Cerita sebelumnya klik di sini :)
Jebol |
Berbekal internet dengan kuota terbatas, akhirnya saya
mulai hunting tiket. Saat itu tinggal tersedia tiket kereta yang
keberangkatannya dari Jogja untuk esok hari pukul sepuluh pagi. Sementara saya
dan yang lainnya masih di Probolinggo dengan waktu yang telah menunjukkan pukul
delapan malam. Bermodalkan uang pinjaman dari Bang Cehu, akhirnya saya dan
Hanis memesan tiket kereta Bogowonto tujuan Jakarta. Sementara uang yang harusnya
digunakan untuk lanjut perjalanan ke Ijen dan Baluran hanya mendekam di dalam
dompet untuk jaga-jaga selama di perjalanan pulang.
“Guys, sorry.. Do you know... Where is the hotel or
homestay near this place?” Tiba-tiba dua orang Bule menghampiri kami yang masih
berkutat di meja makan. Malas meladeni, saya dan Bang Cehu meluncur ke ATM
terdekat untuk melakukan transaksi pembayaran. Sementara si Opin sibuk meladeni
Bule dengan keminggrisan yang belepotan.
“Kita pulang sekarang.” Ujar saya kepada Hanis yang masih
menunduk sambil mengaduk-aduk isi gelas yang tinggal tersisa es batunya saja.
“Tiket gimana?” Tanyanya sambil menoleh lesu.
“Beres. Yuk, guys. Move!” Ujar saya kepada yang lain.
Namun tiba-tiba Opin menunjukkan secarik kertas yang berisi tulisan tentang
rute menuju Bromo dari Probolinggo.
“Git, Bahasa Inggrisin, Git.” Ujar Opin malu-malu.
“Daritadi belum kelaaaaar?”
“Hehehehehe.” Opin dan Acrut kompak cengengesan.
Akhirnya, saya menunjukkan jalan kepada si Bule menuju rute ke Bromo dan
memberitahu mereka tentang lokasi hotel yang paling dekat dengan terminal
Probolinggo. Urusan Bule selesai, kami segera mencari bus pulang.
“Guys, kita pisah di sini ya. Gue sama Opin naik bus ke
Malang.” Ujar Bang Cehu sambil menunjuk papan jadwal keberangkatan bus.
“Yah, gue sendirian ke Bali. Sedih banget.” Aki Nana
berkata pelan.
“Hanis, Ekki, Acrut ikut gue ke Surabaya, ya. Kita pisah
di Terminal Bungur. Nanti gue langsung lanjut ke Jogja ngejar kereta besok pagi
sama Hanis.” Tutur saya panjang lebar.
“Kita nginep dimana, ki?” Tanya Acrut polos. Si Ekki
hanya geleng-geleng kepala. “Jadi gembel di stasiun aja, ya Ki.” Sambung Acrut
lagi. Kali ini Ekki mengangguk.
“Kalian hati-hati.” Ujar saya sedih. Perpisahan itu
memang selalu membuat hati rasanya mencelos. Apalagi harus berpisah dengan
orang-orang yang memberi warna-warni, pahit-manis, keseruan bahkan
kegelisahan selama berhari-hari.
Mau tidak mau, suka tidak suka. Kami harus kembali ke
kenyataan.
Kembali menjalani kegiatan yang itu-itu saja, tanpa
mendapat cobaan-cobaan aneh seperti di Argopuro seminggu lalu. Tujuh hari yang
penuh dengan rasa was-was dan penasaran.
pulanglah dulu ke rumahmu
bagi waktumu untuk yang lain
kuingin kau hanya untukku
tapi tak mungkin saat ini
bagi waktumu untuk yang lain
kuingin kau hanya untukku
tapi tak mungkin saat ini
sampai nanti
sampai bertemu lagi
sampai nanti
sampai bertemu lagi
sampai bertemu lagi
sampai nanti
sampai bertemu lagi
***
Saya, Hanis, Acrut dan Ekki duduk di dalam bus menuju
Terminal Bungur – Surabaya. Tertidur di bangku yang terpisah dan berdesakkan
dengan penumpang lain yang kebanyakan membawa barang dagangannya. Entah baru
saja memborong dari suatu tempat, atau malah baru mau berangkat menjualnya di
Surabaya. Aksen Jawa Timur terdengar bersahutan di sepanjang koridor bus. Televisi
gantung yang menampilkan dangdut sensasional juga tak lelah menggoyang penonton yang
terkantuk-kantuk.
Saya termenung menghadap jendela. Memperhatikan
jalan-jalan menuju Surabaya di malam hari. Jarum jam menunjukkan pukul sebelas
malam, namun aktivitas warga masih saja sibuk. Jalan dan trotoar belum sepi.
Pengamen jalanan juga tak henti bernyanyi.
Argopuro, tak pernah sedikitpun saya memiliki angan-angan
untuk ke sana. Seperti pendaki kebanyakan, saya juga mengidam-idamkan
puncak-puncak tertinggi di Indonesia. Bukan Argopuro. Bukan gunung dengan trek
terpanjang se-Jawa ini. Bukan gunung yang membuat saya bolos berhari-hari.
Namun Argopuro memberi saya banyak pelajaran. Terutama
dalam mengambil sebuah keputusan. Dan banyak pelajaran lain, seperti
kebersamaan. Kebersamaan selama berhari-hari bersama orang dengan watak
berbeda. Belajar bahwa saling memahami itu tidak mudah.
Mengenal Hanis selama satu minggu di alam bebas membuat
saya mengerti apa itu perjuangan dengan beban menjaga seorang gadis yang ibunya
super bawel. Saya yang memiliki angan-angan untuk pergi selama 20 hari demi
merayakan 20 tahun akhirnya pupus demi mengejar kereta pulang. Demi
mengantarkan Hanis menuju ke tempat dimana seharusnya ia berada, yaitu di
sebelah Papanya. Berat untuk Hanis memberi keputusan untuk lanjut ke Ijen dan
Baluran atau tidak. Namun orang tua lebih penting daripada sebuah perjalanan.
Saya tak mau melihat Hanis menyesal belakangan.
Bus akhirnya tiba di Terminal Bungurasih pukul dua belas
malam. Acrut dan Ekki langsung berpamitan kepada kami dan menyewa sebuah taksi
menuju Stasiun Gubeng. Sementara saya menunggu Hanis menunaikan ibadah Isya’
sambil menyantap soto hambar, mengingat menu-menu makanan di Argopuro kemarin
jauh lebih nikmat dibanding soto seharga limabelas ribu ini. Entah memang
kurang garam, atau mungkin karena saya makan seorang diri.
Hanis menyusul untuk makan soto yang sama. Wajahnya masih
sedatar sebelumnya. Ia bahkan masih menyimpan fla dari puding cokelat yang saya
buat tadi pagi di Danau Taman Hidup. Katanya, nggak rela kalau dibagi-bagi.
Saya tersenyum melihat Hanis menenggak fla dengan lahap.
“Yuk, cari bus ke Jogja. Target sampai Jogja jam enam
pagi, ya.”
Seketika Bus Mira melintas di hadapan. Setelah menempati
tempat duduk paling belakang, kami terlelap sampai pagi.
***
“Duh, udah jam enam tapi kok baru sampai Solo, ya?” Saya
mulai resah sambil menatap warung-warung di sepanjang jalan Sukoharjo menuju
Kartasuro. Sedangkan Hanis masih terlelap kelelahan. Saya yang merasa bosan
akhirnya tertidur lagi sampai Bus Mira yang kami tumpangi ini tiba di Terminal
Giwangan. Dari terminal, kami melanjutkan perjalanan menuju Stasiun Lempuyangan
menggunakan Ojek.
Pulang |
Sarapan kami pagi itu adalah nasi goreng pedas yang membuat
kami kompak menuju toilet stasiun sambil menunggu kereta tiba. Beberapa pendaki
dengan carrier di punggungnya sibuk
melintas di hadapan kami. Kebanyakan dari mereka kelihatannya baru turun
Merbabu atau Merapi. Kami yang hanya berdua seketika minder melihat mereka
datang berkelompok. Seketika rindu dengan kelompok Argopuro yang baru saja
berpisah semalam.
Kereta Bogowonto tiba. Dan itu adalah pertama kalinya kami tak
sampai dua jam menginjakkan kaki di Jogjakarta. Stasiun ini ibarat kehidupan.
Ada yang datang dan berlalu. Begitu saja. Sesederhana itu.
Kereta berangkat pukul sepuluh pagi. Tak banyak kegiatan
yang kami lakukan selain makan dan tidur. Kereta Bogowonto hari itu sepi
sekali, mungkin karena Hari Senin dan kereta tersebut tergolog mahal. Padahal
sama-sama Ekonomi.
Tapi saya setuju dengan konsep fasilitas itu sesuai
dengan harga. Kami tiba di Stasiun Jatinegara pukul setengah enam sore,
kemudian lanjut ke Bekasi dan balas dendam dengan makan tongseng di dekat
alun-alun. Dari sana, saya berpisah dengan Hanis. Menuju rumah dengan dijemput
adik menggunakan sepeda motor.
Tiba di rumah, Adik saya lanjut pergi. Keadaan rumah yang
gelap membuat saya malas-malasan membuka pintu. Betapa terkejutnya saya ketika
sang kakak keluar dari tempat persembunyiannya dengan sebongkah kue cokelat
dengan lilin bentuk angka.
“Selamat ulang tahun, Acita...” Ujar Ayah Ibu.
Terimakasih Ayah, Ibu, Ciah, Ais, Dede..
Atas kejutannya.
Atas ijinnya untuk pergi berhari-hari.
Terimakasih, Team Marah.
Atas kekompakannya.
Atas kenangannya yang... nggak akan bisa dirasakan kalau nggak sama kalian.
Atas... apapun yang udah kita lalui di hari-hari kemarin.
Dan, terimakasih kepada teman-teman yang telah menyimak
perjalanan panjang saya menuju angka dua puluh. Terimakasih do’anya. Sukses
untuk kalian semua :’)
Terimakasih telah sabar membaca postingan Argopuro saya selama Bulan April ini. Next, di Bulan Mei akan ada cerita-cerita seru dari berbagai pelosok negeri Indonesia ini. Pantengin setiap Hari Rabu dan Sabtu, ya :)
-Selesai-
Asyik ada yang ulang tahun, bisa bagi-bagi kue nya nih mba. he,, he, he,,
ReplyDeleteMet milad aja ya Mba, semoga tambah di sayang mamah papah.... :D
hihihihi. makasih pak. jangan banyak2 kuenya tar tambah buncit wkwkwk
DeleteAgit dekil ahaha selamat ulang tahun ya :))
ReplyDeletetelat wooooy. wkwkwk
Deleteuwuwuwuu :'3
ReplyDeletemumumumuuuu wkwkwk
Deleteselamat ulang tahun agita. hehe baru ngucapin telat bgt. berkesan bgt yah angka 20.a seru. moment2 yang pasti gabakal terulang dan dilupakan
ReplyDeleteanyway. tulisannya bagus git. sampe ikut terbawa alur. tulisan gini nih yang kadang bikin mood buat kepengen nulis lagi. . .
keep posting git.
makasih kak ber, keep posting juga buat dirimu. wkwkwk
DeleteSelamat ulang tahun, mba. Semoga makin banyak perjalanan yang bisa dituangkan ke dalam tulisan. Tetap sehat, tetap semangat biar bisa jalan2 terus. :D
ReplyDeleteaaamiiiiin. makasih yaaa :')
DeleteHBD mba, semoga sehat selalu, didekatkan rizkinya
ReplyDeletetengkyuuuu baaat
DeleteHBD git.. semoga selalu diberi sehat biar bisa mendaki trus.. AMIIIN..
ReplyDeleteaamiiin. makasih broooo :D
Deleteweeiit mbak agit kie kok masih muda bingitt e hehe haseehh heheh
ReplyDeleteiyolaaah. wkwkwkwk :p
DeleteSegitu bersihnya dibilang dekil en kumel? Duh.. Aku langsung minder ih.. :( *melipir*
ReplyDeletewkwkwk sini beb aku bedakin pakai tepung :D
Deletemaaf mba, kepoo dong, mba agit ini punya kelebihan bisa melihat makhluk halus yaa?
ReplyDeleteengga kok den, cuma gatau di argopuro dikasih liat terus. wkwkwk
Deleteefek dari mens, jadi aja bisa liat
Deleteselama seminggu kamu bawa tas berapa liter?
ReplyDeletekisahmu memang selalu menarik, romansa dan horror nya bikin greget. KETJEH.... buat agit.
Kalo main daerah bandung berkabar ya ke @alinurdin_29 , mungkin saya bisa gabung. hehehe :D
hahaha kami bertujuh.
ReplyDeletetas agit & acrut 30 liter,
hanis 70+,
opin, bang cehu, eki, bang nana 50+
siiip. porterin urang yaaak. wkwkwk
Delete
Seru critanya.. Mo kesana lg kpn kira2 mbak.. Mass.. Ikut doong
ReplyDeleteHub aq ya mbak.. Mas klo mo ksana lg.ppgn ke sana lg sih.. Udah 10 thn ga ksana.. Kl sendiri takut nyasar. Heru.. 085648548672 atau via email budhibudhayana@gmail.com..ditunggu infonya... Thx. Salam rimbaraya
Seru Bener non ceritanya, sayang saya telat coment nya, tau blog nya si non saat mau cari tau tentang muara gembong..dan nemu deh " menuju jauh.." bagus non petualangan nya..saya baca sampe lupa waktu, tapi emang di niatain sambil ngabuburit sih... seru..seru..seru...
ReplyDeletelumayan bikin leher pegel juga bacanya, kuang lebih 2 jam dari awal sampe selesai.
ReplyDeletecerita apik, tulisannya juga bagus, enak dibaca, penyampaiannya juga lugas.
gara gara browsing tentang argopuro nih, jadi nemu blog ini, tapi terimakasih juga sih, jadi tau sisi sisi argopuro, kearifan lokalnya, habitatnya. saya setuju dengan kata kata "menuju jauh untuk merindukan atau di rindukan" kurang lebih seperti itu. intinya saya suka dengan penulisan mbanya.. terimakasih.. :)
terimakasih banyaaaak :''''))))
DeleteKangen gaa sama anak anak maraah ?? Gua lagi kangen... Lagi reread semua :( kocaakk... Ngeselin, sedihh... Hahahh... Kangen kangen kangen
ReplyDelete