Selepas menunaikan ibadah subuh yang kesiangan, saya melahap sarapan milik Nauvel yang tersedia di atas meja.
"Ih, emang kamu nggak dapet sarapan?" Tanya Nauvel protes.
"Nggak tau." Jawab saya sambil mengupas kulit telur rebus.
"Iiiih, sarapan aku." Nauvel merengek. Saya cekikikan. Kemudian mengajaknya berkeliling, sekaligus membeli spirtus dan minyak goreng yang lupa saya bawa dari rumah. Ciah dan Papih belum bangun sehingga kami tidak mengajaknya.
Beruntunglah kami mendapatkan penginapan yang berada di pusat kota, hanya perlu berjalan kaki lima menit untuk bisa sampai ke pasar.
"Suara burungnya kok semaleman ya? Asalnya dari mana, sih?" Tanya saya bingung karena suara cicit cuit khas burung walet terdengar banyak sekali dan tak henti-henti.
"Kayaknya ada yang melihara, deh." Jawab Nauvel sok tahu.
"Terus burungnya nggak bobo gitu semaleman cicit cuit aja?" Tanya saya lagi. Nauvel hanya mengangkat bahu, menyerah untuk menjawab pertanyaan ngawur saya. Kemudian ia berlari-lari kecil menuju gapura Pasar Ikan.
|
Pasar Ikan Gang Kim Ting |
Pasar Ikan bernuansa Pecinan ini sama seperti pasar-pasar pada umunya. Tak hanya ikan yang dijual, ada juga yang jualan buah, bumbu dapur, perabotan memasak sampai tukang sandal. Saya pribadi menyempatkan diri beli sendal jepit karena khawatir sendal jepit yang saya gunakan sebentar lagi putus :|
Kebanyakan penjual dan pembelinya yaitu Cina Melayu. Beberapa saya temukan logat Jawa mewarnai percakapan di pasar. Oh, iya... Kalau biasanya saya akan pusing berlama-lama di pasar karena banyak lalat dan bau sampah, kali ini lain cerita. Ikan yang dijual di pasar ini segar-segar sekali! Seperti baru ditangkap dari laut. Lalat dan sampah busuk pun jarang. Ikan kecil-kecil sampai yang besarnya se-balita juga ada. Ikannya juga tidak amis, tapi segar!
|
ada lalatnya nggak? mana coba? |
"Eh, itu ada warung kopi. Mau ngopi?" Tawar Nauvel. Saya hanya mengangguk setuju. Kami memesan dua gelas kopi susu. Sang penjual dengan cekatan menuang kopi tubruk yang sudah direbus ke dalam gelas dengan disaring terlebih dahulu. Sekilas penampakannya sama seperti kopi pada umumnya, tapi rasanya... kemanisan! Iya, padahal takaran kopi dan susunya sudah pas. Pahitnya kopi benar-benar sedap di lidah. Tapi kok ya kenapa si bapaknya malah nambahin gula... Kan sudah pakai susu :(
|
Cinta dalam Gelas |
Ngopi. Adalah budaya masyarakat Belitung terutama yang asli Melayu. Mereka bisa menghabiskan hari-harinya di warung kopi sambil bermain catur. Itu sih Melayu edisi lampau. Awalnya saya kira itu hanya ada di buku Andrea Hirata, tapi setelah ditanya ke Bang Kiray, ternyata benar begitu adanya.
Setelah ngopi-ngopi selesai, kami lanjut mencari minyak goreng, saos botol dan spirtus. Iya, mau kemanapun destinasinya, saya tetap membawa kompor dan nesting untuk memasak. Sementara itu, Nauvel pun membawa tenda dan matras. Dia mah udah ketauan, kalau ongkos buat bayar penginapan kurang, kan bisa lanjut bangun tenda dimana aja. Muahahaha X)) *dikeplak Nauvel*
"Pak, saos ABC satu botol."
"Iiiih, kenapa nggak Nasional aja!" Potong saya sambil mengangkat botol saos bermerek Nasional.
"Iiiiih, enakan ABC!" Nauvel nggak mau kalah.
"Iiiiiiih, tapi Nasional dapet gelaaaas!" Jiwa emak-emak saya keluar. Penjual hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan kami berdua.
"Terus gimana bawa gelasnya coba? Beling gitu!" Nauvel ngedumel. Saya garuk-garuk kepala.
Iya juga, sih. Akhirnya saya pasrah dan mengiyakannya.
Setelah semua yang dibutuhkan lengkap, kami kembali ke penginapan dan berkemas. Saat berjalan, saya merasa ada batu kecil
nunclep ke kaki. Ternyata itu pecahan karang yang bersemayam di telapak kaki saya dari kemarin sore karena main di pantai tanpa beralas kaki. Jadilah si Nauvel mengoperasi kaki saya dengan bantuan jarum, korek dan gunting kuku. Serius deh,
nyeuri :(
Ciah dan Papih sudah bangun. Mereka ikut saja dengan rencana kami hari ini. Nauvel memberi usul agar perjalanan hari ini ke Belitung Timur dengan menyewa mobil saja karena cuaca tidak bisa ditebak. Kadang hujan, kadang cerah. Lagi-lagi Pak Maulidi yang menjadi andalan kami. Bang Kiray juga ikut sebagai
tour guide kami.
Sambil menunggu kedatangan Pak Maulidi dan Bang Kiray, saya bertindak semena-mena di kamar. Iya, yang dijadikan
basecamp penitipan barang-barang ada di kamar saya. Sementara kamar Nauvel bersih dan kosong. Kalau kamar Ciah dan Papih, yaaa tau sendiri lah yang lagi hanimun :))
|
Masak-masak untuk bekal ke Belitung Timur ~~~\o/ |
Mungkin kalau yang punya hotel tau apa yang kami lakukan di salah satu kamar, ia akan mengusir kami saat itu juga :|