Tidurku tak nyenyak malam itu. Tanpa
memeluk termos berisi air panas dan salonpas hot dikakiku yang lupa ku lepas.
Aku sampai berteriak kepanasan sambil melepasnya dengan mata yang masih merem. Pukul empat subuh akhirnya aku
benar-benar bangun.
“Giiitt.. giiiit..” Teriak seseorang
entah darimana.
“Iyaaaah..” Sahutku dengan suara yang
masih berat.
“Tenda kamu dimana giiit? Abang gak
tauuu..” Teriak orang itu lagi. Aku membuka tenda dan menyembulkan kepala.
“Bang Yasiiin..” Ucapku lemah. Ia sudah jongkok didepan tendaku.
“Nih, buat kamu, Git. Abang pulang
sekarang..” Ujarnya seraya menyodorkan jersey Chelsea-nya yang bertuliskan Maha
nomor 20.
“Ini buat Agit, Bang? Sayang bang..”
“Gakpapa.. Buat kenang-kenangan.. Abang
masih punya banyak..”
“Abang makasiiiih.. Ini masih jam empat
pagi Bang..” Mataku mulai berkaca-kaca.
“Iya, Abang pulang sekarang ngejar
kereta ke Bandung..”
“Asik.. Lamaran yak… Ati-ati ya Bang…”
Aku mencium tangannya. Ia mengelus kepalaku kemudian pergi. Kututup tendaku dan
kutatapi jersey darinya. Aku menghembuskan nafas panjang. Segera kupakai jersey
tersebut untuk menghangatkan badanku. Kemudian aku teringat Donny yang minta
dibangunkan.
Baru saja membuka tenda, aku sudah
merasa kedinginan. Baru itu aku merasa dingin luar biasa, terlebih lagi jaketku
basah terkena embun yang menempel dipinggir tenda. Entah siapa yang
meletakkannya disitu. Tak apa lah, ku pakai saja. Ku longokkan kepalaku keluar
tenda.
“Donny udah bangun?” Tanyaku ketika
melihatnya sedang packing.
“Udah, Git..” Jawabnya kalem.
“Donny diluar dingin gak?” Tanyaku lagi.
“Dingiiiin. Tapi yaudaah, lo banyakin
gerak aja.”
“Lu kok pake sepatu? Emang nggak basah?”
Aku benar-benar banyak tanya.
“Basaaah. Ini juga dingin banget kaki
gueee!” Jawabnya. Aku memberanikan diri keluar tenda. Meloncat-loncat sambil
menghangatkan badan.
“Terus mau ngapain lagi ini? Belum pada
banguun…” Kataku kemudian.
“Packing aja, biar entar gak repot.”
“Masih gelap, Don.”
“Pake headlamp lu pe’a.” Oh iya, benar juga.
Aku segera menggunakan headlamp dan mengeluarkan carrier. Re-packing
barang-barang dan mengumpulkan yang berceceran. Sampai akhirnya setengah enam
pagi sudah terlihat terang sekali. Ah, dua hari yang lalu aku sedang merasakan
pagi pertama di Ranu Kumbolo :’)
Sudah mulai banyak yang bangun, peserta
mulai bersiap-siap. Berkali-kali ku tolehkan wajah ke tenda Team Arcopodo,
namun Bang Yasin sudah tak terlihat. Ah, dia benar-benar sudah pulang. Kemudian
ku tolehkan lagi wajahku ke dua bukit itu, yang ditengahnya terdapat danau. Dan
menoleh ke sisi lainnya. Sebuah tanjakkan yang berhasil kulalui. Dan
wajah-wajah mengantuk yang baru saja ku kenal ini, Kalian Luar Biasa!!!
Bertemu lagi dengan orang-orang Sulawesi
yang dipuncak itu. Mereka sedang menikmati pagi. Sementara aku sudah
bersiap-siap pergi. Tak lupa mendokumentasi dan mengabadikannya dalam sebuah
foto.
“Fotoin gue sama Agit dong!” Teriak Bang
Ucup.
“Ayok..” Aku mendekat kepadanya. Berpose
dengan dua jari sambil cengengesan.
“Satu.. Dua..” Aba-aba dari fotografer
(aku lupa) Tiba-tiba Bang Ucup mengangkatku.
“Aaaaaaaaaaaakkkkkk!!! Hahaha…” Aku
berteriak sambil tertawa.
“Lu jangan gerak. Berat bego!” Ujarnya.
Hahaha… Dan terciptalah sebuah foto seorang Bapak yang menggendong anaknya
dengan Background Ranu Kumbolo.
“Ayo yang pulang sekarang siap-siap.
Nanti kloter tiga pulang jam sepuluh. Tadi yang pertama udah pulang duluan jam
empat shubuh.” Jelas Om Dedy selaku panitia.
“Nganga. Tenda gue masih banyak isinya.
Gak dirapihin?” Tanyaku pada Nganga.
“Nanti tenda lu gue aja yang bawa, Git”
Jawabnya.
“Kompor gue mana ya, Nga?” Tanyaku lagi.
“Ada di tas gue. Tar gue juga yang
bawa.” Ia meyakinkanku.
“Tendanya pasaknya lima ya, Nga. Punya
Om gue itu..”
“Iyaaaa…” Ia tersenyum. Senyum yang
manis sekali. (kalimat ini dibuat agar Ken Rangga senang)
“Ada yang mau sari kurma?” Tanyaku
setengah berteriak. Nganga yang pertama nyengir, kemudian Caesa, lalu Bang Ardi
tiba-tiba datang. Ah mereka ini, senang sekali sari kurma dan selalu belepotan
meminumnya. Dan aku pasti memarahi :-D
Aku hendak menutup payungku yang
semalaman terbuka. Payung ini dipakai Arya selama perjalanan.
“Aryaaa.. Kok payung gue rusak sih yaa?
Yah.. kok patah? Yahh.. Aryaaa.. Ini punya emak gue, dapet dari Ibu-ibu PKK..
Aryaaa.. nanti gue bilang apa ke emak gue Yaaaaa?!!” Aku ngoceh tiada henti.
“Gak tau giiiiiiiit. Hahaha Sorry git..”
Jawab Arya sambil cengar-cengir.
“Git, tangkep nih.” Teriak Kibo sambil
hendak melempar sesuatu.
“Kibooo, itu kan kado buat kelompok!
Nanti kan buat tukeran kado. Kok lu malah kasih gue?” Aku masih ngoceh tiada
henti.
“Udah nih tangkep! Ni kado gue buat
elu.” Ia melempar bungkusan. Aku menangkapnya.
“Buka gih.” Ucap Kibo lagi. Aku
membukanya. Dan..
“Aaaaaaaaaahhhh.. Kibo
so-sweeeeeeeeeeet!! Pasti emak gue seneng payungnya jadi cakepan. Makasih ya
Kibooooo!” Aku senyam-senyum tak karuan. Terimakasih semesta. Masih sepagi ini
aku sudah mendapat banyak hadiah.
“Gileee ini tas gue enak banget dah..”
Tutur Arya sambil melintas dihadapanku.
“Yaudah sih Ya, tas gue emang gak enak.
Lo mah gituu..” Aku merengut.
“Siapa yang tasnya paling berat? Tanya
Uchil, Guide kelompokku.
“Aku chil, tukeran chil.” Jawabku.
“Ooo.. tidak bisa. Sini tak setting-in” Ia mengutak-atik settingan
carrierku (pinjaman dari Bang Koko). Dan ajaibnya, setelah kupakai, jadi
enteng. Kyaaaa :-D
“Ayooo.. Pulaaaang..” Teriak Arya.
“Arya, lo beneran pulang sekarang?”
Tanya Caesa dengan suara manjanya. Kami sedih mendengarnya. Arya berkaca-kaca.
“Tiket gue hari ini, Sa..” Jawab Arya.
“Gue, Nganga, Kibo, Budi sama Ucup mau
main ke Malang dulu..”
“Lain kali kita main bareng ya, Sa..”
Kami saling berpelukan satu sama lain. Kemudian aku, Mbak Jun, Donny, Bang
Hengki dan Arya bersama kelompok lainnya yang mengejar kereta akhirnya pulang
duluan.
Selama perjalanan pulang aku lupa tak
bawa air. Hehehe. Kami jalan dengan Tim Ayek-ayek yang beranggotakan Mbak
Kunthi, Bang Faisal, Bang Ardi, Ida, Ratu dan Papa Meizal. Mbak Kunthi ini
hebat, sempat membawakan air dari Sumbermani dan Ranu Kumbolo untuk ayahnya.
Sementara aku, boro-boro bawa pulang air, baru beberapa meter melangkah saja
sudah kehausan.
“Saya haus, tapi saya gak punya air..”
Hahaha. Itu kalimat andalanku tiap kali melintasi kelompok lain yang sedang
beristirahat.
“Sini minum.. Tapi nyedot dari
waterbag.”
“Gakpapa Bang..” Jawabku. Dan baru-baru
ini kuketahui kalau yang kuminta airnya itu bernama Mas Lovie. Beliau dari
Sumatera. Eh, atau Kalimantan? Aku lupa. Pokoknya dari pulau seberang!
“Adik kecil ini Onta yah.. Hahaha..”
Perjalanan pulang sempat aku bertukar
tas dengan Uchil, kemudian bertukar lagi dengan Mas Iwan (guide Tim Ayek-ayek).
Aku bahkan tak tau tasku berada dimana. Ahaha. Cukup cepat karena perjalanannya
turun. Namun kakiku masih panas bekas salonpas hot semalam. Menyesal sekali tak
mematuhi saran Arif Budiman :-|
Sempat berbincang-bincang dengan PapaMei ketika perjalanan pulang. Aku pribadi tak mengerti mengapa beliau dipanggil
papa. Aku juga baru mengenalnya hari itu. Ia tak berhasil muncak karena
partnernya tak sanggup melanjutkan perjalanan. Dan ini pertama kalinya beliau
mendaki. Namun sepertinya beliau lebih menikmati sensasi ketika berlari dan
menikmati keunikan suatu daerah daripada mendaki gunung. Trip dia selanjutnya
setelah Semeru adalah Belitong. Ikut dong Papaaaa :-D
Kami tiba di Ranu Pani pukul sebelas
kurang sekian. Aku segera memesan Nasi Rawon ceplok dan teh manis di sebuah
warung makan. Aku melahapnya seraya bertanya-tanya kepada para Guide.
“Mas, kok Rawone nggak ireng?”
“Disini susah nyari kluwak..” Jawab
Uchil.
“Terus kok ra nganggo endog asin?”
Tanyaku lagi.
“Gaktau, disini khasnya gitu. Beda ya
sama di Malang?” Tanya Uchil. Aku mengangguk.
“Udah, Adik Kecil makan dulu, jangan
lupa beli minum di warung sebelah ya..” Aku cengengesan. Tak lama setelah
ngerawon dan nge-teh, aku membeli sebotol air mineral dan sebotol air ber-ion.
Keduanya kuselipkan di kantung celana kanan dan kiri.
“Ayo yang sudah kelar makan siap-siap
pulang ke Tumpang!” Instruksi dari Om Dedy. Kami segera menaikkan
carrier-carrier kedalam truk bermuatan dua puluh lima orang. Aku duduk
dipojokan. Donny berdiri didepanku seraya menjaga carrier agar tak berjatuhan.
Aku tertidur selama perjalanan.
Kami baru tiba di Tumpang pukul dua
siang. Sementara perjalanan ke Stasiun Malang bisa hamper sejam dikarenakan
hujan yang tak henti-henti dan keadaan jalan di sore hari yang biasanya macet.
Donny gelisah, Mbak Juni resah, Arya mengucapkan kata-kata sumpah serapah dan
aku tak tau arah #abaikan.
Yang nggak enak gak usah dibahas yaaa..
Yang tau diem ajaaa :-D
Kami tiba di Stasiun Tumpang tepat pukul
tiga sore. Sementara kereta Matarmaja tujuan Jakarta berangkat pukul 14.50. Aku
segera menuju pintu masuk. Arya ini ajaib, ia menggunakan tiket dan KTP milik
Mbak Kunthi. Mbak Kunthi tak jadi menggunakan kereta karena ia pulang naik bus.
Aku membawa tiga tiket dan tiga buah KTP. Satu lagi milik Imam, kelompok tiga.
Penjaga tiketnya merasa bingung memerhatikan kami yang berbeda dengan KTP. Aku
alihkan saja perhatiannya.
“Mbak, Matarmajane durung mangkat?”
“Belum Mbak, keretane delay, ada keterlambatan.” Jelasnya
sambil tersenyum dan mulai menyetempel tiket bahwa sesuai.
“Alhamdulillaaah.. Ayo mbak, cepet..”
Kataku. Ia menyerahkan tiga tiket beserta ktp-nya.
Namun penderitaan tak berakhir disini.
Kami hampir tertangkap security. Kebetulan Arya jalan terlebih dahulu ketika
hendak memasuki peron, sementara aku dan Imam di belakangnya.
“Tiketnya mana mas?” Tanya Security.
“Itu pak, dibelakang. Saya lagi ribet
nih.” Jawab Arya emosi karena dompetnya direbut Security. Arya membawa banyak
tentengan kala itu.
“Mana tiketnya, mas? Gak bisa masuk!”
Tahan Security itu lagi.
“Iki lho pak, tiket ning kulo. Ono telu,
iki mas Kunthi, iki tiket kulo, iki tiket mas Imam..” Jelasku pelan-pelan.
“Ooo, monggo-monggo..” Aku tertawa
terbahak-bahak melihat Arya dengan raut wajahnya yang kesal. Kami segera
mendekat ke kereta. Namun seperti ada yang hilang.
“Donny!!!” Aku berteriak keluar pembatas
peron.
“Gue nggak bisa masuk, Git!” Suara Donny
terdengar pelan.
“Kenapa?”
“Tiket gue angus, belum dituker. Elu
duluan aja gakpapa.” Wajahnya memelas.
“Hape gue di elu Don..” Ia menghampiriku
seraya membuka tas pinggangnya kemudian menyerahkan ponselku. Security
memerhatikan kami.
“Botol minum lu ada di gue, Don..”
ucapku lagi.
“Gakpapa udah buat lo aja..”
“Gitaaaa.. Ayo masuuuuuuuk! Keretanya
gak berenti lama!!” Teriak Arya yang sedang bersiap-siap masuk kereta. Aku
menghampirinya.
“Lo ngapain sih?” Tanya Arya.
“Donny gak bisa masuk, Ar. Tiket
Fast-paynya gak bis dituker. Minimal nuker sejam sebelumnya.”
“Yaudah sekarang gini, lo kan udah
masuk, gue juga udah masuk. Kalo dia gak bisa masuk, itu urusan dia.” Jelas
Arya sambil menyusun Carrier di kereta. Aku tak menjawab perkataannya.
“Git, lo duduk dimana?” Tiba-tiba Donny
telah berada dibelakangku. Aku sedang menaikkan carrierku ke bagasi atas.
“Lah, kok lu bisa masuk?” Aku bengong.
“Ntar gue cerita.” Jawab Donny sambil
berlalu. Aku segera merapikan barang bawaanku. Mengecek tempat duduk dengan
tiket-tiket cancel yang tak terpakai. Kemudian mencari Donny yang entah dimana.
Kereta mulai berjalan pelan.
(Bersambung ke cerita selanjutnya, bisa Klik Disini)
(Bersambung ke cerita selanjutnya, bisa Klik Disini)
No comments:
Post a Comment