Skip to main content

Pedalaman Tanjung Enim, Palembang

Palembang, sebuah kota yang terletak di Pulau Sumatera bagian selatan. Dengan mpek-mpek sebagai makanan tradisionalnya, dan Jembatan Ampera yang membelah Sungai Musi sebagai ikon dari kota tersebut. Beberapa bulan lalu saya mendapat tugas kesana. Saya telah membayangkan berada di tengah-tengah atmosfer kota yang penuh dengan cici dan koko-koko. Namun bayangan saya salah, saya ditugaskan ke hutan, hutan pedalaman Tanjung Enim.

Tanjung Enim merupakan bagian dari Kabupaten Muara Enim yang terletak di Provinsi Sumatera Selatan dan dikenal sebagai salah satu tempat pertambangan batu bara terbesar di Pulau Sumatera. Ya, saya mendapat perintah untuk menjalankan medical check-up di satu pertambangan paling terkenal di Tanjung Enim. Tanpa disebut namanya pun pasti warga setempat tahu. Saya dan tim diberi waktu selama sepuluh hari untuk memeriksa kesehatan pegawai yang bekerja di perusahaan tambang tersebut dengan total lebih dari seribu pegawai.

Disana, kami disediakan mess. Mess putri disediakan satu ruangan sementara yang putra tidur di klinik. Kebetulan alat-alat kesehatan semuanya kami bawa dari Jakarta sehingga benar-benar harus dijaga dan dikontrol setiap waktu. Mess ini terletak di dalam hutan. Sepanjang jalan dari kota menuju kesini hanyalah hutan dan pertambangan. Kendaraan yang boleh keluar masuk area ini pun hanyalah kendaraan yang berlambangkan perusahaan tersebut. Bayangkan saja bagaimana ribetnya akses ke kota.

Niat awal menerima tawaran medical check up di luar pulau dengan harapan bisa menyempatkan jalan-jalan ke Jembatan Ampera atau sekedar melihat-lihat kawasan Gunung Dempo pupus sudah. Saya dan Tim bekerja pagi-sore, siang-malam. Pasien terus-terusan datang ke klinik mengingat jam kerja mereka dibagi menjadi tiga shift. Saya yang sangat takut drop karena kelelahan, akhirnya menjaga pola makan. Berbagai menu makanan yang disediakan untuk pegawai tambang pun ikut saya lahap. Mereka disediakan susu, saya ikut minum susu pagi-sore. Mereka disediakan telur rebus dan buah, saya ikut mengambilnya. Menu makanan selama disana, benar-benar menyehatkan. Pantas saja pegawai-pegawai pertambangan disini sehat-sehat.

Saya pun sehat, juga bertambah berat. Tiga hari terakhir, saya menyempatkan diri untuk lari pagi di sekitaran mess setelah shubuh. Namun tak ada perubahan yang terjadi di pipi dan paha saya. Hahaha :D


Ini saya dan baju dinas kebesaran :D

Iya, bukan bajunya aja yang kebesaran, orangnya juga :(

Bukan Agit namanya kalau hanya kerja dan kerja terus. Ketika yang lainnya sudah merasa bosan, saya mulai asik dengan dunia saya sendiri. Saya mulai berteman dengan langit Tanjung Enim, monyet-monyet di sekitaran mess, juga pemandangan hutan lebat di pinggiran area pertambangan. 

Hae Onye :3


Pisang Ngembat di Kantin

Langit dan Masjid

Senja di Anjungan

Siluet Pipa Raksasa


Kece!!!


Hari terakhir, kami diberi kesempatan untuk keluar area pertambangan. Sekedar beli oleh-oleh sampai batas waktu yang ditentukan, initinya tak boleh kemalaman. Kebetulan saat itu malam minggu. Suasana di kota tampak ramai. Teman-teman saya sibuk membeli oleh-oleh, sementara saya celingukan di pinggir jalan. Iya, kebetulan saya hanya membawa carrier dengan muatan 30 L selama dinas disini, padahal yang lainnya membawa koper-koper super besar. Dan carrier sudah terisi penuh. Saya malas membeli oleh-oleh dan berniatan membeli mpek-mpek di dekat rumah saja. Toh rasanya pun sama. Sempat saya mampir ke salah satu toko mpek-mpek, namun di dalamnya begitu amis dan ruangan tersebut penuh sesak dengan botol bir. Saya ketakutan sendiri kalau-kalau cara pembuatannya tak halal.

Terdengar bunyi petasan, saya berjalan ke arah sumber suara. Beberapa teman yang seumuran dengan saya akhirnya mengikuti kemana saya pergi. Mereka takut saya hilang. Tenanglah kawan, sekalipun hilang, saya tetap bisa pulang sendiri :D

Pandangan saya terpaku pada tiga buah patung yang berdiri di tengah-tengah taman bermain. Eh, bukan taman bermain, tapi inilah alun-alun kota. Anak-anak kecil di sini bilang namanya alun-alun muhammadiyah. Setelah diamati, ternyata ketiga patung ini merupakan simbol mata-pencaharian warga setempat. Patung yang tengah bertuliskan BKR (Badan Keamanan Rakyat), yang sebelah kanan adalah laskar rakyat (beruang hitam) yaitu para pekerja tambang, dan yang kiri adalah simbol dari perempuan.dan pendidikan. Kebetulan saat itu bulan purnama dan saya berhasil mendapat jepretan yang pas!


Patungnya kayak gini. (Sumber : Neutrons Blog)


Ini jepretan saya. Yah, walau agak sedikit blurrr..

Saya yang memang senang bermain dengan anak kecil, akhirnya ikut-ikutan menyalakan petasan dan kembang api. Tak lupa berfoto bersama.




Dan setelah sepuluh hari, akhirnya kami pulang. Ya, kami pulang melalui jalan darat dan menyeberangi selat sunda dengan kapal. Satu bis besar yang bermuatan lima puluh orang hanya diisi dengan tim kami yang berjumlah tigabelas orang. Kebayang nggak dinginnya kalo malem gimana? Yaudah, nggak usah dibayangin. Hahaha. Iya, pak Bos sengaja menyewa bis besar karena alat-alat kesehatan yang kami bawa dari Jakarta ukurannya besar-besar. Yah, begitulah. Walaupun badan capek pegel-pegel, tapi pemandangan sepanjang jalan pulang ngebayar semuanya :)




Ada yang bilang ini bukit telunjuk, ada juga yang bilang gunung jempol.

Antara Bakauheuni - Merak


***Foto-foto koleksi pribadi

Comments

  1. nice share kak, harusnya kak posting lebih awal nih, biar bisa ketemu anak asli sana... :) salam kenal kak agit :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, selama dinas disana gak dapet koneksi internet. hehe. Salam kenal :)

      Delete
  2. kunjungan perdana sobat, Salam kenal ya :)
    bakalan sering2 main ke sini aku, hehe

    mampir ya di blogq :)

    ReplyDelete
  3. enak yah mbak klo kerja dikirim ampe keluar kota, jdi bsa disambi jalan, klo gw kerjax dipedalaman, pling2 yg diliat cuma naga, buaya, anaconda, kingkong.. udah itu aja.. :D

    ReplyDelete
  4. wahahaa.. tanjung enim tempat kelahiran aku kak.

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by a blog administrator.

      Delete
  6. foto sunset yang paling bawah indah banget..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kebodohan di Situ Gunung

Posisi yang sudah di Bogor usai berbagi inspirasi ke adik-adik Smart Ekselensia tidak membuat saya dan Hanis langsung pulang ke Bekasi begitu saja. Kami lantas melanjutkan perjalanan ke Sukabumi dengan menggunakan Kereta Pangrango yang kebetulan hanya seharga duapuluh lima ribu rupiah. Pemandangan di sepanjang rel yang baru aktif kembali ini menyuguhkan hamparan sawah dan ladang hijau. Arus sungai yang amat deras juga menemani perjalanan yang memakan waktu dua jam ini.

5 Cm Vs Romeo+Rinjani

5 Cm Vs Romeo+Rinjani Ini kok judulnya malah jadi kayak rumus, ya? Hehehe. Jadi gini, beberapa waktu lalu saya menyempatkan diri untuk menonton film karya Fajar Bustomi, judulnya Romeo+Rinjani. Film yang posternya menampilkan pendaki perempuan dengan pakaian minim tersebut sukses menjadi bahan ejekan para pendaki yang berseliweran di dunia maya. Banyak yang bilang, film ini akan menjadi the next 5 cm yang mengakibatkan membludaknya gunung Rinjani setelah film tersebut ditayangkan. Yah, kita lihat saja nanti seberapa besar efek dari film tersebut di dunia pariwisata, khususnya pendakian. Kembali ke film, bukan maksudnya membanding-bandingkan. Tapi kok ya rasanya ada yang ngeganjel kalau film ini nggak di- share ke temen-temen. Berikut pendapat yang saya rasakan ketika menonton dua film tersebut;

Menyusuri Jejak Islam di Kampung Kauman

Kampung Kauman Free Walking Tour Namanya Kauman. Sebuah kampung yang seringkali dilupakan orang-orang ketika menyusuri Malioboro sampai ujung jalan dan kemudian terhipnotis dengan gagahnya pohon beringin di alun-alun serta suasana nyaman di dalam keraton. Kali ini saya lebih mendahulukan untuk bercerita tentang Kampung Kauman daripada sejarah Jogjakarta, keraton, benteng dan lain-lainnya. Sebuah kesempatan yang langka untuk bisa menjelajahi kampung Kauman bersama orang-orang baru lagi. Adalah Edu Hostel Jogjakarta yang memiliki program Walking Tour Kauman tiap hari Jum’at dan Sabtu. Pada hari Jum’at, biasanya Walking Tour ini akan dibawakan dengan Bahasa Inggris. Namun sayangnya, peserta yang berjumlah lebih dari 15 orang pada hari Jum’at itu tak ada satupun yang berasal dari luar negeri sehingga sepakatlah kami untuk menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.