Tepat dua tahun kurang sebulan aku tak berkunjung ke sini, Jogjakarta, sebuah kota penuh cinta yang memiliki banyak kenangan di tiap sudutnya. Jogja tak pernah berubah, ia tetap ramah walaupun keasliannya hampir punah karena gedung-gedung dan flyover yang dibangun semena-mena. Perjalanan ke Jogja kali ini aku tak sendiri. Tujuanku kesini bukan untuk bertemu dengan masa lalu yang sudah pergi, bukan juga untuk mengenang setiap tempat di kota mistis nan romantis ini. Aku hanya ingin bersilaturahmi, sebut saja reuni.
Merbabu, sebuah gunung yang berdiri megah di kawasan Jogja - Magelang kami pilih untuk mengobati rindu. Perpaduan antara kawan-kawan dari Semeru dan Rinjani tumpah disini, ditambah dengan beberapa teman lagi. Jumlah keseluruhannya lebih dari dua puluh orang sehingga tak memungkinkan bila ku perkenalkan satu per satu. Lagi pula, di catper-catper sebelumnya kan udah di kenalin. Dan sangat di sarankan sebelum baca Catper Merbabu ini, kalian baca catper Semeru dan Rinjani ya, biar gak bingung :)
Ini catper Semeru >>> Memorable Trekking Semeru - The Series
Ini catper Rinjani >>> Rinjani Mountain 2013 - The Series
*tetep promo* *pasangkacamata*
Aku memiliki tiket kereta Jakarta - Lempuyangan sudah lama, dari jauh-jauh hari sebelum berangkat ke Rinjani. Ayah Riffat lah yang mengompori kami kesini, tapi malah ia sendiri yang tak jadi pergi. *getok ayah*
Jum'at, 11 Oktober 2013
Aku sengaja tak membawa carrier. Kebetulan setelah pulang dari Merbabu nanti, Ayah akan menjemputku di Jogja dan sekalian mengajakku pulang kampung ke Wonogiri. Ayah kandungku ya, bukan Ayah Riffat! Ayah tak mau menemuiku bila aku membawa carrier. Mbah-mbah di kampung juga pasti menatapku aneh jika aku pulang kampung membawa tas sebesar enam puluh liter. Jadilah sleeping bag, jaket, pakaian, obat-obatan pribadi dan sendal jepit kupaksakan berjejalan masuk ke dalam daypack bermuatan kurang dari tiga puluh liter. Aku bagaikan anak kecil yang sedang belajar camping.
Domo nggak ketinggalan dong :) |
Aku meninggalkan rumah pukul sepuluh. Punggungku terasa ringan membawa bawaan yang enteng ini. Pasti nanti Kak Asti akan memarahiku. Dia adalah wanita super laki yang bawaannya paling berat. Carriernya berisi peralatan kelompok dan pribadi. Aku mengenalnya dari Semeru, ia anggota tim Ayek-ayek sama seperti Kak Kunthi. Dengan angkot 19a aku menuju terminal, kemudian berganti elf berwarna biru sampai stasiun Bekasi. Di stasiun, aku menaikki commuter line sampai stasiun Pasar Senen dengan sekali transit di stasiun Jatinegara.
Sesampainya di stasiun Pasar Senen, henfonku lowbatt. Aku lupa menchargernya semalam. Aku hanya memberi kabar di grup bahwa aku telah sampai. Kemudian segera keluar stasiun untuk mencari makan. Waktu sudah menunjukkan saatnya aku makan siang.
Pandanganku terlempar ke tiap sisi stasiun. Delapan bulan lalu aku duduk di pinggiran lantai sana dengan carrier super besar. Kemudian seorang teman datang membawa makanan dan bekal untuk perjalanan ke Malang. Namun sekarang, stasiun ini sudah banyak berubah. Tak ada lagi warung-warung yang dengan indahnya memamerkan banyak makanan dari balik kaca transparan. Bedeng-bedeng sengaja dibangun sebagai pembatas sehingga mengharuskan aku berjalan jauh memutar untuk mencari warung makan. Aku jalan santai sambil bengang-bengong.
BLETAAKKK
Seseorang menabrakku. Badanku limbung ke kiri. Seketika aku bangun dan memerhatikan siapa orang iseng yang mementungku dengan matrasnya. Ayah Riffat tertawa terbahak-bahak dibalik matras gulung yang dipegangnya. Aku sontak berteriak.
"AYAAAAHHH!!!"
PLAKKK
Tak sadar tangan kananku menampar pipinya. Ia meringis kesakitan. Orang-orang yang berlalu lalang seketika menoleh memerhatikan kelakuan kami yang aneh ini.
"Sialan, ayah digaplok." Ujar Ayah seraya mengelus-elus pipinya.
"Lagiaaan, Ayah oyoy!" Aku cengengesan.
"Ayah ikut Merbabu?" Tanyaku antusias.
"Enggak, ini nganter Keyko. Ini juga kan carrier Keyko." #uhuk #ahirr #asikasikjoss
"Kak Key mana, Yah?" Tanyaku sambil celingak celinguk mencari Kak Key.
"Itu, lagi ngurusin tiketnya Ebie" Jawab Ayah sambil menunjuk ke loket pembelian tiket.
"Hari gini ngurusin tiket? Emang bisa?" Tanyaku heran.
"Gatau deh. Eh, beliin Ayah minum dong. Orange water yang guedee. Ayah males ngantri" Ujar Ayah. Aku segera masuk kedalam Indomaret yang kebetulan berada di sebelah kami berdiri sejak tadi.
Aku gagal menunaikan makan siangku. Aku mengikuti Ayah yang menghampiri Kak Key. Kemudian tak lama Papa Mei datang. Disusul Bang Fadly yang diantar oleh dedeknya kekasihnya. Uwuwuwuwu :3
Kak Vaza datang sendirian, sama sepertiku. Sementara Arya, Kak Hayya dan Ebie datang bertiga dengan menggunakan taksi. Udah kenal semua kan? Belum? Makanya baca postingan yang lainnya dong! *tetep promo*
Oh iya, ini trip pertamaku dengan Ebie. Ebie ini temannya Kak Key, namun dari wajah dan kelakuannya yang unyu, sepertinya tak pantas dipanggil Kak. Ia memang tak punya tiket untuk ke Jogja, awalnya ia akan menggantikan kak Hay yang tadinya memutuskan untuk tak ikut. Namun dua jam sebelum berangkat, Kak Hay tiba-tiba mendadak berangkat. Labil yaa =_=
Jadilah Ebie tak memiliki tiket menuju Jogja..
Kebetulan ada satu tiket sisa milik Bang Faisal. Bang Fai baru berangkat sabtu pagi bersama Ucup, Cesa dan Kibo. Kak Key mengusahakan agar tiket kereta milik Bang Fai dipakai oleh Ebie. Namun apa daya, waktu yang terlalu mepet dan kebijakan pihak KAI yang tak masuk akal membuat kami kebingungan. Akhirnya Arya dan Ebie mengunjungi warung printer terdekat untuk mencetak scann KTP Bang Fai.
Sama Ayah Pea |
Kak Key, BF, Papa Mei, Agit |
Waktu telah menunjukkan pukul satu siang. Penumpang dengan tiket kereta Bengawan tujuan Solo sudah dipanggil-panggil sejak tadi.
"Kita nungguin apa, sih?" Tanyaku heran.
"Ini, Arya sama Ebie masih nge-print KTP Faisal." Jawab Kak Key.
"Emang KTP nya Faisal gak ada? Pake aja. Bisa kok masuk. Atau nggak nanti masuknya bareng-bareng. Ebie belakangan. Nanti tiket sama KTP Agit.... bla bla bla.." Ujarku mengatur strategi. Iya, bukannya aku malas menjabarkan. Tapi strategi tersebut sudah biasa dipakai Calo'-calo' tiket kereta pasar senen. Dan aku tak boleh membeberkannya di media sosial B-)
Aku gerah. Perdebatan panjang ini tak akan selesai. Yang lainnya masih saja sibuk mengurusi tiket. Atau hanya menunggu Arya dan Ebie yang entah kapan kembali ke stasiun. Kenapa tak dari kemarin-kemarin, sih? Atau kalau memang karena tiket Kak Hay, kenapa limabelas menit sebelum kereta jalan malah baru datang? KENAPA NGGAK DATANG DARI PAGI?!!! *Oke, Agit emosi*
Aku segera berpamitan kepada Ayah, kemudian berjalan menuju peron. Setibanya didepan petugas pemeriksa tiket, aku dimarahi karena kereta sudah hampir jalan. Aku segera berlari ke dalam stasiun dan berhasil masuk ke kereta, entah gerbong berapa, yang penting aku masuk.
Ku tolehkan wajahku keluar kereta, namun teman-temanku tak juga terlihat. Kereta berjalan. Semakin kencang berbarengan dengan peluit panjang. Aku berjalan gontai menuju gerbong dan duduk di bangku sesuai nomor yang tertera pada tiket. Ah, ada colokan. Segera ku charger henfonku dan ku telfon teman-temanku satu per satu.
Semuanya tak ada yang aktif.
Aku menghela nafas panjang. Membayangkan selama sepuluh jam duduk sendirian sampai Jogja. Kemudian bertemu Mbak Ang dan Om Lovie yang sudah berada disana sendirian dan menceritakan bagaimana teman-temanku ketinggalan kereta. Ah :(
Lalu bagaimana dengan teman-temanku? Apa mereka menyusul? Atau malah gagal pergi? Ah, mengapa hanya karena satu orang, semuanya jadi berantakkan. Aku juga terlalu egois mementingkan diriku sendiri yang tak peduli dengan yang lainnya. Aku egois naik kereta sendirian!!
"Dek Agit..." Ujar Kak Key lemah. Aku seketika menoleh ke sumber suara. Kulihat wajah Kak Key yang terlihat kelelahan, juga Kak Za dan Kak Hay yang bercucuran keringat. Mataku berbinar menatap wajah-wajah mereka. Segera ku bantu mereka merapikan carrier-carrier besar dan tak lupa menyodorkan minuman.
Bang Fadly dan Papa Mei menyusul dengan dua carrier. Ternyata carrier milik Arya dan Ebie juga ikut diangkut.
"Arya sama Ebie ketinggalan kereta..." Ujar Kak Key lagi. Aku mengangguk-angguk iba. Sementara Kak Hay sibuk menghubungi dua orang itu agar segera mencari bus tujuan Jogja. Aku memberi saran untuk naik bus dari Bekasi. Namun ternyata mereka berangkat dari Lebak Bulus.
Terimakasih, Tuhan... Aku tak sendirian.
Kami menghabiskan waktu sembilan jam
yang tersisa di kereta dengan makan, tidur dan bercerita-cerita. Kereta tiba di
Stasiun Cirebon sore hari dan berhenti cukup lama. Bang Fadly keluar dan
mencarikan kami nasi bungkus. Kakak BF baik yah :”
Tiba-tiba Kak Hayya mengeluarkan
laptop dan hendak melanjutkan tugas akhirnya. Namun kenyataannya, ia malah
menyetel film star trek dan menontonnya sampai malam. Bahkan beberapa penumpang
di sekitar kami pun ikut menonton di belakangnya. Lumayan, ada hiburan gratis.
Aku glundang-glundung. Cemas
menunggu kabar dari Mas Bagus yang entah jadi berangkat atau tidak. Sampai pukul delapan malam, ia belum juga
packing. Tim Nutrijel pun tiba-tiba menghilang dan memutuskan untuk batal
Merbabu. Mas Ais dan Mas Ewok sudah dipastikan tidak ikut. Sementara Mas Kiki
masih fifty-fifty. Ada satu orang tambahan dari Surabaya, yaitu Inus. Iya, Inus
bukan ingus, apalagi anus. Kami juga menaruh harapan kepada Inus agar
memberi tumpangan menginap semalam di Jogja. Kebetulan eyangnya Inus memiliki
rumah dan kontrakan di Jalan Raya Magelang. Tapi Inus pun tak memberi kabar
apakah kami bisa menginap di rumah eyangnya atau tidak.
Waktu terus berjalan sampai akhirnya
kami tiba di Stasiun Lempuyangan pukul sepuluh malam. Tak lama, kami bertemu
dengan Mbak Ang dan Om Lovie. Mereka berdua telah tiba di Jogja entah dari
kapan. Mbak Ang lah yang mengurusi sewa mobil untuk ke Wekas esok hari.
Terimakasih Mbak Ang :”)
Kami diantar ke warung kopi semesta,
kemudian makan sepuasnya tanpa mbayar. Enak kan? Enak dong :3 Disana, akhirnya
kami bertemu dengan teman-teman lainnya. Kemudian membicarakan akan bermalam
dimana karena kemungkinan teman-teman Surabaya baru tiba esok subuh. Inus
memang pemberi harapan palsu. Hahaha. Akhirnya aku, Kak Rizki dan Kak Dina
menginap di kost-kostan teman pendaki dari #ChapterJogja, sementara tim unyu
menginap di tempat mantannya Bang Fadly. Ciyeee :3
“Citra, Kosan lo dimana? Gue mau
numpang dong!” Ujarku menelfon teman pendaki dari #ChapterJogja, kebetulan
beberapa waktu lalu ia pernah menginap di rumahku. Citra menjelaskan panjang
lebar dimana letak kostannya. Kemudian kami diantar kesana oleh temannya Mba
Ang yang juga pembalap.
Letak kostan Citra njelimet,
sampai-sampai temannya Mba Ang kesal sendiri. Polisi tidur yang gede-gede juga
bertebaran di tengah jalan, jadilah mobil ceper yang kami naiki ini
kepentok-pentok. Hehehe Maaf ya, Mas. Akhirnya kami diantar dengan motor om
Lovie dan Mas Gemak. Sesampainya di kost Citra, kami membersihkan badan lalu
rumpi-rumpi sampai tertidur.
Sabtu, 12 Oktober 2013
Seperti biasa, aku bangun paling
pertama. Bahkan jam empat subuh pun aku sudah bangun. Ku coba membuka grup line
cruiser, ternyata Kak Asti dan Kak Kunthi sudah tiba di stasiun Tugu. Mereka
menyewa penginapan selama dua jam untuk membersihkan badan dan istirahat
sebentar. Sementara tim Surabaya masih di perjalanan, dengan perkiraan dua jam
lagi tiba di Jogja.
Aku glundang-glundung.
Ku coba menelfon satu persatu tim
unyu, dari Kak Key, Kak Hay, Bang Fadly, Kak Vaza, semuanya tak ada yang
mengangkat. Adzan shubuh berkumandang, aku shalat agar tenang.
Hari semakin pagi. Aku mulai lapar dan
Kak Asti mulai ngomel-ngomel di grup karena ia telah nongkrong dan sarapan di
Malioboro sejak tadi berdua-duaan dengan Kak Kunthi. Ah iya, Fachri dan Tim
Bandung juga sudah sampai jogja.
Aku iseng mengobrak-abrik tasku. Ku
ambil boneka domo dan ku pentung-pentungkan ke badan Kak Rizki dan Kak Dina
yang tidurnya kebo secara bergantian. Mereka kaget dan tertawa terbahak-bahak.
Iya, boneka ini kalau digebuk kencang-kencang akan berbunyi “toweweweng –
toweweweng” Hahahaha.
“Agit rusuuuuuuuuuuhhh… Hahahaha”
Teriak Kak Rizki, kemudian berlindung dibalik bantal. Kak Dina cekikikan dan
meregangkan badannya, sebut saja ngulet.
“Ayoooo, banguuuun.” Ujarku melas.
Sambil terus mementungkan domo.
“Nantiiii sih, masih pagi. Yang
lainnya juga pasti belum pada bangun.” Ujar Kak Rizki lagi.
“Iiiih, kalo ngikutin yang lainnya
mah nanti gak jalan-jalaaan.” Aku gemas.
“Coba telfon Mbak Ang, kita dijemput
nggak?” Tanyanya. Aku mencoba menghubungi Mbak Ang namun tak diangkat.
“Udah sih, jalan sendiri aja. Naik
taksi kek, bus kek.” Aku rewel.
“Yaudah lu mandi duluan sana, gue
mau tidur dulu bentar.” Aku nurut, kemudian mengambil pakaian dan menunaikan
mandi pagi.
Selesai mandi, kulihat kak Dina yang
sibuk dengan barang-barangnya. Daypacknya over muatan. Entah apa saja yang ia
bawa. Aku latah, dan sibuk dengan barang-barangku. Enak ya, ke gunung bawa
daypack doang. Hahaha *ketawa penjahat*
Dek, Mas udah sampai yah..
Sampai ketemu..
Jantungku berdesir. Segera ku
buru-buru kak Rizki agar bangun, sementara Kak Dina sudah meluncur ke kamar
mandi.
“Ayoooooo kak, banguuuun. Agit
lapeeer.” Ujarku manja. Ia tak beranjak. Aku yang sedang menggenggam henfon
seketika iseng menjepret pose tidurnya yang nungging dan mengirimnya ke grup
line cruiser. Kulaporkan ke Kak Asti bahwa Rizkinya tak mau bangun. Kak Asti
memerintahku untuk menyiramnya, namun aku terlalu pengecut untuk melakukan itu.
“Jadi lo bangunin kita-kita cuma
karena laper? Sonooo, keluar cari makanaaan.” Ujarnya sambil cengengesan. Aku
nyengir.
“Fachri sama tim Bandung udah sampe
tuh.” Sambungku memberitahu.
“Unyu udah dateng?” Tanyanya lagi.
“Belum sih, masih di tempat
mantannya bang Fadly, masih siap-siap. Ayooo lu siap-siap.”
“Ki, buruan mandi, ki!” Ujar Kak
Dina tiba-tiba. Aku tersenyum penuh kemenangan. Horeee, ada yang mbelain!
Akhirnya kami meninggalkan kost
Citra pukul tujuh. Citra mengantarku lebih dahulu dengan motor mionya. Aku
diturunkan di halte Trans Jogja dan Citra kembali lagi ke Kostnya untuk
mengantar dua temanku. Dan yang tak disangka adalah, motor mio milik Citra
kembali dengan penumpang tiga orang dengan daypack besar-besar.
Tiba-tiba motor yang dikendarai Kak
Rizki naik ke atas trotoar dan hendak menabrakku yang sedang duduk bengong.
“Buahahahahaha.. Lu ngapain naek
motor bertigaan diatas trotoar?? Oyoooooooy!!! Hahaha” Aku ngakak. Mereka turun
dari motor dan ikut tertawa. Ternyata Citra tak berani membawa satu motor
bertiga sehingga Kak Rizki yang mengendarainya. Tau sendiri, Kak Rizki ini
preman, polisi tidur diseruduk, trotoar pun dianggap jalanan. Setelah
berpamitan, akhirnya kami menaikki bus yang kebetulan melintas dan menurut
kondektur, bus ini melewati Malioboro.
Di dalam bus, kami duduk di
belakang. Kak Rizki duduk persis di samping mas-mas yang banyak omong dan sok
tahu. Ia menerawang kami. Menurutnya, Kak Rizki adalah orang yang bawel dan
cepat mengambil keputusan. Sementara Kak Dina adalah orang yang jalannya lamban
dan plin plan. Kalau aku, aku adalah orang yang setia dan rajin menabung.
Hahahaha *digetok*
Ketika turun bus, kami ngakak
sejadi-jadinya karena terawangan mas-mas barusan. Biarlah, hanya Tuhan dan
orang-orang terdekat yang tau kita seperti apa. Setelah berjalan sekitar
seratus meter, akhirnya kami menemukan duo soulmate (Asti & Kunthi), Om
Lovie, Mbak Ang dan Tim Bandung yang sedang leyeh-leyeh di tukang bubur. Aku
bersalaman pada mereka semua. Tak lama Om Andri datang dengan adventure
gear-nya yang serba baru. Carrier deuter, sepatu TNF. Om, pinjem dong om.
Hahaha.
Aku menunaikan sarapan pagiku dengan
semangkuk bubur ayam semur. Iya, bumbunya seperti kuah semur. Kalau di Jakarta
atau jawa barat kan kuahnya kuning opor gitu yah? Ini warnanya hitam kecoklatan
seperti semur. Ya udahlah, Git, udah habis juga, masih aja protes. [--,]>
Cukup lama kami menunggu kedatangan
tim unyu. Awalnya mereka mengira akan dijemput, namun ternyata tidak. Jadilah
mereka berangkat ke Malioboro dengan taksi. Sementara Bang Fadly semotor berdua
dengan mantannya. Uwuwuwuwuu :3
Kami akhirnya berangkat ketika hari
mulai siang, sekitar pukul sepuluh. Mobil yang kami sewa ini berhenti di depan
TVRI untuk menjemput Tim Surabaya. Aku dan Bang Fadly keluar mobil, kemudian
berlari-lari kecil menyambut kedatangan Tim Surabaya. Bang Fadly menjabat
tangan Mas Bagus, Mas Kiki juga Inus. Dan aku, aku hanya mematung di depan Mas
Bagus. Kikuk.
“Apa? Mau peluk ta?” Tanya Mas Bagus
seraya mengangkat kedua tangan. Aku hendak memeluknya namun ia malah kabur.
Hahahaha. Aku nyengir, gemas.
Kami melanjutkan perjalanan. Total
mobil yang kami sewa berjumlah tiga. Perjalanan sempat terhenti beberapa kali.
Dari yang melihat tukang listrik kesetrum, ban kempes, mampir-mampir alfamart,
isi bensin, sampai menjemput Arya dan Ebie yang sudah menunggu di terminal
Magelang.
“Perjalanan paling gokil tuh Git,
gue tadi.” Ujar Arya ketika duduk di mobil yang ku tumpangi. Ia kemudian
bercerita panjang lebar tentang bis yang ia naikki adalah bis sewaan menuju
Magelang, bukan bis patas antar kota seperti biasanya. Kemudian selama dua
belas jam, ia hanya dihibur oleh lagu-lagu lawas dari TV yang menggantung di
bis, lalu gaya menyetir pak Supir yang ekstrem. Ia juga menaiki bis itu dari
sore, namun bis baru meninggalkan terminal Lebak Bulus pukul Sembilan malam.
“Elo sih, Bray, bukannya naek dari
Bekasi. Kan enak, ada Maju Lancar, blablabla blablabla..” Ujarku sambil
menyebutkan agen-agen Bus yang berjejeran di depan depsos Bekasi.
“Iya, Om Pulung nyuruhnya dari Lebak
Bulus, Git. Baru itu tuh gue bentak-bentak Calo’ Lebak Bulus. Hahahaha. Pada
takut ama gua Git. Padahal gua gak bawa apa-apa ya.”
“Iya, bahagia beud hidup lo. Gue
yang kebagian bawa carrier Ebie mentang-mentang gue daypackan doang. Huhu..”
Sepanjang perjalanan menuju Wekas,
aku tak dapat tidur. Om Lovie telah menanti kami di pintu masuk Wekas dengan
motor sewaannya selama di Jogja. Cepat sekali yah, Suhu yang satu ini. Mas
Gemak dan Kak Dina juga sudah tiba disana.
Sesampainya di Wekas, kami bertemu
dengan Mbak Al dan rombongannya, sebut saja Tim Boyolali. Sambil menunggu
kedatangan mobil bak yang akan kami sewa, beberapa diantara kami membeli
logistik dan leyeh-leyeh. Sementara aku jajan pentol dan menelfon Ayahku yang
katanya telah tiba di Wonogiri. Ayah hendak menjemputku Senin Pagi di Jogja,
jadi mau tak mau, Minggu sore aku harus sudah turun gunung.
“Yah, sinyalnya susah nih. Besok
sore Cita telfon lagi ya. Nanti janjian aja Senin pagi mau ketemu dimana.”
Ujarku mengakhiri pembicaraan.
Kami menaiki mobil bak sampai
basecamp wekas. Setelah menunaikan Dzuhur dan Ashar yang dijama’, mengisi perut
, re-packing dan share beban, akhirnya kami berdoa dan memulai pendakian pukul
setengah empat sore.
Bersambung kesini >>> Antara ¾ Bulan yang Bersinar di Merbabu