Skip to main content

Kembali ke Jawa Timur

Cerita sebelumnya klik di ~> sini :)

Siap tempur.


Kembali ke Stasiun Pasar Turi, Surabaya. Sebuah stasiun yang dulunya hanyalah tempat untuk menanti kereta, namun kini berubah fungsi menjadi tempat menunggu kepastian. Kepastian bahwa ia tidak akan datang lagi.

Kembali ke Stasiun Pasar Turi, Surabaya, teman-teman saya sibuk memesan tiket pulang, beberapa sibuk membeli pulsa. Adapula yang sibuk ngunya brownies yang sengaja dibawa Acrut jauh-jauh dari Jakarta. Sementara saya ketemuan dengan customer t-shirt yang saya jual. Hebat ya service saya, domisili di Bekasi tapi bisa COD-an sampai Surabaya.

Terasa enggan berlama-lama di Stasiun Pasar Turi, Surabaya, akhirnya saya menyeret rombongan agar lekas pindah lokasi. Agar path location saya tak lagi di Surabaya. Agar ia yang di Surabaya nggak tahu kalau saya sedang berada di kotanya.


Lantas kami menaiki bus dengan tujuan Terminal Bungurasih. Tak sampai setengah jam, kami tiba di tempat tujuan. Saya dan Acrut mengingat-ingat kota kenangan yang mempertemukan kami berdua. Tepat setahun yang lalu, Acrut luntang-lantung turun Semeru, saya nyasar dari Banyuwangi. Kemudian ketemu di kota ini. Kota yang panasnya sama kayak di Jakarta, tapi awannya beda.

"Pin, lu dimana?" Ujar Bang Cehu via telfon. Tak lama, sosok kurus keriting hadir di hadapan kami. Beberapa dari kami menunaikan ibadah shalat dzuhur, sisanya menjaga carrier sambil mengisi perut. Maklum, sudah jam makan siang.

Setelah semuanya beres, kami lanjut naik bus ke Situbondo. Tapi ternyata kami salah bus, dong. Udah tidur-tiduran sampai empat jam, ternyata dituruninnya di Terminal Probolinggo. Di Probolinggo ini kami sibuk menawar angkot yang mau dicharter sampai Baderan, tapi sayangnya nggak ada yang mau. Ternyata, ditolak itu rasanya sakit.

Untunglah ada bus tujuan Situbondo melintas. Ketika saya tanya Alun-alun Besuki, sang kernet menganggukkan kepalanya. Saya dan Acrut duduk bersebelahan dengan seorang ibu berpostur tubuh subur yang mulutnya sibuk mengunyak rempeyek. Kami berdua ditawarkan namun tetap menggelengkan kepala dengan ramah. Angin Jawa Timur menemani obrolan hangat antara kami dan si Ibu. Semakin sore, angin semakin membuai kami. Baru saja mau pulas, sang kernet membangunkan kami agar bersiap-siap karena sebentar lagi kami dan si Ibu tiba di tempat tujuan.

Alun-alun Besuki
Sebentar lagi Maghrib

Sampai di sini, syukurlah ada yang menjemput kami. Si supir dan calo' meminta tarif lebih karena kami kemalaman. Mereka siap mengantar kami bolak balik pasar-indomaret-atm-alfamart sampai akhirnya ke basecamp baderan dengan menggunakan sebuah pick up. Dan tujuan pertama adalah pasar.

Letak pasar tak begitu jauh dari Alun-alun Besuki. Kami tiba di sana bertepatan dengan adzan maghrib. Saya dan Bang Cehu sibuk menawar sayuran dari mulai sawi, kacang panjang, buncis, bawang dan cabai, sop-sopan dan banyak lagi. Pokoknya selama trekking seminggu, kita harus makan sayur! Pendapat saya kekeuh. Mengingat sayur-sayuran juga tidak bisa tahan lama, maka saya juga mencari-cari terong dan labu. Di sini, terongnya warna hijau. Okelah, masih bisa diterima, Sementara pas saya bilang labu, si Ibu malah ngeluarin lobak yang gedenya se-carrier 70 liter! Gede banget! Sontak saya dan Bang Cehu ngakak. Mau maksa beli labu pun yang ada bingung gimana bawanya. Akhirnya, kami memutuskan untuk beli buah-buahan untuk bikin sop buah sebelum muncak ke Rengganis nanti.

Selanjutnya adalah ikan asin, menu wajib yang bikin seluruh tenda ngiler ketika digoreng dan harumnya menyeruak ke penjuru hutan. Tapi sayang, ibu-ibu penjual sayur dan ikan yang logatnya rata-rata madura ini, nggak ada satupun yang ngerti ikan asin. Hiks. Cedih.

Untungnya kami sudah menyediakan berbagai lauk instan seperti kornet satu kaleng besar, sebungkus sosis yang isinya delapan puluh, serta sebungkus bakso yang isinya lima puluh butir. Wahaha. Pesta! Tapi ada yang terlupakan, kami belum beli telur dan chicken wings.

Walhasil, kami segera menuju indomaret terdekat dan membeli dua lusin telur. Sayangnya, sudah keluar masuk beberapa indomaret, tapi rata-rata jual nugget doang, nggak ada sayap ayam. Kenapa nggak beli nugget aja? Karena kalau nugget nggak dibekuin, dia bakal asem. Dan itu nggak enak banget! *pengalaman*

Lanjut ke perjalanan dimana saya harus duduk berdua sama Acrut di depan, sementara cowok-cowok di belakang semua sambil angin-anginan. Saya mendadak jadi pendiam ketika melintasi sebuah komplek kuburan warga, kemudian tersenyum lebar ketika pick up berada di atas bukit dengan pinggiran lereng terbuka dan menontonkan kami betapa indahnya perpaduan antara citylight dan bintang.

"Gue masih nggak nyangka kita bakal kesini, Crut." Ujar saya pelan seraya memejamkan mata. Sampai tiba di basecamp Baderan, ternyata kami tak sendirian. Ada dua kelompok lain pendaki dari Jakarta yang ternyata juga kenal dengan Bang Cehu. Setelah mengakrabkan diri sebentar, kami berkunjung ke sebuah warung untuk mengisi perut. Kemudian re-packing bagi-bagi beban dan logistik, membuat menu harian dan memisahkannya satu persatu.

Tiba-tiba basecamp mati lampu. Listriknya turun. Kata si Bapak, nggak kuat. Kami menyempatkan diri memandangi langit yang penuh bintang. Hanis sempat-sempatnya update status, "Baderan ae udah ada milkyway, gimana Cikasur ini."

Mari kita lihat, bagaimana Cikasur nanti.

***

Bersambung ke sini >> Pos Mata Air Satu yang Mencekam ^^

Comments

  1. Salut sama yg muda-muda masih semangat naik gunung, aku yg sdh turun gunung turun mesin jd pemandu sorak aja yaaa semangaaat menuju puncak

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah, pasti dirimu angkatan tua ya kak. *ngikik*

      Delete
  2. inget aja kamu aku update kayak gitu :D

    ReplyDelete
  3. loe gak ngecamp di pos polisi git, kan seru tuh ngecamp disitu, bisa dikeloni noni2 belanda.. hih selem tante..

    ReplyDelete
    Replies
    1. pos polisi sebelah mana sik? kok gue gaktau yak

      Delete
    2. dialun2 besuki kan depennya ada rumah belanda, sebelahnya itu kan kantor polisi, itu biasa dipake tidur ama temen2 pendaki dan rata2 semua yg bubuk cantik disitu mesti dikeloni ama noni2 Belanda.. xixixixi..

      Delete
    3. wah, gaktau malah. kemarin langsung bablas ke basecamp

      Delete
  4. warbyasak! kisahnya membuat larut di perjalanannya.

    ReplyDelete
  5. Alun2 besuki hampir sama monumennya dengan bundaran A. Yani Pontianak... hehehe :D
    Motif Bambu.... :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kebodohan di Situ Gunung

Posisi yang sudah di Bogor usai berbagi inspirasi ke adik-adik Smart Ekselensia tidak membuat saya dan Hanis langsung pulang ke Bekasi begitu saja. Kami lantas melanjutkan perjalanan ke Sukabumi dengan menggunakan Kereta Pangrango yang kebetulan hanya seharga duapuluh lima ribu rupiah. Pemandangan di sepanjang rel yang baru aktif kembali ini menyuguhkan hamparan sawah dan ladang hijau. Arus sungai yang amat deras juga menemani perjalanan yang memakan waktu dua jam ini.

5 Cm Vs Romeo+Rinjani

5 Cm Vs Romeo+Rinjani Ini kok judulnya malah jadi kayak rumus, ya? Hehehe. Jadi gini, beberapa waktu lalu saya menyempatkan diri untuk menonton film karya Fajar Bustomi, judulnya Romeo+Rinjani. Film yang posternya menampilkan pendaki perempuan dengan pakaian minim tersebut sukses menjadi bahan ejekan para pendaki yang berseliweran di dunia maya. Banyak yang bilang, film ini akan menjadi the next 5 cm yang mengakibatkan membludaknya gunung Rinjani setelah film tersebut ditayangkan. Yah, kita lihat saja nanti seberapa besar efek dari film tersebut di dunia pariwisata, khususnya pendakian. Kembali ke film, bukan maksudnya membanding-bandingkan. Tapi kok ya rasanya ada yang ngeganjel kalau film ini nggak di- share ke temen-temen. Berikut pendapat yang saya rasakan ketika menonton dua film tersebut;

Menyusuri Jejak Islam di Kampung Kauman

Kampung Kauman Free Walking Tour Namanya Kauman. Sebuah kampung yang seringkali dilupakan orang-orang ketika menyusuri Malioboro sampai ujung jalan dan kemudian terhipnotis dengan gagahnya pohon beringin di alun-alun serta suasana nyaman di dalam keraton. Kali ini saya lebih mendahulukan untuk bercerita tentang Kampung Kauman daripada sejarah Jogjakarta, keraton, benteng dan lain-lainnya. Sebuah kesempatan yang langka untuk bisa menjelajahi kampung Kauman bersama orang-orang baru lagi. Adalah Edu Hostel Jogjakarta yang memiliki program Walking Tour Kauman tiap hari Jum’at dan Sabtu. Pada hari Jum’at, biasanya Walking Tour ini akan dibawakan dengan Bahasa Inggris. Namun sayangnya, peserta yang berjumlah lebih dari 15 orang pada hari Jum’at itu tak ada satupun yang berasal dari luar negeri sehingga sepakatlah kami untuk menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.