Skip to main content

Ranu Pani - Ranu Kumbolo : Diguyur Hujan


Cerita Sebelumnya bisa dibaca, Disini :)

Minggu, 30 Desember 2012

Kok lupa ya?
Sebentar..

Waktu itu kami diharuskan bangun pagi, kemudian packing ulang dan memisahkan barang-barang yang tak terpakai untuk ditinggal di Tumpang. Saling berebut kamar mandi untuk membersihkan badan terakhir kalinya. Namun tiba-tiba Bang Ucup datang dengan handuk yang melingkar di lehernya.

“Pada mandi di pasar aja gih. Enak sepi.” Ujar Bang Ucup.

“Hah? Di Pasar deket Terminal?” Tanya yang lainnya.

“Iya. Tadi gue mandi disitu.” Beberapa orang mulai terpengaruh, namun aku tetap menunggu. Agak ragu sebenarnya, lagi pula malas mengeluarkan sandal dari dalam tas. Aku tetap mengandalakan sandal swallow milik Donny.

Cukup lama kami leyeh-leyeh di Balai Desa Tumpang. Dari makan pagi, jalan-jalan ke pasar, fotokopi berkas-berkas yang dibutuhkan, makan siang pake fun chicken dan melakukan hal-hal gila.

Oro-oro Ombo memang team gila. Gak ngerti ide ini tercetus dari mana, tiba-tiba Caesa membuat sebuah titik hitam yang agak besar di bagian kiri dagu tiap anggota dengan menggunakan spidol. Alhasil team kami disebut team Tompel :-D Kemudian jajan eskrim dan gak bagi-bagi sehingga membuat team lainnya mupeng. Jahat kan :-|


Dua team telah berangkat terlebih dahulu menuju Ranu Pani dengan menggunakan Jeep, sementara team kami tertinggal lama dan akhirnya memutuskan untuk menaiki truk sapi. Ajaib.

Kami tiba di Ranu Pani sekitar pukul dua siang, kemudian simaksi dan mencicipi bakso malang ditemani hujan. Lagi-lagi semangkuk dengan Caesa. Hehehe. Perjalanan menuju Ranu Kumbolo dimulai pukul empat sore. Berbekal Raincoat, ponco dan payung kami menerjang hujan yang semakin deras. Seharusnya waktu yang dibutuhkan untuk menuju Ranu Kumbolo dari Ranu Pani hanyalah empat jam, namun cuaca dan keadaan alam yang tidak mendukung, termasuk beberapa kali melewati longsor dan pohon tumbang. Saat itulah kesolidan tim kami diuji. Arya yang keram akibat Carrier-ku yang berat, jalanan yang licin sehingga mengharuskanku merangkak, Bang Ucup dan Donny yang bergantian menarik dan mendorongku. Aku tak henti-hentinya mengoceh ‘di sebelah kiri jurang’, ‘awas batu’. ‘ada akar’, ‘licin parah’sampai-sampai disebut penyiar RRI oleh Uchil, Guide team Oro-oro Ombo. Kemudian tibalah kami di Ranu Kumbolo pukul dua belas malam. Dingin sekali :’(

Ketika beristirahat di Pos 2, sempat bertemu rombongan pendaki asal Cirebon. Aku menawarkan Rainbow Cake asal Bontang kepada mereka. Bukan, bukan rainbow cake seperti yang di kota-kota, namun dodol Kalimantan yang bungkusnya kertas wajik warna-warni -_- Itu oleh-oleh dari Bang Yasin, Member CISC dari Bontang yang turut serta dalam acara ini. 

Senin, 31 Desember 2012

Tak banyak yang kami lakukan setibanya di Ranu Kumbolo. Hanya membuat minuman hangat, beres-beres, berganti pakaian dan tidur didalam tenda masing-masing. Hujan masih turun menerjang tenda kami. Namun aku tak dapat tidur sampai jam tiga pagi. Aku memutuskan keluar tenda dan memainkan kompor.

“Ngapain lu, Git?” Tanya Kibo muncul dari balik tendanya.

“Mau masak air. Tapi ngeri nih kompornya.” Jawabku polos.

“Gue mau masak mie ah.” Ujarnya seraya mengaduk-aduk plastik besar yang berisi logistik.

“Masakin gue air dulu kibooo..” Kataku.

“Buat apaan sih?” Tanyanya kemudian.

“Buat di sleeping bag. Biar tidurnya anget.” Ia menatapku bingung namun tetap merebuskan air untukku. Aku nyengir.

Selesai berbincang-bincang sambil menunggu Kibo selesai melahap mie rebusnya, kami akhirnya kembali kedalam tenda masing-masing. Tidurku pulas memeluk termos berisi air panas. Kemudian terbangun pukul setengah enam pagi karena kebelet pipis.


(Bersambung ke cerita selanjutnya, Bisa Klik Disini)

Comments

Popular posts from this blog

Kebodohan di Situ Gunung

Posisi yang sudah di Bogor usai berbagi inspirasi ke adik-adik Smart Ekselensia tidak membuat saya dan Hanis langsung pulang ke Bekasi begitu saja. Kami lantas melanjutkan perjalanan ke Sukabumi dengan menggunakan Kereta Pangrango yang kebetulan hanya seharga duapuluh lima ribu rupiah. Pemandangan di sepanjang rel yang baru aktif kembali ini menyuguhkan hamparan sawah dan ladang hijau. Arus sungai yang amat deras juga menemani perjalanan yang memakan waktu dua jam ini.

5 Cm Vs Romeo+Rinjani

5 Cm Vs Romeo+Rinjani Ini kok judulnya malah jadi kayak rumus, ya? Hehehe. Jadi gini, beberapa waktu lalu saya menyempatkan diri untuk menonton film karya Fajar Bustomi, judulnya Romeo+Rinjani. Film yang posternya menampilkan pendaki perempuan dengan pakaian minim tersebut sukses menjadi bahan ejekan para pendaki yang berseliweran di dunia maya. Banyak yang bilang, film ini akan menjadi the next 5 cm yang mengakibatkan membludaknya gunung Rinjani setelah film tersebut ditayangkan. Yah, kita lihat saja nanti seberapa besar efek dari film tersebut di dunia pariwisata, khususnya pendakian. Kembali ke film, bukan maksudnya membanding-bandingkan. Tapi kok ya rasanya ada yang ngeganjel kalau film ini nggak di- share ke temen-temen. Berikut pendapat yang saya rasakan ketika menonton dua film tersebut;

Menyusuri Jejak Islam di Kampung Kauman

Kampung Kauman Free Walking Tour Namanya Kauman. Sebuah kampung yang seringkali dilupakan orang-orang ketika menyusuri Malioboro sampai ujung jalan dan kemudian terhipnotis dengan gagahnya pohon beringin di alun-alun serta suasana nyaman di dalam keraton. Kali ini saya lebih mendahulukan untuk bercerita tentang Kampung Kauman daripada sejarah Jogjakarta, keraton, benteng dan lain-lainnya. Sebuah kesempatan yang langka untuk bisa menjelajahi kampung Kauman bersama orang-orang baru lagi. Adalah Edu Hostel Jogjakarta yang memiliki program Walking Tour Kauman tiap hari Jum’at dan Sabtu. Pada hari Jum’at, biasanya Walking Tour ini akan dibawakan dengan Bahasa Inggris. Namun sayangnya, peserta yang berjumlah lebih dari 15 orang pada hari Jum’at itu tak ada satupun yang berasal dari luar negeri sehingga sepakatlah kami untuk menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.