi tim rusuh.
Entah selanjutnya sesi siapa, saya kembali ke tenda dan beranjak tidur.
***
Hari semakin sore, kabut semakin gelap. Oci dan Nindy telah pulas dalam tidurnya masing-masing. Pasti karena kekenyangan makan bakso. Sementara perut saya mulasnya semakin menjadi-jadi. Tanpa babibu, saya segera mengenakan kain dan menghampiri tenda Nganga.
"Ngaaa...."
"Apa?
"Yaudah nanti gue bawain makanaaaaan. Hahahaha."
"Bener ya? Yaudah yuk disana aja. Bawa tissue basah kan?" Saya mengangguk dan mengikuti langkah Nganga. Kami melintasi teman-teman dari Bekasi Summiter. Mungkin mereka heran saya jalan-jalan sama orang asing. Hahaha.
Setelah menuntaskan tugas mulia, kami kembali ke tenda Nganga. Sebelumnya sempat mengambil beberapa bahan makanan dari dalam tenda saya sendiri. Iya, saya membawa enam puluh liter carrier fullpack yang isinya cuma makanan, daleman dan jaket. Tujuan saya ke Papandayan kali ini memang hanya masak-masak. Sementara Oci tetep keukeuh mau summit ke Tegal Alun.
"Nga, lo ke Tegal Alun?" Tanya saya sambil menceburkan beberapa butir bakso. Sore itu kami mbakso lagi.
"Enggak. Males. Elo mau kesana?" Tanyanya balik.
"Enggak. Paling Oci yang kesana. Nanti gue galau kalo kesana lagi. Hahahaha. Gue mau masak-masak aja di tenda."
"Masak apa lagi lo besok?" Tanyanya antusias.
"Pasta sama ommelete. Mau bikin sup juga. Nyam... Entar malem juga masih tumpengan sama bikin bakso atau sosis bakar. Nyam nyam nyam..."
"Buset. Makan mulu. Carrier lu isinya makanan doang?" Tanyanya kaget.
"Iya, besok pulang-pulang kosong deh. Hahaha."
"Sampahnya jangan lupa."
"Siap, bos! Nih baksonya udah mateng. Bihunnya digabung atau gimana?" Nganga membagikan bakso dan bihun dalam beberapa nesting dan mangkuk. Tak lupa menaburkan bawang goreng sebagai pelengkap. Saya sempat berkenalan dan bercanda dengan teman-teman Nganga yang sekarang sudah saya lupa namanya. Hahaha. Yang saya ingat cuma Mas Albert, pria asal Malang yang namanya sama dengan motor saya.
"Albert."
"Albert kan nama motor Agit, Mas."
"Yaudah nanti saya namain motor saya Agit aja, biar impas."
"..........."
Gerimis telah berganti dengan hujan. Kabut semakin gelap. Langit Papandayan berubah menjadi malam, tanpa senja.
***
Saya kembali ke tenda sekitar pukul delapan malam. Baru saja berniat mau bikin cemilan, tiba-tiba Nganga datang lagi. Kali ini raut wajahnya terlihat panik.
"Git, bentaran ke tenda gue deh."
"Apaan lagi sih Ngaaa?"
"Temen gue hipo!"
"Duuuh, emang gak ada cewe lagi apaaa?"
"Ya kan lo biasa nanganin beginian, Git!" Saya segera mengambil minyak kayu putih dan peralatan perang. Kemudian mengikuti Nganga berjalan ke tendanya.
Didalam tenda, tergeletak seorang gadis dengan tatapan mata kosong. Badannya kaku. Saya sendiri tak tahu apa yang terjadi padanya.
"Rebusin air, Nga. Bikinin minuman, sisanya masukin botol." Ia tak mau bicara, berbeda dengan kasus sebelumnya.
"Ini kaos kakinya basah. Udah makan?" Tanya saya sambil melepas kaos kaki dan menekan-nekan telapak kakinya dengan minyak penghangat. Ia menggeleng. Teman-temannya menjawab bahwa ia belum makan sama sekali.
"Iiiih, kan tadi udah Agit buatin bakso. Masa gak makan sih?" Saya menjawab dengan gemas. Ia mulai tersenyum. Botol berisi air panas kini di tekan-tekan ke perutnya. Punggungnya juga sudah dibaluri minyak penghangat. Sarung tangan, jaket dan sleepingbag nya telah diganti dengan yang berbahan polar.
Sudah aman.
Saya keluar tenda dan menghampiri Nganga yang sedang membuat puding cokelat.
"Tadi dia abis buang air kecil, terus buang tissuenya disana. Barusan tidur berasa mimpi didatengin penghuninya. Kira-kira gimana? Harus diambil sekarang juga nggak?" Tanya seorang temannya, mewakili.
"Yeeee, siapa suruh buang sampah sembarangan." Saya kesal.
"Lagi haid gak anaknya?" Tanya saya lagi. Temannya tadi menggeleng. Entah memang tidak atau ia tak tau.
"Peringatan aja. Besok-besok jangan lagi. Apa-apa tuh dikantongin gitu lho, kan bisa dibawa pulang. Kalo mau diambil ya besok aja, ini udah malem, pasti juga lupa tadi buang dimana." Ia menurut dan kembali mengurusi temannya.
"Sini, yang jomblo pada di tenda gua!" Teriak Nganga sambil mengangkat nesting. Kami menunggu puding membeku.
"Gue kan gak jomblo, Nga."
"Bodo. Udah, sini gabung. Kita malem mingguan bareng sambil merenungi nasib. Hahaha."
Malam itu saya, nganga, mas albert dan lupa siapa lagi saling curhat dalam sebuah tenda. Sesekali saya melongok keluar, gerimis tak juga reda. Entah tumpengan akan dimulai jam berapa.
***
"Get, udah mau mulai tuh acaranya." Ujar Oci menghampiri saya. Saya pamit kepada teman malam mingguan saya ini dan berkumpul dengan yang lainnya. Kami membentuk lingkaran kecil dan mengerumuni nasi kuning yang dibentuk kerucut--- sebut saja tumpeng.
Beberapa dari kami sibuk menyalakan lilin yang selalu mati tiap kali angin berhembus. Namun dengan usaha dan kerja keras, akhirnya tercipta moment mengharukan seperti ini.
Kamilah kebersamaan itu
Bulan pun turut mengintip. Seolah-olah ingin tau apa yang sedang kami lakukan dibawahnya. Bang Billy selaku ketua milad membuka acara ini dengan ucapan syukur dan terimakasih kepada seluruh panitia dan peserta yang turut berpartisipasi. Kemudian menutupnya dengan menyuapi nasi kuning kepada seluruh peserta. Bang Kriwil dan Bang Mastur menjadi tim rusuh.
Kami melanjutkan makan-makan di tenda masing-masing. Saya, Oci dan Nindy iseng membuat cream soup jagung dan bakso bakar. Om Nunu bolak-balik menghampiri tenda kami. Entah maksudnya apa, coba tolong Om Nu, dijelaskan maksudnya :3
Hari semakin malam, beberapa di antara kami melanjutkan tidur. Namun lagi-lagi Om Nunu memanggil saya dari luar tenda.
"Dek Agiiit.."
"Daleeemmm.."
"Keluar sebentar deh, ada yang penting nih."
Sebagai anak kecil yang paling muda diantara peserta lainnya, saya nurut. Saya mengikuti langkah Om Nunu menuju kerumunan. Di hadapan Bang Isu dan Bang Iqbal, saya dipersilakan duduk.
"Jadi begini, tadi kan si Komar nyuruh gue manggil Dek Agit. Nah sekarang Dek Agitnya udah ada disini. Tolong dijelaskan.." Ujar Bang Isu membuka topik pembicaraan. Ya, nama lain dari Bang Iqbal adalah Komar.
"Apaan sih! Orang gak ada apa-apaan." Bang Iqbal sewot.
"Waktu itu kan lu ke Rinjani bawa nama Dek Agit, nah itu maksudnya apa?" Tanya Bang Isu lagi. Urat leher Bang Iqbal terlihat mencuat keluar.
"Ya kan si Agit mau ke Rinjani juga. Jadi gue nyemangatin dia biar cepet nyusul"
"Ciyeeeeeeeeeeeeee....."
"Bener, Dek Agit? Begitu?" Bang Isu sebagai jubir, mengklarifikasi.
"Ya, gitu. Agit minta oleh-oleh namanya disebut di Anjani, biar cepet nyusul."
"Ciyeeeeeeeeeeeeee..." Penonton mulai berisik.
"Terus gue mau klarifikasi, sebenernya kalian ini gimana?"
"............." hening.
"Mulai dari lo deh, Bal. Lo ke Agit gimana?" Glek. Saya mulai mengerti arah pembicaraannya kemana. Diam-diam, di dalam tenda sana, ternyata Nindy dan Oci tidak tidur. Mereka berdua memasang pendengaran tajam-tajam. Sial. Tau gitu tadi pura-pura tidur aja di dalam tenda.
"Gak gimana-gimana. Biasa aja. Ya kan ya Git ya?" Bang Iqbal meminta persetujuan kepada saya. Saya masih cengengesan.
"Lo nganggep Agit apa?" Bang Isu mancing-mancing. Saya menyoroti mukanya dengan headlamp. Mata saya melotot ke arahnya.
"Yaaa... Gue nganggep Agit... Adek!!"
Oh...
"Nah, kan jadi jelas. Soalnya yang mau deketin Dek Agit gak cuma lo doang nih Bal. Udah banyak yang ngantri di tikungan." Lanjut Bang Isu kemudian.
"Agit sendiri gimana?"
"Biasa aja." Saya tersenyum getir. Mengingat seseorang yang jauh disana, yang sedang menunggu kabar saya ketika pulang nanti. Aku masih setia...
"Oke, pintu tikungan dibukaaa..." Celetuk seseorang. Saya menghela napas panjang.
Sesi selanjutnya adalah Bang Alfian dengan Farah...
"Ian, sini lo!" Bang Alfian hendak kabur, namun ia berhasil diseret-seret oleh Abang-abangan. Hahaha. Ia duduk di sebelah Bang Isu. Ternyata Bang Isu ini memang provokator.
"Jadi gini ceritanya, kan kita semua tau nih kalo lo deket sama Farah. Berangkat ke Papandayan sama Farah. Terus waktu itu juga pernah bilang gue seneng deh kalo disuruh evak Farah. Eaaaaak" Ujar Bang Isu membuka pembicaraan.
"Bohoooong! Bohong itu Far jangan percaya!" Bang Alfian gemetar memegang gagang cangkir. Menyeruput minuman didalam cangkir dan menghisap rokoknya secara bergantian. Sementara Farah hanya menunduk sambil mesam-mesem.
"Dari Farah dulu deh gimana ke Ian?" Pancing Bang Isu. Farah tak bergeming.
"Aaaaah, Farahnya diem aja. Lo gimana Ian? Ngaku lo! Ada perasaan gak ke Farah?"
"Iya, Bang. Tikungan ngantri, nih." Timpal yang lainnya.
"Ada perasaan nggak?"
"Nggak." Jawab Bang Alfian mantap.
"Yaaaahhh... Tuh kan Farahnya sediiiiih..." Saya menatap wajah Farah, lama. Wajah seorang wanita dewasa yang begitu teduh. Sosoknya pendiam dan ramah. Ia tak menunjukkan raut kecewa ataupun sedih. Entahlah, perasaan manusia tak ada yang tau.
"Oke, tikungan resmi dibuka!"
Entah selanjutnya sesi siapa, saya kembali ke tenda dan beranjak tidur.
Minggu, 17 November 2013
Papandayan dingin! Entah tendanya Bang Ridho yang rembes atau kulit saya yang makin tipis. Tapi baru kali itu saya kedingininan di gunung. Semaleman saya tidur ndusel-ndusel Nindy sampai jam lima pagi, beberapa orang yang hendak summit mulai berisik.
"Ci, summit tuh. Siap-siap gih." Ujar saya membangunkan Oci.
"Keluarin isi ransel lu. Masukin ini aja." Saya menyerahkan biskuit, sebotol minuman dan headlamp. Ia nurut.
"Jangan lupa raincoat. Kalo nggak kuat anginnya pake raincoat aja. Rain cover juga. Takut hujan." Dengan cekatan, Oci memasukkan segala yang ku sebut dalam sebuah ransel.
"Spidol sama kertas udah masuk?"
"Udah, Get. Tapi gue belum shalat." Oci resah.
"Shalat di atas aja. Udah pada mau berangkat tuh. Atau di jalur juga gak papa. Yang penting aurat lu ketutup semua. Gak usah takut kotor, tanah kan suci. Ati-ati. Jangan misah rombongan. Jalurnya jelas kok. Jalur setapak gitu, Tanjakan Mamang. Ati-ati, ya. Madu jangan lupa. Sori gue gak nemenin." Saya ngoceh sambil menguap. Oci membuka resleting tenda dan mengucap salam.
Seorang sahabat sedang berjuang.
Saya kembali memeluk Nindy sampai hari terang.
***
Sampai jam delapan pagi, Oci belum juga datang. Padahal sudah tiga jam ia pergi. Saya mulai resah, terlebih lagi bekal yang saya berikan hanya sedikit. Ia juga belum sarapan.
Saya memasak sarapan dengan resah.
"Kita masak apa lagi nih, Git? Gila gue baru ini naik gunung kerjanya masak sama makan doang. Asik lo, Git! Hahahaha." Ujar Nindy sambil memotong sosis.
"Pagi ini kita masak makaroni pasta buat sarapan, sop-sopan sama ommelete buat makan siang sebelum jalan. Berarti mesti masak nasi juga." Ujar saya. Dengan cekatan kami membuat itu semua.
Tenda kami ramai pengunjung. Orang-orang silih berganti membawa piring dan mangkoknya ke tenda kami. Saya yang hanya memasak saja sudah merasa kenyang melihatnya. Terlebih lagi masih resah akan keberadaan Oci karena menurut Bang Isu, pagi itu tak ada yang summit. Jadi Oci sama siapa dong? :|
Tak lama keresahan saya terjawab, Oci pulang dengan wajah riang. Setelah memberinya sarapan, kami bersiap-siap senam pagi.
Sebelum senam pagi dimulai, panitia memberikan games. Kami membentuk sebuah lingkaran besar. Farah berdiri di tengah-tengah lingkaran yang kami buat.
"Jadi gini aturannya, kita bakal bikin permainan pakai sarung. Nanti sarungnya harus di-oper ke temen sebelahnya tapi tangan kalian nggak boleh lepas. Kalau lepas, ada hukumannya. Kalau musiknya berhenti di yang megang sarung, juga kena hukuman. Jadi harus cepet-cepetan. Nah hukumannya ada dua, kasih dia tantangan atau kasih pertanyaan! Ngerti kan semuanya?" Peserta mengangguk-angguk paham. Bang Kriwil menyetel MP3 Playernya keras-keras dengan lagu dangdut. Para peserta antusias mengoper sarung dengan cepat.
Deg-degan juga ternyata :| |
Kloter pertama, musik dangdut berhenti tepat di Kakak Mifta. Kemudian yang kedua jatuh di... siapa namanya? Saya lupa namanya. Panggil saja ia Adiknya Kardus.
Mereka berdua berdiri di tengah lingkaran. Kakak Mifta diberi hukuman menjawab pertanyaan;
"Dulu, Bang Isu gimana nembaknya???" Celetuk seseorang. Wajah Kak Mifta merah padam. Bang Isu mengepalkan tangan ke arah si pe-nanya.
"Ayoooo jawaaaabb!!!" Teriak yang lainnya.
"Dulu, waktu di Ranu Kumbolo. Tau-tau dia nembak..."
"Eaaaakkkk..."
Yang mau tau cerita mereka jadian klik aja >> disini :)
Nah giliran Adiknya Kardus, dia dikasih hukuman Joget Caesar. Musik mengalun di udara, kami mengikuti gerakannya yang ngawur kesana kemari. Orang ini lucu. Mulutnya nggak mau mingkem, giginya nyengir terus. Dan pedenya kelewatan.
Hahahahahahahahaha.
INIH!! INI DIA ORANGNYA!!! HAHAHAHAHA |
"Okeee.. Dua-duanya udah dikasih hukuman. Jadi sekarang, yang dapet tepuk tangan paling banyak, dia pemenangnya!" Ujar Farah menutup acara. Adiknya Kardus mendapat tepuk tangan paling banyak. Hadiah berupa buff diberikan padanya.
Sesi selanjutnya adalah senam. Instruktur senamnya dikocok agar adil, namun sial tak dapat ditepis. Bang Kriwil sukses menjadi instruktur senam dari enam puluh orang di Pondok Saladah. Hahaha sukuuuuur!
Kolaborasi Bang Pure dan Bang Kriwil |
"Oke senamnya udah selesai.. Sekarang boleh persiapan pulang. Kita punya hadiah berupa daypack buat peserta yang bawa turun sampah terbanyak!!!"
Kami bergegas. Beberapa peserta sengaja meminta sampah tetangganya demi mendapat daypack. Akhirnya setelah dua hari bersama, sudah saatnya kami kembali pulang dan bersiap menghadapi kenyataan esok hari.
Tim Cibitung yang pertama pamit pulang duluan, Rombongan Nganga juga sudah pamit pulang. Bang Kriwil dan beberapa orang lainnya memutuskan untuk stay disana sampai esok hari. Saya berdiri sedih menatap Pondok Saladah yang berkabut.
Kapan kita kemana lagi? :')
Terimakasih, Bekasi Summiter :) |
Penulis minta maaf kalau ada kata-kata yang bikin sakit hati atau nggak ngenakin. Maaf ya, cerita ini diambil dari sudut pandang saya pribadi. Buat nama-nama yang nggak kesebut, next trip harus deket-deket Agit ya! Hahaha :)
Terimakasih buat temen-temen yang udah ngeluangin waktunya buat mbaca ini.
Makasih juga buat semua yang turut berpartisipasi.
Makasih buat tim dokumentasi dan foto-fotonya, keren!
Buat panitia, terimakasih telah berlelah-lelahan menyiapkan kesenangan untuk kami.
Happy 1st Anniversary, Bekasi Summiter!
#SaveEarth
#SelamatkanTempatBermainKami
#GunungBukanTempatSampah
#TolakPickUpMahal!!!!!
Semoga tulisan ini bermanfaat!
Salam,
asik betul ceritanya....panjang tapi asikk..
ReplyDeleteterasa betul kekeluargaannya...
sya juga tinggal di bekasi mbak :)
salam
makasih :))
Deletehahahahaha gue berasa di papandayan lagi pas baca blog lo :D
ReplyDeletehahaha thank's ndoy :)))
DeleteAda fotonya,ga ada namanyaa.. Btw tenang" oci aman summit bareng gue,hhahah
ReplyDeletehahaha makasi oci gedeeeeee :p
Deletemau polbek dari agit pokonya hahaha
ReplyDeletesudaaaah. wkwkwk
DeleteBagi yang punya usaha kuliner dan membutuhkan tray makanan untuk keperluan kelancaran usahanya bisa coba pake tray makanan Greenpack. Klik di sini http://www.greenpack.co.id/
ReplyDelete