Wednesday 29 April 2015

Kejutan Saat Kembali Pulang

Cerita sebelumnya klik di sini :)


Jebol
Berbekal internet dengan kuota terbatas, akhirnya saya mulai hunting tiket. Saat itu tinggal tersedia tiket kereta yang keberangkatannya dari Jogja untuk esok hari pukul sepuluh pagi. Sementara saya dan yang lainnya masih di Probolinggo dengan waktu yang telah menunjukkan pukul delapan malam. Bermodalkan uang pinjaman dari Bang Cehu, akhirnya saya dan Hanis memesan tiket kereta Bogowonto tujuan Jakarta. Sementara uang yang harusnya digunakan untuk lanjut perjalanan ke Ijen dan Baluran hanya mendekam di dalam dompet untuk jaga-jaga selama di perjalanan pulang.

Guys, sorry.. Do you know... Where is the hotel or homestay near this place?” Tiba-tiba dua orang Bule menghampiri kami yang masih berkutat di meja makan. Malas meladeni, saya dan Bang Cehu meluncur ke ATM terdekat untuk melakukan transaksi pembayaran. Sementara si Opin sibuk meladeni Bule dengan keminggrisan yang belepotan.

“Kita pulang sekarang.” Ujar saya kepada Hanis yang masih menunduk sambil mengaduk-aduk isi gelas yang tinggal tersisa es batunya saja.

“Tiket gimana?” Tanyanya sambil menoleh lesu.


“Beres. Yuk, guys. Move!” Ujar saya kepada yang lain. Namun tiba-tiba Opin menunjukkan secarik kertas yang berisi tulisan tentang rute menuju Bromo dari Probolinggo.

“Git, Bahasa Inggrisin, Git.” Ujar Opin malu-malu.

“Daritadi belum kelaaaaar?”

“Hehehehehe.” Opin dan Acrut kompak cengengesan. Akhirnya, saya menunjukkan jalan kepada si Bule menuju rute ke Bromo dan memberitahu mereka tentang lokasi hotel yang paling dekat dengan terminal Probolinggo. Urusan Bule selesai, kami segera mencari bus pulang.

“Guys, kita pisah di sini ya. Gue sama Opin naik bus ke Malang.” Ujar Bang Cehu sambil menunjuk papan jadwal keberangkatan bus.

“Yah, gue sendirian ke Bali. Sedih banget.” Aki Nana berkata pelan.

“Hanis, Ekki, Acrut ikut gue ke Surabaya, ya. Kita pisah di Terminal Bungur. Nanti gue langsung lanjut ke Jogja ngejar kereta besok pagi sama Hanis.” Tutur saya panjang lebar.

“Kita nginep dimana, ki?” Tanya Acrut polos. Si Ekki hanya geleng-geleng kepala. “Jadi gembel di stasiun aja, ya Ki.” Sambung Acrut lagi. Kali ini Ekki mengangguk.

“Kalian hati-hati.” Ujar saya sedih. Perpisahan itu memang selalu membuat hati rasanya mencelos. Apalagi harus berpisah dengan orang-orang yang memberi warna-warni, pahit-manis, keseruan bahkan kegelisahan selama berhari-hari.

Mau tidak mau, suka tidak suka. Kami harus kembali ke kenyataan.

Kembali menjalani kegiatan yang itu-itu saja, tanpa mendapat cobaan-cobaan aneh seperti di Argopuro seminggu lalu. Tujuh hari yang penuh dengan rasa was-was dan penasaran.

pulanglah dulu ke rumahmu
bagi waktumu untuk yang lain
kuingin kau hanya untukku
tapi tak mungkin saat ini

sampai nanti
sampai bertemu lagi
sampai nanti
sampai bertemu lagi

***

Saya, Hanis, Acrut dan Ekki duduk di dalam bus menuju Terminal Bungur – Surabaya. Tertidur di bangku yang terpisah dan berdesakkan dengan penumpang lain yang kebanyakan membawa barang dagangannya. Entah baru saja memborong dari suatu tempat, atau malah baru mau berangkat menjualnya di Surabaya. Aksen Jawa Timur terdengar bersahutan di sepanjang koridor bus. Televisi gantung yang menampilkan dangdut sensasional  juga tak lelah menggoyang penonton yang terkantuk-kantuk.

Saya termenung menghadap jendela. Memperhatikan jalan-jalan menuju Surabaya di malam hari. Jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam, namun aktivitas warga masih saja sibuk. Jalan dan trotoar belum sepi. Pengamen jalanan juga tak henti bernyanyi.

Argopuro, tak pernah sedikitpun saya memiliki angan-angan untuk ke sana. Seperti pendaki kebanyakan, saya juga mengidam-idamkan puncak-puncak tertinggi di Indonesia. Bukan Argopuro. Bukan gunung dengan trek terpanjang se-Jawa ini. Bukan gunung yang membuat saya bolos berhari-hari.

Namun Argopuro memberi saya banyak pelajaran. Terutama dalam mengambil sebuah keputusan. Dan banyak pelajaran lain, seperti kebersamaan. Kebersamaan selama berhari-hari bersama orang dengan watak berbeda. Belajar bahwa saling memahami itu tidak mudah.

Mengenal Hanis selama satu minggu di alam bebas membuat saya mengerti apa itu perjuangan dengan beban menjaga seorang gadis yang ibunya super bawel. Saya yang memiliki angan-angan untuk pergi selama 20 hari demi merayakan 20 tahun akhirnya pupus demi mengejar kereta pulang. Demi mengantarkan Hanis menuju ke tempat dimana seharusnya ia berada, yaitu di sebelah Papanya. Berat untuk Hanis memberi keputusan untuk lanjut ke Ijen dan Baluran atau tidak. Namun orang tua lebih penting daripada sebuah perjalanan. Saya tak mau melihat Hanis menyesal belakangan.

Bus akhirnya tiba di Terminal Bungurasih pukul dua belas malam. Acrut dan Ekki langsung berpamitan kepada kami dan menyewa sebuah taksi menuju Stasiun Gubeng. Sementara saya menunggu Hanis menunaikan ibadah Isya’ sambil menyantap soto hambar, mengingat menu-menu makanan di Argopuro kemarin jauh lebih nikmat dibanding soto seharga limabelas ribu ini. Entah memang kurang garam, atau mungkin karena saya makan seorang diri.

Hanis menyusul untuk makan soto yang sama. Wajahnya masih sedatar sebelumnya. Ia bahkan masih menyimpan fla dari puding cokelat yang saya buat tadi pagi di Danau Taman Hidup. Katanya, nggak rela kalau dibagi-bagi.

Saya tersenyum melihat Hanis menenggak fla dengan lahap.

“Yuk, cari bus ke Jogja. Target sampai Jogja jam enam pagi, ya.”

Seketika Bus Mira melintas di hadapan. Setelah menempati tempat duduk paling belakang, kami terlelap sampai pagi.

***

“Duh, udah jam enam tapi kok baru sampai Solo, ya?” Saya mulai resah sambil menatap warung-warung di sepanjang jalan Sukoharjo menuju Kartasuro. Sedangkan Hanis masih terlelap kelelahan. Saya yang merasa bosan akhirnya tertidur lagi sampai Bus Mira yang kami tumpangi ini tiba di Terminal Giwangan. Dari terminal, kami melanjutkan perjalanan menuju Stasiun Lempuyangan menggunakan Ojek.

Pulang
Sarapan kami pagi itu adalah nasi goreng pedas yang membuat kami kompak menuju toilet stasiun sambil menunggu kereta tiba. Beberapa pendaki dengan carrier di punggungnya sibuk melintas di hadapan kami. Kebanyakan dari mereka kelihatannya baru turun Merbabu atau Merapi. Kami yang hanya berdua seketika minder melihat mereka datang berkelompok. Seketika rindu dengan kelompok Argopuro yang baru saja berpisah semalam.

Kereta Bogowonto tiba. Dan itu adalah pertama kalinya kami tak sampai dua jam menginjakkan kaki di Jogjakarta. Stasiun ini ibarat kehidupan. Ada yang datang dan berlalu. Begitu saja. Sesederhana itu.

Kereta berangkat pukul sepuluh pagi. Tak banyak kegiatan yang kami lakukan selain makan dan tidur. Kereta Bogowonto hari itu sepi sekali, mungkin karena Hari Senin dan kereta tersebut tergolog mahal. Padahal sama-sama Ekonomi.

Tapi saya setuju dengan konsep fasilitas itu sesuai dengan harga. Kami tiba di Stasiun Jatinegara pukul setengah enam sore, kemudian lanjut ke Bekasi dan balas dendam dengan makan tongseng di dekat alun-alun. Dari sana, saya berpisah dengan Hanis. Menuju rumah dengan dijemput adik menggunakan sepeda motor.

Tiba di rumah, Adik saya lanjut pergi. Keadaan rumah yang gelap membuat saya malas-malasan membuka pintu. Betapa terkejutnya saya ketika sang kakak keluar dari tempat persembunyiannya dengan sebongkah kue cokelat dengan lilin bentuk angka.

“Selamat ulang tahun, Acita...” Ujar Ayah Ibu.
 
Saya dekil dan kumel

Terimakasih Ayah, Ibu, Ciah, Ais, Dede..
Atas kejutannya.
Atas ijinnya untuk pergi berhari-hari.

Terimakasih, Team Marah.
Atas kekompakannya.
Atas kenangannya yang... nggak akan bisa dirasakan kalau nggak sama kalian.
Atas... apapun yang udah kita lalui di hari-hari kemarin.

Dan, terimakasih kepada teman-teman yang telah menyimak perjalanan panjang saya menuju angka dua puluh. Terimakasih do’anya. Sukses untuk kalian semua :’)

Terimakasih telah sabar membaca postingan Argopuro saya selama Bulan April ini. Next, di Bulan Mei akan ada cerita-cerita seru dari berbagai pelosok negeri Indonesia ini. Pantengin setiap Hari Rabu dan Sabtu, ya :)

-Selesai-

28 comments:

  1. Asyik ada yang ulang tahun, bisa bagi-bagi kue nya nih mba. he,, he, he,,
    Met milad aja ya Mba, semoga tambah di sayang mamah papah.... :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihihihi. makasih pak. jangan banyak2 kuenya tar tambah buncit wkwkwk

      Delete
  2. Agit dekil ahaha selamat ulang tahun ya :))

    ReplyDelete
  3. selamat ulang tahun agita. hehe baru ngucapin telat bgt. berkesan bgt yah angka 20.a seru. moment2 yang pasti gabakal terulang dan dilupakan

    anyway. tulisannya bagus git. sampe ikut terbawa alur. tulisan gini nih yang kadang bikin mood buat kepengen nulis lagi. . .

    keep posting git.

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih kak ber, keep posting juga buat dirimu. wkwkwk

      Delete
  4. Selamat ulang tahun, mba. Semoga makin banyak perjalanan yang bisa dituangkan ke dalam tulisan. Tetap sehat, tetap semangat biar bisa jalan2 terus. :D

    ReplyDelete
  5. HBD mba, semoga sehat selalu, didekatkan rizkinya

    ReplyDelete
  6. HBD git.. semoga selalu diberi sehat biar bisa mendaki trus.. AMIIIN..

    ReplyDelete
  7. weeiit mbak agit kie kok masih muda bingitt e hehe haseehh heheh

    ReplyDelete
  8. Segitu bersihnya dibilang dekil en kumel? Duh.. Aku langsung minder ih.. :( *melipir*

    ReplyDelete
    Replies
    1. wkwkwk sini beb aku bedakin pakai tepung :D

      Delete
  9. maaf mba, kepoo dong, mba agit ini punya kelebihan bisa melihat makhluk halus yaa?

    ReplyDelete
    Replies
    1. engga kok den, cuma gatau di argopuro dikasih liat terus. wkwkwk

      Delete
    2. efek dari mens, jadi aja bisa liat

      Delete
  10. selama seminggu kamu bawa tas berapa liter?

    kisahmu memang selalu menarik, romansa dan horror nya bikin greget. KETJEH.... buat agit.
    Kalo main daerah bandung berkabar ya ke @alinurdin_29 , mungkin saya bisa gabung. hehehe :D

    ReplyDelete
  11. hahaha kami bertujuh.
    tas agit & acrut 30 liter,
    hanis 70+,
    opin, bang cehu, eki, bang nana 50+

    siiip. porterin urang yaaak. wkwkwk
    Delete

    ReplyDelete
  12. Seru critanya.. Mo kesana lg kpn kira2 mbak.. Mass.. Ikut doong
    Hub aq ya mbak.. Mas klo mo ksana lg.ppgn ke sana lg sih.. Udah 10 thn ga ksana.. Kl sendiri takut nyasar. Heru.. 085648548672 atau via email budhibudhayana@gmail.com..ditunggu infonya... Thx. Salam rimbaraya

    ReplyDelete
  13. Seru Bener non ceritanya, sayang saya telat coment nya, tau blog nya si non saat mau cari tau tentang muara gembong..dan nemu deh " menuju jauh.." bagus non petualangan nya..saya baca sampe lupa waktu, tapi emang di niatain sambil ngabuburit sih... seru..seru..seru...

    ReplyDelete
  14. lumayan bikin leher pegel juga bacanya, kuang lebih 2 jam dari awal sampe selesai.
    cerita apik, tulisannya juga bagus, enak dibaca, penyampaiannya juga lugas.
    gara gara browsing tentang argopuro nih, jadi nemu blog ini, tapi terimakasih juga sih, jadi tau sisi sisi argopuro, kearifan lokalnya, habitatnya. saya setuju dengan kata kata "menuju jauh untuk merindukan atau di rindukan" kurang lebih seperti itu. intinya saya suka dengan penulisan mbanya.. terimakasih.. :)

    ReplyDelete
  15. Kangen gaa sama anak anak maraah ?? Gua lagi kangen... Lagi reread semua :( kocaakk... Ngeselin, sedihh... Hahahh... Kangen kangen kangen

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...