Saturday, 17 May 2014

Mengenal Sisi Lain Bekasi Lewat Muara Gembong


Ada satu pertanyaan yang paling saya hindari ketika traveling ke suatu tempat dan bertemu dengan orang baru. Yaitu pertanyaan, "Asalnya dari mana, Mbak?"

Bukan saya tak bangga dengan kota yang tertulis di Kartu Tanda Penduduk sekaligus Akta Kelahiran ini. Namun biasanya ketika saya menjawab Kota Bekasi sebagai tempat saya berasal, Si Penanya justru akan bertanya lagi dengan tatapan heran, "Bekasi? Di mana?"

Maka saya akan menghela napas panjang sambil menjawab pelan, "Dekat Jakarta."

Kalau sudah begitu, saya akan menghindari pertanyaan seputar makanan khas Bekasi dan tempat wisatanya. Tetapi, semakin sering saya traveling, semakin sering pula pertanyaan itu terlontar dan mengacak-acak isi kepala. Dua puluh tahun saya tinggal di Bekasi, masa iya tidak tahu apa-apa selain mall dan cluster yang kian marak dibangun dan memadati kota?

Wilayah Bekasi terbagi menjadi dua, yaitu Kota dan Kabupaten. Letaknya di antara Karawang dan Jakarta dengan aliran sungai Kalimalang yang melintang dan menjadi sumber air utama. Bekasi juga dikenal sebagai Kota Patriot karena dulunya merupakan tempat berjuang para patriot pembela tanah air. Mayoritas penduduk Kota Bekasi yaitu Betawi dan Sunda, sementara saya termasuk ke dalam suku Jawa. Maklum, pendatang. Oleh karena itu, jika ditanya apa makanan khas dari Bekasi, sudah tentu saya tidak bisa menjawab apapun. Tapi kalau ditanya tempat wisata di Bekasi? Hmm.. Belum. Saya belum bisa menjawabnya. Bagi saya, Bekasi adalah tempat yang cocok untuk wisata belanja dan kuliner, hal ini dikarenakan banyaknya mall dan rumah makan yang telah/sedang dibangun.

Bekasi juga cocok untuk wisata sabar, karena cuacanya yang panas, sering banjir, macet, sekaligus sebagai tempat pembuangan sampah (iya, Bantargebang masih bagian dari Bekasi). Bekasi juga tidak memiliki Universitas Negeri, padahal wilayahnya lumayan besar dan cukup produktif. Dan yang paling menyedihkan, ketika mencari destinasi wisata Bekasi di website resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (www.indonesia.travel/id) jawabannya seperti ini...

no data that matches with keyword you enter : bekasi

Dear, Pak Menteri.
Jawa Barat tak hanya sekedar Bandung dan Bogor, Pak.
Bekasi juga bagian di dalamnya. 
Walau tak ada destinasi wisata, namun potensi daerah Bekasi cukup tinggi, Pak.
Bagaimana kalau kita eksplor satu saja tempat keren di Bekasi?
Mari kita mulai perjalanan dari bagian Bekasi paling tak terurus.
Paling terpencil, paling tertinggal, paling sulit dijangkau.
Paling sering banjir dan paling ujung.
Muara Gembong.


Menurut wikipedia, Muara Gembong merupakan kecamatan paling ujung di wilayah Kabupaten Bekasi. Lokasinya berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Teluk Jakarta di sebelah barat, Kabupatan Karawang di sebelah timur dan Kecamatan Babelan di sebelah selatan. Membayangkan betapa jauhnya tempat ini sudah membuat kening saya berkerut duluan.

Namun sebagai persembahan tanda cinta kepada kota yang membesarkan saya selama 20 tahun, sekaligus mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seputar Bekasi, saya rela mencari sejarah nenek moyang hingga ke pelosok dan membuktikannya kepada orang-orang bahwa; Bekasi ini indah, kawan.

Thursday, 15 May 2014

Pengumuman Pemenang Lomba Kreasi Cover Catatan Layang

Alhamdulillaaah.. Setelah berhasil menjual hampir seratus buku Catatan Layang selama kurang dari dua bulan, akhirnya saya dan @menujujauh berkampanye untuk menggelar Lomba Kreasi Cover Catatan Layang. Kebetulan saya dapat sponsor T-Shirt dari Sudom Cloth, jadi sekalian aja bagi-bagi baju gratis :D

15 Peserta #LombaKreasiCover @CatatanLayang

Keren-keren kaaaannn???!!!

Setelah semedi selama seminggu terakhir, mandi kembang dan ngunyah melati (#halah) akhirnya saya dan admin @menujujauh memutuskan bahwa pemenangnya adalah...

Sunday, 4 May 2014

Cibodas dan Hujan di Malam Hari

Saya sendiri bingung kenapa dari kemarin ceritanya sepotong-sepotong. Bukan karena hati saya yang tinggal sepotong, tapi... ah, sudahlah. Jadi gini ceritanya, habis turun dari Puncak Gede di acara Fun Hiking Education kemarin, saya melalui jalur Cibodas sebagai trek turun. Kandang Badak masih basah seperti biasanya. Ndak papa, asal bukan pelupuk mata aja yang basah :" #halah *toyor Agit*

Di sepanjang trek turun, saya diguyur hujan. Saya juga sempat ngedrop karena lupa makan dan belum tidur sore. Jadilah menjelang maghrib saya beristirahat cukup lama dan bersandar pada sebatang pohon. Niatnya hanya memejamkan mata barang sebentar, namun apa daya, saya malah ketiduran. Untung saja Hanis siap sedia menemani saya. Sementara anak-anak sudah duluan turun ke Basecamp.

Saya dan Hanis turun kemalaman, sekaligus kehujanan. Aura mistis mulai mengiringi langkah kami berdua.

"Kok carrier aku berat,  ya?" Tanya Hanis sambil  membetulkan posisi carrier yang digendongnya. Sementara saya hanya bisa memberi cengiran lebar dan tak mampu mengatakan apa yang saya lihat di sebelah Hanis. Heu [--,]>

"Mungkin karena air hujan, tasnya jadi berat. Pakai payung, gih." Jawab saya menenangkan. Saat itu Hanis hanya mengenakan selembar kaos tipis dengan logo Fun Hiking Education dan saya khawatir dia akan kedinginan jika terus seperti itu. 

"Kamu cuma pakai jaket aja? Nggak pakai Raincoat?" Tanya Hanis sambil membuka payung. Ia heran melihat saya dengan santai menerobos hujan.

Saturday, 3 May 2014

Giraffe Journey 3; Antara Gunung Gede dan Merapi

Ketika saya sedang sibuk dengan Event Fun Hiking Education di Gunung Gede, pada tanggal yang sama, Asti sedang melangkahkan kakinya ke Gunung Merapi. Kami terpisah ratusan kilometer, namun raga tetap berada di tempat yang sama, di atas awan.

Sebenarnya, saya malas ke Gunung Gede. Begitu pula Asti, ia pun malas jauh-jauh ke Merapi. Banyak faktor yang membuat kami berdua malas melangkah ke ketinggian. Banyak alasan betapa naik gunung bersama banyak orang sungguh tidak mengenakkan. Kami hanya ingin mencari pelarian berdua. Bukan dengan dia dan dia yang lain.

Berlari sungguh melelahkan. 
Apalagi jika kau berlari hanya untuk menghindari sebuah rasa takut.
Takut untuk jatuh cinta.

Karena naik gunung berhari-hari dengan lawan jenis, sangat sulit menolak hadirnya benih-benih cinta. Dan yang paling menyebalkan, ketika cinta yang kau percaya sebagai tujuan akhir, ternyata hanyalah sebuah tempat singgah. Sekedar numpang lewat. Turun gunung? Usai sudah. Ah, cinta yang datang terburu-buru, biasanya akan berakhir dengan cepat. Seperti yang sudah-sudah.

Mari kesampingkan dulu masalah pelarian dan cinta-cintaan. 

*hela nafas panjang*

Perjalanan dari Surya Kencana ke Puncak Gunung Gede adalah perjalanan yang paling 'sendiri' untuk saya. Saat itu saya diberi tugas mendampingi tiga orang anak yaitu Amelia Poki-poki, Dila dan Bungsu. Seperti biasa, pikiran saya entah berlarian kemana. Anak-anak saya pun sudah bisa dilepas bahkan mendahului saya menuju ke puncak. Dalam hati saya membatin, "Kak Ast, apa kabar? Trekking ada yang nemenin, kan? Minum ada yang bawain, kan? Muncak nggak sendirian, kan?"

Tidak lama untuk mencapai puncak, sekitar 1 - 2 jam. Dan sesampainya di atas, hujan turun deras. Beberapa peserta tumbang sehingga memaksa pendakian dengan jumlah 57 orang ini harus dihentikan. Saya sendiri tidak bisa berbuat dan membantu lebih banyak. Saya merasa kedinginan. Syukurlah saya memiliki partner paling pengertian yang menyodorkan segelas susu hangat. Tapi sayang, ia ndak sekalian menyewakan jasa peluk.

Cukup lama kami terhenti di Puncak Asmara Gunung Gede. Berdiam di sana dalam waktu yang lama justru membuat kepala saya pusing dan badan semakin menggigil. Akhirnya saya memutuskan untuk turun daripada saya sendiri ikut tumbang karena menghirup asap belerang. Beberapa peserta dan panitia juga mengisyaratkan untuk segera turun karena takut kemalaman. Dari situ, saya tidak tahu siapa lagi anak-anak saya. Semua berpencar dan saling mendahului.

Aku di sini
Kamu di mana?

Kami berjalan, berlari, terjatuh, mencoba bangkit dan terus melangkah lagi hingga kembali ke peradaban yang sebenarnya. Walau jalur Cibodas di malam hari benar-benar menghantui, sampai-sampai kuku kaki saya nunclep lagi. Bagaimana denganmu, Kak Ast? Kuku kakimu sehat? Btw, jaket kita kok sama-sama warna pink? Nah, Giraffe Journey 3 versi Asti bisa dilihat di >>> sini! :)

Wednesday, 30 April 2014

Keluarga Kecil di Surya Kencana


Dan, taraaaaaa...
Finally, saya ngetik ini pakai komputer kantor sambil diliatin karyawan yang lain :( Iya, laptop saya, si Arjuna, metong bo'! Gara-gara dicolak-colok flashdisk dan memory card jahanam. Sekarang dia nginep di konter Asus selama dua minggu :(((

Kenapa Keluarga Kecil? Karena team saya kecil-kecil! Heuheuheu. Jadi gini, sebelumnya saya sudah pernah membahas Fun Hiking Education di sini >> Now, Women No Cry! Iya, saya terjebak pendakian massal dari Bekasi Summiter dan diberi tugas menjadi Leader Team 3 dengan partner saya seorang pria betawi berhidung mancung dengan nama Hanis.

Tail Team 3
Kami berdua diberi beban mengurus lima orang anak perempuan yang bawel dan berisiknya minta ampun. Diantaranya yaitu Raha, Amira, Erlita, Annisa dan Amelia Poki-poki. Sesuai dengan namanya, Amelia Poki-poki adalah yang ter-rempong dan ter-rusuh. Ia memprovokatori teman-temannya untuk memanggil kami berdua dengan sebutan Ayah dan Bunda. What?!!!

"Kak Agit, Bang Hanis, kelompok lain pada manggil leader-nya Daddy-Mommy, Opa-Oma, Ummi-Abi. Berarti kita manggil kalian Ayah sama Bunda aja, yaaaa!" Seru Amelia Poki-poki dengan manja. Yang lainnya meng-iyakan. Sementara saya hanya bisa menghela napas panjang. Dan Hanis, ia hanya geleng-geleng kepala.

Acara ini dimulai dari Hari Jum'at, 18 April 2014. Para peserta dan panitia telah berkumpul sejak pagi, sedangkan saya baru datang ketika hari hampir sore. Jam keberangkatan cukup ngaret, kami baru meninggalkan Bekasi pukul lima sore. Saat itu terbagi menjadi tiga tronton. Total peserta dan panitia yaitu lima puluh tujuh orang. Rame, ya?

Tronton yang kami tumpangi memutuskan untuk melalui jalur Cianjur menuju Basecamp Putri yang terletak di Cipanas, mengingat jalur puncak dan Cisarua pasti macet sekali. Maklum, long weekend. Di tronton, perut kami serasa di-aduk-aduk. Jalurnya naik turun, kayak hati saya tiap kali ingat dia (╥﹏╥) 

Kami baru tiba di Basecamp Putri menjelang tengah malam. Entah kenapa lama sekali. Kepala saya pusing nggak karuan. Selesai memastikan anak-anak saya telah mengisi perut dan tidur dalam keadaan kenyang, saya memaksakan diri untuk menelan dua buah antimo agar bisa cepat tidur.


Sabtu, 19 April 2014

Saya bangun pukul tiga pagi. Itu pun dibangunkan Hanis karena beberapa peserta yang maag-nya kambuh. Duh, dek ( ._.)/||  Mbok ya kayak saya, kerjanya makan terus. Kan kasihan perutmu. Untung anak-anak Bunda rajin makan, ya  (/‾▿‾)/ 

Selesai mengurus peserta sakit, saya mulai kelaparan dan mencari makan. Hanis menyuapi saya beberapa sendok nasi uduk. Beberapa melanjutkan tidur hingga subuh, beberapa yang lainnya sibuk mandi dan berkemas. Hari begitu cepat menuju pagi. Matahari juga terlalu cepat terbit. Roda dunia terus berputar, sementara hati saya tak juga singgah dari hatimu. #eaaaa

Matahari terbit

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...