Saturday, 25 April 2015

Melepas Lelah di Danau Taman Hidup

Cerita sebelumnya klik di sini :)

Pendakian gunung argopuro
Ekki Lelah

"Jalan masih teramat jauh.."

"Mustahil berlabuh bila dayung tak terkayuh."

Saya dan Ekki mulai bersenandung lagu Iwan Fals. Merasa bahwa hutan lumut benar-benar tak ada ujungnya. Bahkan Hanis sempat-sempatnya berpikir kalau kami tak dapat keluar dari labirin raksasa ini sebelum hari terang.

BRUKKK

Hanis terpeleset di trek menurun. Ia yang berusaha menahan carrier 75 liter justru membuat kakinya terkilir. Ia menyerah. Baru kali ini saya melihatnya sefrustasi ini.


"Gue nggak kuat. Gantiin gue bawa Si Bilu. Berat banget. Kaki gue ketarik lagi." 

"Gue urut bentar, yak?" Tanya Acrut. Hanis mengiyakan. Dengan cepat, Acrut melepaskan sepatu Hanis. Gerakan tangannya yang lincah membuat kami bengong.
"Aaaaarrggggh." Hanis mengerang saat betis dan telapak kakinya diurut Acrut. Akhirnya kami berganti formasi, membuat satu team dapat bergerak dengan cara bertukar carrier.

"Kamu nggak papa?" Tanya saya kepada Hanis saat ia mau melangkah.

"Kakek 'dateng'. Makanya aku kaget terus kepleset." Ujar Hanis dengan arah mata yang entah kemana.

"Semoga kakek buka jalan buat kita ke Taman Hidup." Bisik saya kepada Hanis. Semoga orang yang nyembah batu atau pohon tadi nggak ngikutin kita, semoga nggak ada lagi yang ngisengin kita. Lanjut saya dalam hati.

"Aamiin."

Kami terus berjalan mengikuti langkah Bang Cehu. Tak ada satupun yang merasakan kehadiran Almarhum Kakeknya Hanis selain saya dan cucunya. Perjalanan kali ini saya rasakan lebih santai dan tak setegang tadi. Sangat lancar, sangat cepat. Tau-tau sudah dekat dengan percabangan menuju Taman Hidup.

"Gue lupa belok mana." Ujar Bang Cehu. Semua mendadak diam.

"Jalan masih teramat jauh.." Senandung saya lagi.

"Mustahil berlabuh bila dayung tak terkayuh." Lanjut Ekki.

"Coba lewat sini deh..." Bang Cehu seketika belok. Kami mengikuti. Sampai lumayan jauh, ia berhenti lagi. "Balik lagi, yuk."

"Krik... krikk.. krikkk." Acrut mulai malas.

"Jalan masih teramat jauh.." Senandung saya lagi.

"Mustahil berlabuh bila dayung tak terkayuh." Lanjut Ekki lagi.

"Seriusan, bentar lagi sampe. Tapi gue lupa. Balik lagi ke cabang yang tadi."

Akhirnya kami balik arah ke percabangan sebelumnya.

Dari situ, kakek menghilang.

Dan kemudian....

.......kami sampai.

"TAMAN HIDUP!!" Bang Cehu berteriak.

"Elu dari mana bro, jam duabelas malem baru sampeeee?" Teriak temannya Bang Cehu yang sudah sampai Taman Hidup sejak sore.

"Gue.. salah jalur." Jawab Bang Cehu kalem.

"Hahahaha. Gak mungkin target enam jam molor sampe duabelas jam." Sahut temannya lagi. Kalau dipikir-pikir, iya juga sih.

Sambil menunggu Bang Cehu yang masih mampir di tenda sebeah, saya dan Acrut merebahkan badan di tanah. Yang cowok-cowok langsung pada bangun tenda.

"Agit, Hanis, ikut gue bentar." Ajak Bang Cehu sambil menarik tangan saya dan Hanis. Mau tak mau, kami mengikutinya.

Ke Taman Hidup.

Tengah Malem.

"Bang, jangan bilang lu mau nyeburin gue. Dingin, Bang." Ujar saya pelan.

"Nggak lah, emangnya gue pea." Kilah Bang Cehu.

"Emang." Jawab saya dan Hanis, kompak.

"Ya udah sih, sori kalo nggak sesuai target. Tapi liat deh, indah, kan?" Bang Cehu menunjuk ke arah Danau Taman Hidup yang penuh kabut hingga tak terlihat airnya sedikitpun, dengan dua bukit menjadi latarnya, dan gemerlap bintang di atasnya.

"Selamat ulang tahun, Agit. Ini kado dari Hanis buat lo." Ujar Bang Cehu kemudian. Saya berkaca-kaca.

"Pelukan yuuuuuk." Ujar saya. Seketika kami bertiga berpelukan kayak teletubbies.

Rasanya, lega. Sebentar lagi bisa pulang. Argopuro ini bener-bener, deh. Hebat kalau nggak nyasar di Argopuro mah :(

"Guys, cabut yuk. Ada mbak cantik di pos deket danau." Ujar saya sambil ngibrit ke tenda.

***

"Selamat pagiiii...." Teriak saya ke seluruh penghuni tenda, tapi tak ada satupun yang bergerak. Mungkin kelelahan karena trekking duabelas jam kemarin. Padahal rata-rata setiap harinya kami trekking hanya 4 - 6 jam saja. Jari-jari kaki saya juga sudah mulai membengkak. Dan kalau digerakkan, rasanya sakit.

"Ayooo. Hunting sunrisee." Teriak saya lagi. Kali ini Bang Cehu dan Hanis akhirnya bangun. Tak mau melewatkan pagi di Taman Hidup. Di danau yang cantik parah.

Danau Taman Hidup Argopuro
Bang Cehu dalam Siluet

Danau Taman Hidup Argopuro
Pos-posan Taman Hidup
Danau Taman Hidup Argopuro
Kata orang ini surganya Argopuro
Danau Taman Hidup
Ah, langitnyaaa :')
 Belum puas?
Nyoh, tak kasih lagi....

Mancing, yuk.
Nyuci nesting, sampahnya jangan dibuang sembarangan, ya.
Dilarang berenang, karena ada ikan yang katanya segede bus :|
Ciye, liat Taman Hidup jadi galau, ciye....

Saya tak tahu apa arti dari Taman Hidup ini. Entah memang taman yang benar-benar hidup, atau memang ada kehidupan lain di taman tersebut. Yang saya tau, akhirnya perjalanan panjang selama enam hari yang melelahkan ini telah berhasil kami lalui. Semua lelah terbayar dengan pemandangan danau Taman Hidup yang ciamik ini. Kalau di Danau Segara Anakan gerah dan kalau di Ranu Kumbolo dingin, nah, Danau Taman Hidup ini berasa di antara keduanya. Hangat. Sejuk. Dan... damai.

Iya, damai! Karena jarang banget pendaki yang mendaki gunung ini. Pertama, treknya panjang banget sehingga pendaki yang masih kuliah ataupun kerja pasti jadi mikir-mikir, takut bolosnya kelamaan. Kedua, saking sepinya ini gunung, jadinya orang juga takut nyasar karena nggak ada yang bisa ditanya-tanya. Ketiga, males bawa bekal buat satu minggu. Beraaaat! Ke empat, seperti yang sudah saya bilang sebelumnya, siang parno macan, malam parno setan. Masih banyak banget binatang buas dan hantu-hantu iseng di Gunung Argopuro. Ke lima, mentang-mentang puncak Argopuro ini nggak tinggi-tinggi amat, jadi pada keukeuh ngejar puncak-puncak kayak Semeru, Rinjani dan Kerinci.

Yah, gitu deh...

Sekarang, selain gunung-gunung jadi rame, biaya simaksi juga semakin mahal. Untung aja waktu ke Argopuro kemarin cuma sepuluh atau limabelas ribu gitu per kepala. Eh, sekarang jadi duapuluh ribu per hari. Bayangin aja, naik gunung seminggu, dikali dua puluh ribu. 

Yah, gitu deh...

Daripada pusing, mending kita pesta. Menu makanan di Taman Hidup ini Makaroni pasta dan Pizza. Dengan dessert puding cokelat lengkap dengan fla-nya. Terus makan rame-rame sama temen-temen Bekasi Summiter yang ketemu di Taman Hidup juga. Mereka berangkat dari Bremi dan turun lewat Baderan. 

cangkruk
Lovieisme sama @CahpterJogja \m/
Temu Kangen @B_Summiter

Usai makan ala-ala bule, kami meninggalkan Taman Hidup yang damai. Melalui jalur Bremi yang saat itu banyak sekali motor trail, entah sedang latihan atau memang ada kompetisi. Saya tidak tahu. Jalanan dengan kontur tanah gembur tersebut seketika menjadi licin dan membentuk cekungan di tengah sehingga menyulitkan pendaki untuk melintas. Sungguh bangkek sekali.

Jalur Bremi yang katanya rata-rata dilalui sampai empat jam itu tak berlaku bagi kami. Iya dong, kami lari di sepanjang trek dan sampai pos nggak sampai tiga jam. Kece badai lah pokoknya. Apalagi Acrut yang niat ngebut demi ngejar kereta pulang ke Jakarta demi ujian esok hari. Hahaha. Akhirnya, kami keluar dari hutan. Kemudian berjalan di antara perkebunan warga.

"Air gue habiiiiiis. Air danau nggak bisa diminum. Aaaaak. Gue butuh aiiiir." Teriak saya kepada teman-teman seperjalanan. 

"Itu di depan ada air sawah." Saya yang latah malah nadangin botol minum ke air sawah. Nggak tau itu air juga asalnya dari mana. Entah bekas mandi atau cuci baju. Hahaha.

"Mau eskriiiiim!" Teriak saya lagi ketika ada tukang eskrim lewat di perumahan warga. Akhirnya, kami malah jajan eskrim. Hahaha.

Sebenernya, jalur Bremi sampai keluar pintu hutan mah cepet, tapi kok ya dari pintu hutan sampai ke Basecamp Bremi yang di pinggir jalan itu rasanya jauuuuuh banget! Padahal saya kangen pengen mandi. Badan lengket seminggu gak mandi :(

Hanis keling mau mandi, biar kinclong.
Saya langsung nelfon Ayah Riffat

"Assalamu'alaikum, dek Agit."

"Ayaaaah. Gimana lari-lari di Rinjaninya?" Tanya saya semangat.

"Gue nggak finish. Hehehehe. Selamat ulang tahun, Dek Agit. Gimana Rengganisnya?"

"Seruuuu. Tapi banyak cetaan!" Seru saya.

"Tapi pas kalian nyasar, kakeknya Hanis dateng, kan?" Tanya Ayah lagi.

"Kok Ayah tau?"

"Git, git, gue kan juga 'mantau' elu dari jauh. Hahahaha." Seketika saya merasa lega, sejauh apapun saya pergi, masih ada yang mengamati dari jauh. Kami berbicara panjang lebar. Termasuk mengenang ulang tahun saya sebelumnya yang dirayakan di Rinjani.

Ah, gunung selalu bisa membuat saya tertawa dengan mata berkaca-kaca.

***

Di Terminal Bus Probolinggo

"Gue sama Opin ke Malang." Ujar Bang Cehu saat kami sedang sibuk menyantap makanan masing-masing.

"Gue sama Ekki ke Surabaya. Kereta kita besok pagi soalnya." Sahut Acrut kemudian.

"Gue mau nyeberang ke Bali. Yoi mamen." Ujar Aki Nana sambil bergaya ala-ala reggae.

"Hahahaha. Gue sama Hanis lanjut ke Ijen sama Baluran." Saya turut menyampaikan rencana lanjutan. Tiba-tiba ponsel Hanis berdering. Wajahnya menunjukkan kecemasan.

"Bokap mau masuk rumah sakit." Ujarnya lemah.

"Terus gimana?" Tanya saya kaget.

"Lo berdua cari tiket. Pulang sekarang." Ujar Bang Cehu kemudian.

"Surabaya - Jakarta harganya macam pesawat semua! Ekonomi ludes!" Suara saya semakin meninggi. Suasana semakin panas. Dan Hanis hanya menundukkan kepala. Bingung.


****
Baca lanjutannya di >> Kejutan Saat Kembali Pulang (end) :')

23 comments:

  1. gue bilang juga apaaa, bikin ngiriiiii -_______-

    ReplyDelete
    Replies
    1. HUAHAHAHAHA *ketawa jahat*

      Delete
    2. itu cerita masih lanjut? -____-

      Delete
    3. sebagai penutup di bulan April, silakan tunggu akhir cerita ini di hari Rabu. wkwkwk

      Delete
  2. seruuu :3
    kalo kesana ga sama kalian pasti ga akan seseru ini :')

    ReplyDelete
  3. Nyasar emang serem wkwkw pernah turun kebablasan di hutan mati dan pertama kali nyasar wkwkw muter muter 40menitan kaga nemu jalur juga. Alhasil duduk bentar sambil tengak tengok eh liat "orang" manggil manggil wkwkw tapi pas nanya sama temen yang nyasar doi kaga ngeliat, padahal jalan bertiga wkwkw

    ReplyDelete
  4. keren ya tempatnya, cuma lumayan penasaran pas bacanya hehehehe, siang parno macan malam parno setan hehehehe

    ReplyDelete
  5. wah...Argopuroo...susah ya gunungnya...tapi airnya banyakk... :) salam kenal..

    ReplyDelete
  6. wah senyum nya mbak agitt ihieerr hehe... wah suka mbak sama replika surga yang satu ini kereeenn abisss...

    ReplyDelete
  7. Aku harus olahraga buat ndaki ke sanaaaa.. :D

    ReplyDelete
  8. thx ya mbak, baca bloqnya jadi semangat gak sabar mau kesana sept ini. btw kata temenku sekarang per malam rp 40.000. x 6 jiiiah

    ReplyDelete
    Replies
    1. waduh kurang tauuu. wkwkwwk mahal banget yaaaa

      Delete
  9. seru banget ya mendaki, meskipun horor dan nyasar tapi rasa kebersamaannya semakin tinggi..

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...