Friday 18 January 2013

Kereta Terakhir Matarmaja : Perjalanan Belum Berakhir


Cerita Sebelumnya bisa dibaca, disini :)

“Don, lo sendirian disini?” Aku duduk dihadapannya.

“Iya sendiri. Nanti lo tidur disini aja kalo kosong Git.” Aku mengangguk.

“Kok lo bisa masuk?” Tanyaku lagi.

“Iya, gue beli tiket lagi jadinya.”

“Lah katanya Matarmaja penuh. Kok ada tiket lagi?”

“Iya soalnya gue udah punya tiket Fast-pay, tapi angus. Jadinya gue disuruh beli tiket lagi seenggaknya gue udah ada bangku didalem. Gak ngerti gue juga.” Jelas Donny. Ada-ada saja PT. KAI.

“Ini gue ada empat tiket cancel punya anak-anak. Bangkunya didepan semua. Lo mau kedepan gak?” Tawarku.

“Tas gue biarin disini aja?” Tanya Donny sambil melihat keatas.

“Gakpapa udah..” Jawabku santai.

“Lo duluan aja git, nanti gue nyusul” Aku segera kembali ke bangkuku.

Dihadapanku ada Bang Faisal. Kami menduduki tiga bangku sendirian. Indahnya dunia. Namun tak berapa lama, Donny datang, disusul Kity, lalu Keyko dan Imam yang entah darimana asal tempatduduknya. Kity dan Keyko ini anggota kelompok tiga juga, bareng Imam. Mari kita perkenalkan satu per satu.

Imam, pria berumur 27 tahun yang paling jago modus. Modusannya selama digunung adalah Kity. Kalau berbicara layaknya aktor kawakan. Doyan makan pisang dan jarang ngerokok. Punya piaraan berupa seekor sapi. Baru-baru ini baru ketauan kalo do’i lulusan analis kimianya tunas harapan. Ayo yang anak tunas merapat, do’i angkatan lawas tuh. Udah tua :-D

Qisty Aulia, panggilannya Kity – jangan panggil Mbak. Seorang calon dokter gigi dan gak ketauan kalo umurnya udah diatas dua puluh, tingkah sama mukanya masih kayak anak SMP, tuaan gue! Hahaha. Kity ini nempel terus sama Imam, kayak Farel dan Fitri. Kalo diajak debat gak akan pernah berhenti. Jangan biarkan ada makanan dihadapannya, pasti langsung abis.

Keyko, broadcast Binus yang awalnya terobsesi jadi dokter. Jago nulis dan jeprat-jepret. Multi talented banget pokoknya. Paling sering jadi orang ketiga dalam hubungan Imam dan Kity yang abstrak. Makanya dia juga nyempil disini. Punya banyak makanan tapi jarang dimakan. Biasanya Kity yang menghabiskan. Hahaha…

Jadi terbentuklah keluarga baru di kereta perjalanan pulang. Ada aku, Donny, Imam, Keyko, Kity dan Bang Faisal.  Tapi Bang Faisal paling sering kabur-kaburan ke pintu gerbong. Gak usah heran, kalo nggak kencing ya ngerokok.

“Kelompok tiga belum tukeran kado..” Tutur Kity.

“Imam, ini kado dari Kity.” Lanjut Kity lagi.

“Imam buka yah Kity..” Seru Imam seraya membuka bungkusnya. Dan entah apa yang salah, bungkusan itu berisi sepasang sepatu bayi bergambar Hello Kity dan gantungan boneka emoticon dengan sepasang mata berbentuk love.

“…” Imam bengong.

“Buahahaha..” Aku dan Donny tertawa.

“Iiihh.. Kan lucuu.. Kalian kenapa ketawa.. Ini buat anak Imam. Imam kan sebentar lagi menikah, tapi bukan sama Kity..” Wajah Kity memelas.

“Kity tau darimana kalau Imam nikahnya bukan sama Kity? Kita kan gak ada yang tau siapa jodoh kita..”

“Tadi Kity baca di hape Imam ada pesan dari pacarnya. Imam udah punya pacar, namanya Sayangku..”

“Imam sudah punya pacar tapi itu bukan berarti kita harus berpisah, Kitty..”

“Sudah cukup Kity menjadi kekasih Imam selama di gunung, mulai hari ini Kity akan lupakan semuanya..”

“Buahahahaha…” Aku dan Donny masih tertawa mendengar percakapan mereka bedua.

“Kalo Kity udah nggak mau sama Imam, Imam sama aku aja ya..” Sambung Keyko.

“Aaaa.. Imam.. Kity menyesal baca-baca hape Imam..”

“Yaudah mendingan sekarang Kity tidur aja di bahu Imam” Sahut Imam.

“Kity nggak bisa tidur di bahu Imam, nanti Kity mendengar degup jantungnya Imam..”

“Imam juga nggak bisa tidur. Setiap Imam menutup mata, pasti ada bayangan wajah Kity yang tersenyum..”

“Buahahahaha..” kami semua tertawa.

“Donny, lu beli popmie gih. Gue nanti beli susu cokelat.” Kataku.

“Ini nih yang bikin jam makan popmie gue bergeser.” Tak lama kemudian Donny memesan popmie dan susu cokelat.

“Ini kuahnya racun nih!” Jelas Donny.

“Yaudah kuahnya nggak usah diminum.” Sahutku.

“Tapi gue pengen minum kuahnya, Git.” Kata Donny lagi.

“Berarti lo minum racun.”

“Kalian ini berdebat terus siiih.. Kayak Imam dan Kity dong, mesra..” Potong Kity.

“Gue bau ih..” Aku mengendus-endus.

“Gue juga bau.” Sahut Donny.

“Semua bau campur jadi satu!” Potong Kity lagi.

Waktu berjalan cepat sekali, tiba-tiba sudah malam saja. Kami menggelar matras dan bermain gaple. Namun aku mengantuk dan menyusul Donny yang telah terlelap duluan.

Tiba-tiba pukul setengah sebelas kereta berhenti, aku membuka mata. Ah, Stasiun Solo Jebres. Ingin rasanya turun dan pulang kampung. Atau sekedar mengunjungi rumah Anggi di Purwosari.

“Donny, gue mau turun.” Tuturku.

“Mau ngapain?”

“Pulang kampung..”

“Yaudah turun gih..” Jawab Donny.

“Ih, kok lu nggak nyegah gue sih? Hahaha…” Donny nyengir.

“Laper ih..” Aku menggumam.

“Nih ada pisang.” Sahut Imam. Mataku berbinar.

“Agit suka pisang ya? Ngeliat pisang seneng banget” Ceplos Kity. Aku nyengir. Kemudian melahap pisang mlenyek dan melanjutkan tidur sampai pagi.

Pukul tujuh pagi akhirnya kami tiba di Stasiun Cirebon dan berhenti agak lama.

“Donny beli popmie gih, nanti gue beli susu cokelat.” Ujarku.

“Nggak ah. Semalem gue udah makan popmie. Lu beli susu aja nanti gue beli energen.” Tak lama kemudian kupanggil Penjual minuman seduh yang melintas.

“Kalian ini, sukanya jajan susu cokelat sama energen.” Celetuk Kity.

Dan obrolan hangat kembali mengalir hingga siang, sampai akhirnya kami melintasi Stasiun Tambun. Aku meminta Donny untuk menurunkan Carrierku. Aku membereskan barang-barangku yang tercecer. Kemudian berpamitan dengan teman-teman lainnya. Kereta akhirnya berhenti..

“Donny, bawain carrier gue turun yuk..” Donny menurut dan mengentarku turun.

“Disini aja Don, Dadaaah..” Aku melambaikan tangan. Donny kembali ke kereta. Segera ku kenakan Carrier dan berjalan perlahan meninggalkan stasiun. Kereta mulai berjalan meninggalkan Bekasi. Sampai jumpa lagi, Kawan :’)

Terimakasih,
Orang-orang baru,
Yang datang dan pergi,
Atau sekedar melintas..

Atas keluguan dan keegoisan,
Dari sini aku belajar tentang banyak hal,
Tentang kemanusian,
Tentang harapan,
Pengorbanan..

Sabar dan ikhlas merupakan kunci,
Dari sebuah lubang bernama kehidupan,
Semoga ada perubahan yang berarti,
Dalam hidupku yang selanjutnya,
Perjalanan,
Belum berakhir disini..





(Selesai)

Perpisahan Hangat dari Ranukumbolo


Cerita sebelumnya bisa dibaca, disini :)

Rabu, 2 Januari 2013

Tidurku tak nyenyak malam itu. Tanpa memeluk termos berisi air panas dan salonpas hot dikakiku yang lupa ku lepas. Aku sampai berteriak kepanasan sambil melepasnya dengan mata yang masih merem. Pukul empat subuh akhirnya aku benar-benar bangun.

“Giiitt.. giiiit..” Teriak seseorang entah darimana.

“Iyaaaah..” Sahutku dengan suara yang masih berat.

“Tenda kamu dimana giiit? Abang gak tauuu..” Teriak orang itu lagi. Aku membuka tenda dan menyembulkan kepala.

“Bang Yasiiin..” Ucapku lemah. Ia sudah jongkok didepan tendaku.

“Nih, buat kamu, Git. Abang pulang sekarang..” Ujarnya seraya menyodorkan jersey Chelsea-nya yang bertuliskan Maha nomor 20.

“Ini buat Agit, Bang? Sayang bang..”

“Gakpapa.. Buat kenang-kenangan.. Abang masih punya banyak..”

“Abang makasiiiih.. Ini masih jam empat pagi Bang..” Mataku mulai berkaca-kaca.
                       
“Iya, Abang pulang sekarang ngejar kereta ke Bandung..”

“Asik.. Lamaran yak… Ati-ati ya Bang…” Aku mencium tangannya. Ia mengelus kepalaku kemudian pergi. Kututup tendaku dan kutatapi jersey darinya. Aku menghembuskan nafas panjang. Segera kupakai jersey tersebut untuk menghangatkan badanku. Kemudian aku teringat Donny yang minta dibangunkan.

Baru saja membuka tenda, aku sudah merasa kedinginan. Baru itu aku merasa dingin luar biasa, terlebih lagi jaketku basah terkena embun yang menempel dipinggir tenda. Entah siapa yang meletakkannya disitu. Tak apa lah, ku pakai saja. Ku longokkan kepalaku keluar tenda.

“Donny udah bangun?” Tanyaku ketika melihatnya sedang packing.

“Udah, Git..” Jawabnya kalem.

“Donny diluar dingin gak?” Tanyaku lagi.

“Dingiiiin. Tapi yaudaah, lo banyakin gerak aja.”

“Lu kok pake sepatu? Emang nggak basah?” Aku benar-benar banyak tanya.

“Basaaah. Ini juga dingin banget kaki gueee!” Jawabnya. Aku memberanikan diri keluar tenda. Meloncat-loncat sambil menghangatkan badan.

“Terus mau ngapain lagi ini? Belum pada banguun…” Kataku kemudian.

“Packing aja, biar entar gak repot.”

“Masih gelap, Don.”

“Pake headlamp lu pe’a.” Oh iya, benar juga. Aku segera menggunakan headlamp dan mengeluarkan carrier. Re-packing barang-barang dan mengumpulkan yang berceceran. Sampai akhirnya setengah enam pagi sudah terlihat terang sekali. Ah, dua hari yang lalu aku sedang merasakan pagi pertama di Ranu Kumbolo :’)

Sudah mulai banyak yang bangun, peserta mulai bersiap-siap. Berkali-kali ku tolehkan wajah ke tenda Team Arcopodo, namun Bang Yasin sudah tak terlihat. Ah, dia benar-benar sudah pulang. Kemudian ku tolehkan lagi wajahku ke dua bukit itu, yang ditengahnya terdapat danau. Dan menoleh ke sisi lainnya. Sebuah tanjakkan yang berhasil kulalui. Dan wajah-wajah mengantuk yang baru saja ku kenal ini, Kalian Luar Biasa!!!

Bertemu lagi dengan orang-orang Sulawesi yang dipuncak itu. Mereka sedang menikmati pagi. Sementara aku sudah bersiap-siap pergi. Tak lupa mendokumentasi dan mengabadikannya dalam sebuah foto.

Foto-foto gila Oro-oro Ombo. Ah, sulit untuk mendeskripsikannya.


“Fotoin gue sama Agit dong!” Teriak Bang Ucup.

“Ayok..” Aku mendekat kepadanya. Berpose dengan dua jari sambil cengengesan.

“Satu.. Dua..” Aba-aba dari fotografer (aku lupa) Tiba-tiba Bang Ucup mengangkatku.

“Aaaaaaaaaaaakkkkkk!!! Hahaha…” Aku berteriak sambil tertawa.

“Lu jangan gerak. Berat bego!” Ujarnya. Hahaha… Dan terciptalah sebuah foto seorang Bapak yang menggendong anaknya dengan Background Ranu Kumbolo.


“Ayo yang pulang sekarang siap-siap. Nanti kloter tiga pulang jam sepuluh. Tadi yang pertama udah pulang duluan jam empat shubuh.” Jelas Om Dedy selaku panitia.

“Nganga. Tenda gue masih banyak isinya. Gak dirapihin?” Tanyaku pada Nganga.

“Nanti tenda lu gue aja yang bawa, Git” Jawabnya.

“Kompor gue mana ya, Nga?” Tanyaku lagi.

“Ada di tas gue. Tar gue juga yang bawa.” Ia meyakinkanku.

“Tendanya pasaknya lima ya, Nga. Punya Om gue itu..”

“Iyaaaa…” Ia tersenyum. Senyum yang manis sekali. (kalimat ini dibuat agar Ken Rangga senang)

“Ada yang mau sari kurma?” Tanyaku setengah berteriak. Nganga yang pertama nyengir, kemudian Caesa, lalu Bang Ardi tiba-tiba datang. Ah mereka ini, senang sekali sari kurma dan selalu belepotan meminumnya. Dan aku pasti memarahi :-D

Aku hendak menutup payungku yang semalaman terbuka. Payung ini dipakai Arya selama perjalanan.

“Aryaaa.. Kok payung gue rusak sih yaa? Yah.. kok patah? Yahh.. Aryaaa.. Ini punya emak gue, dapet dari Ibu-ibu PKK.. Aryaaa.. nanti gue bilang apa ke emak gue Yaaaaa?!!” Aku ngoceh tiada henti.

“Gak tau giiiiiiiit. Hahaha Sorry git..” Jawab Arya sambil cengar-cengir.

“Git, tangkep nih.” Teriak Kibo sambil hendak melempar sesuatu.

“Kibooo, itu kan kado buat kelompok! Nanti kan buat tukeran kado. Kok lu malah kasih gue?” Aku masih ngoceh tiada henti.

“Udah nih tangkep! Ni kado gue buat elu.” Ia melempar bungkusan. Aku menangkapnya.

“Buka gih.” Ucap Kibo lagi. Aku membukanya. Dan..

“Aaaaaaaaaahhhh.. Kibo so-sweeeeeeeeeeet!! Pasti emak gue seneng payungnya jadi cakepan. Makasih ya Kibooooo!” Aku senyam-senyum tak karuan. Terimakasih semesta. Masih sepagi ini aku sudah mendapat banyak hadiah.

“Gileee ini tas gue enak banget dah..” Tutur Arya sambil melintas dihadapanku.

“Yaudah sih Ya, tas gue emang gak enak. Lo mah gituu..” Aku merengut.

“Siapa yang tasnya paling berat? Tanya Uchil, Guide kelompokku.

“Aku chil, tukeran chil.” Jawabku.

“Ooo.. tidak bisa. Sini tak setting-in” Ia mengutak-atik settingan carrierku (pinjaman dari Bang Koko). Dan ajaibnya, setelah kupakai, jadi enteng. Kyaaaa :-D

“Ayooo.. Pulaaaang..” Teriak Arya.

“Arya, lo beneran pulang sekarang?” Tanya Caesa dengan suara manjanya. Kami sedih mendengarnya. Arya berkaca-kaca.

“Tiket gue hari ini, Sa..” Jawab Arya.

“Gue, Nganga, Kibo, Budi sama Ucup mau main ke Malang dulu..”

“Lain kali kita main bareng ya, Sa..” Kami saling berpelukan satu sama lain. Kemudian aku, Mbak Jun, Donny, Bang Hengki dan Arya bersama kelompok lainnya yang mengejar kereta akhirnya pulang duluan.

Selama perjalanan pulang aku lupa tak bawa air. Hehehe. Kami jalan dengan Tim Ayek-ayek yang beranggotakan Mbak Kunthi, Bang Faisal, Bang Ardi, Ida, Ratu dan Papa Meizal. Mbak Kunthi ini hebat, sempat membawakan air dari Sumbermani dan Ranu Kumbolo untuk ayahnya. Sementara aku, boro-boro bawa pulang air, baru beberapa meter melangkah saja sudah kehausan.

“Saya haus, tapi saya gak punya air..” Hahaha. Itu kalimat andalanku tiap kali melintasi kelompok lain yang sedang beristirahat.

“Sini minum.. Tapi nyedot dari waterbag.”

“Gakpapa Bang..” Jawabku. Dan baru-baru ini kuketahui kalau yang kuminta airnya itu bernama Mas Lovie. Beliau dari Sumatera. Eh, atau Kalimantan? Aku lupa. Pokoknya dari pulau seberang!

“Adik kecil ini Onta yah.. Hahaha..”

Perjalanan pulang sempat aku bertukar tas dengan Uchil, kemudian bertukar lagi dengan Mas Iwan (guide Tim Ayek-ayek). Aku bahkan tak tau tasku berada dimana. Ahaha. Cukup cepat karena perjalanannya turun. Namun kakiku masih panas bekas salonpas hot semalam. Menyesal sekali tak mematuhi saran Arif Budiman :-|

Sempat berbincang-bincang dengan PapaMei ketika perjalanan pulang. Aku pribadi tak mengerti mengapa beliau dipanggil papa. Aku juga baru mengenalnya hari itu. Ia tak berhasil muncak karena partnernya tak sanggup melanjutkan perjalanan. Dan ini pertama kalinya beliau mendaki. Namun sepertinya beliau lebih menikmati sensasi ketika berlari dan menikmati keunikan suatu daerah daripada mendaki gunung. Trip dia selanjutnya setelah Semeru adalah Belitong. Ikut dong Papaaaa :-D

Kami tiba di Ranu Pani pukul sebelas kurang sekian. Aku segera memesan Nasi Rawon ceplok dan teh manis di sebuah warung makan. Aku melahapnya seraya bertanya-tanya kepada para Guide.

“Mas, kok Rawone nggak ireng?”

“Disini susah nyari kluwak..” Jawab Uchil.

“Terus kok ra nganggo endog asin?” Tanyaku lagi.

“Gaktau, disini khasnya gitu. Beda ya sama di Malang?” Tanya Uchil. Aku mengangguk.

“Udah, Adik Kecil makan dulu, jangan lupa beli minum di warung sebelah ya..” Aku cengengesan. Tak lama setelah ngerawon dan nge-teh, aku membeli sebotol air mineral dan sebotol air ber-ion. Keduanya kuselipkan di kantung celana kanan dan kiri.

“Ayo yang sudah kelar makan siap-siap pulang ke Tumpang!” Instruksi dari Om Dedy. Kami segera menaikkan carrier-carrier kedalam truk bermuatan dua puluh lima orang. Aku duduk dipojokan. Donny berdiri didepanku seraya menjaga carrier agar tak berjatuhan. Aku tertidur selama perjalanan.

Kami baru tiba di Tumpang pukul dua siang. Sementara perjalanan ke Stasiun Malang bisa hamper sejam dikarenakan hujan yang tak henti-henti dan keadaan jalan di sore hari yang biasanya macet. Donny gelisah, Mbak Juni resah, Arya mengucapkan kata-kata sumpah serapah dan aku tak tau arah #abaikan.

Yang nggak enak gak usah dibahas yaaa..
Yang tau diem ajaaa :-D

Kami tiba di Stasiun Tumpang tepat pukul tiga sore. Sementara kereta Matarmaja tujuan Jakarta berangkat pukul 14.50. Aku segera menuju pintu masuk. Arya ini ajaib, ia menggunakan tiket dan KTP milik Mbak Kunthi. Mbak Kunthi tak jadi menggunakan kereta karena ia pulang naik bus. Aku membawa tiga tiket dan tiga buah KTP. Satu lagi milik Imam, kelompok tiga. Penjaga tiketnya merasa bingung memerhatikan kami yang berbeda dengan KTP. Aku alihkan saja perhatiannya.

“Mbak, Matarmajane durung mangkat?”

“Belum Mbak, keretane delay, ada keterlambatan.” Jelasnya sambil tersenyum dan mulai menyetempel tiket bahwa sesuai.

“Alhamdulillaaah.. Ayo mbak, cepet..” Kataku. Ia menyerahkan tiga tiket beserta ktp-nya.

Namun penderitaan tak berakhir disini. Kami hampir tertangkap security. Kebetulan Arya jalan terlebih dahulu ketika hendak memasuki peron, sementara aku dan Imam di belakangnya.

“Tiketnya mana mas?” Tanya Security.

“Itu pak, dibelakang. Saya lagi ribet nih.” Jawab Arya emosi karena dompetnya direbut Security. Arya membawa banyak tentengan kala itu.

“Mana tiketnya, mas? Gak bisa masuk!” Tahan Security itu lagi.

“Iki lho pak, tiket ning kulo. Ono telu, iki mas Kunthi, iki tiket kulo, iki tiket mas Imam..” Jelasku pelan-pelan.

“Ooo, monggo-monggo..” Aku tertawa terbahak-bahak melihat Arya dengan raut wajahnya yang kesal. Kami segera mendekat ke kereta. Namun seperti ada yang hilang.

“Donny!!!” Aku berteriak keluar pembatas peron.

“Gue nggak bisa masuk, Git!” Suara Donny terdengar pelan.

“Kenapa?”

“Tiket gue angus, belum dituker. Elu duluan aja gakpapa.” Wajahnya memelas.

“Hape gue di elu Don..” Ia menghampiriku seraya membuka tas pinggangnya kemudian menyerahkan ponselku. Security memerhatikan kami.

“Botol minum lu ada di gue, Don..” ucapku lagi.

“Gakpapa udah buat lo aja..”

“Gitaaaa.. Ayo masuuuuuuuk! Keretanya gak berenti lama!!” Teriak Arya yang sedang bersiap-siap masuk kereta. Aku menghampirinya.

“Lo ngapain sih?” Tanya Arya.

“Donny gak bisa masuk, Ar. Tiket Fast-paynya gak bis dituker. Minimal nuker sejam sebelumnya.”

“Yaudah sekarang gini, lo kan udah masuk, gue juga udah masuk. Kalo dia gak bisa masuk, itu urusan dia.” Jelas Arya sambil menyusun Carrier di kereta. Aku tak menjawab perkataannya.

“Git, lo duduk dimana?” Tiba-tiba Donny telah berada dibelakangku. Aku sedang menaikkan carrierku ke bagasi atas.

“Lah, kok lu bisa masuk?” Aku bengong.

“Ntar gue cerita.” Jawab Donny sambil berlalu. Aku segera merapikan barang bawaanku. Mengecek tempat duduk dengan tiket-tiket cancel yang tak terpakai. Kemudian mencari Donny yang entah dimana. Kereta mulai berjalan pelan.


(Bersambung ke cerita selanjutnya, bisa Klik Disini)

Mahameru : Sifat Asli Orang-orang Baru


Cerita sebelumnya bisa dibaca, disini :)


Aku berjalan pelan, kelelahan. Mencari-cari siapa saja yang kukenal disana. Terutama Bang Yasin yang entah berada dimana. Ternyata puncak tak seperti pucuk. Puncak ini luas sekali. Sampai akhirnya aku menemukan orang-orang Sulawesi, mereka bilang dari Kenduri, atau Kendari? Aku lupa. Mereka menggelar tikar diatas pasir Mahameru. Aku menelan ludah melihat bungkusan biskuit yang isinya menyembul keluar, kemudian air mineral dan fanta yang tergeletak berdampingan. Dan sekali lagi, aku menelan ludah.

“Sini neng, mampir dulu. Sarapan dulu..” Seru salah seorang dari mereka.

“Iya bang, makasih..” Jawabku sambil tersenyum dengan pandangan mata yang tak lepas dari bungkus oreo.

“Sudah.. sudah tak usah malu-malu.. Sini duduk dulu lelah toh dari bawah..” Aku akhirnya menurut dan duduk di tikar mereka. Aku disuguhi berbagai macam makanan, Kulahap oreo dan kacang sukro sampai kenyang. Botol airku yang sudah kosong (dari Donny) kemudian diisi ulang oleh mereka sampai penuh. Aku juga diberi bekal oreo yang masih utuh untuk perjalanan pulang. Subhanallah.. Aku bahkan tak kenal siapa mereka! Dan belum lama ini kami dipertemukan lagi akun twitter :-)

Sebelum meninggalkan mereka, aku diajak berfoto-foto ria. Tak peduli untuk apa fotoku nanti, anggap saja ini ucapan terimakasihku untuk mereka. Dan tak lama kemudian kutemukan Bang Yasin yang telah membuka jaketnya. Akupun membuka jaketku. Sepasang jersey Chelsea Mahameru 2013 akhirnya singgah disana, disamping bendera merah putih, di titik tertinggi pulau Jawa. Sekali lagi kuucapkan padamu, terimakasih semesta…


“Agit, abang turun duluan ya. Dingin nih abang nungguin kamu udah lebih dari sejam” Ucap Bang Yasin berpamitan. Aku memakluminya. Aku juga tak lama berada diatas, kabut semakin gelap, gerimis semakin deras.

Aku bergabung dengan Tim Ayek-ayek diatas sana. Menjadi seorang penyelundup. Hehehe… Ada Tim Ranu Kumbolo juga. Awalnya Tim Ranu Kumbolo adalah tim yang paling diremehkan karena semua pesertanya pemula semua. Namun siapa sangka kalau ternyata seluruh anggotanya mampu bertahan sampai atas? Kecuali Mbak Keyko yang menyerah dan sempat bertemu denganku. Padahal ¼ lagi puncak. Namun puncak sesungguhnya ada didalam hati. Kami berfoto-foto ria, dan benar saja, si Jessica ada disana. Sayang sekali Kibo tak turut serta.

Saat turun, aku bermain prosotan di trek pasir dengan Mbak Niza.. Siapa lagi itu? Aku juga tak kenal, bahkan tak pernah berkenalan. Hahaha… Namun trek pasir menyatukan kita. Beliau adalah rocker Surabaya yang berhijab. Keren bukan? Kami juga sempat bertemu dengan rekan-rekan lainnya yang masih bersusah payah menuju puncak. Dan kini saatnya menjadi pendusta, “Semangat kawan, puncak sudah dekat!!”

Kami turun ramai-ramai. Namun aku, Bang Faisal dan Kang Fachri jalan belakangan. Kang Fachri siapa lagi? Nggak kenal juga. Ahaha. Beliau sekelompok sama Bang Fai, tapi asalnya dari Bandung. Temannya Fuadi yang waktu itu sikat giginya nyemplung ke wc :-| inget kan? (baca ceritanya, disini)

Dan kami bertiga benar-benar tertinggal ketika di Arcopodo.

“Kunthi, bagi tissue basah dong..” Ucap Kang Fachri.

“Eh, buat apa? Mau juga dong?” Aku ikut-ikutan.

“Mau tau aja nih, anak kecil.” Sahut Kang Fachri.

“Agit mules nih, dari muncak sampe pulang.”  Jawabku jujur.

“Yaudah yuk.” Kang Fachri meninggalkan aku dan Bang Faisal. Sementara rombongan telah jalan duluan.

“Dia boker , Bang?” Tanyaku bingung. Ajaib sekali orang itu.

“Iya. Ahaha. Lu diatas aja tuh, Fachri biar dibawah. Disebelah sana gak keliatan kok, dibalik pohon.” Tutur Bang Fai. Aku meninggalkannya.

Dan resmilah Kang Fachri menjadi partner boker di Arcopodo. Perkenalan yang manis, bukan :-|

Setelah menuntaskan tugas mulia, kami akhirnya pulang. Ternyata Kang Fachri juga Onta, dikit-dikit kehausan. Tapi bedanya, dia dikit-dikit pipis. Sementara aku jarang pipis. Dan kami melewati rombongan keluarganya Jessica. Ternyata Jessica baru 14 tahun, lho. Aku kalah muda. Jessica nampaknya cidera. Sampai-sampai digendong dan sesekali dipapah porter. Pasti Kibo mau jadi porter kalau clien-nya Jessica.

Benar-benar menyebalkan bila harus mengingat dimana aku merangkak dari Kalimati hingga puncak Mahameru selama delapan jam sementara turun hanya dua jam. Setibanya di tenda, aku meneriakkan nama ucup.

“Ucuuuuuuuuuuuuuuppp!!!!!!!!!”

“Hehehe.. Apa Git..” Ia cengengesan.

“Asal lo tau ya cup, sampe puncak tertinggi pulau Jawa, gue selalu nyebut nama lo!!!” Teriakku lagi.

“Lo itu bukan nyariin Ucup Git, tapi nyariin aer!” Sahut Donny. Aku nyengir. Bener juga sih.

“Tau lu cup. Katanya tenang aja, lo yang jagain cewe-cewe!! Buahahaha..” Celetuk Arya. Kami semua tertawa.

“Gue masih mending, Bray. Sampe ¾ Mahameru. Lah elu, Kalimati doang. Ganti aja tuh tulisan di baju lu. Bukan Memorable Trekking Semeru 2013, tapi Memorable Trekking Kalimati!! Hahaha..”

“Berarti baju lo depannya ditambahin ¾ dong Cup? Hahaha..” Ucup cengar-cengir.

“Arya, gue laper..” Aku duduk didepan Arya. Disebelah Arya ada Kibo.

“Iya ini airnya abis. Ntar ya.” Jawab Arya.

“Kok jahat sih, Ar? Padahal tadi dijalan pulang, gue udah ngebayangin kalo lo lagi nyiapin makanan buat gueee..”

“Iya nanti, orang airnya abis..” Jawab Arya lagi.

“Nganga mana?” Tanyaku sambil mencari-cari sosok Ken Rangga *jiah*

“Lagi ambil air git..”

“Yaudah deh gue beres-beres dulu.”

Aku duduk direrumputan depan tenda. Lalu melepas sepatuku dan membersihkannya dari sisa-sisa pasir. Kemudian memotong kuku kakiku yang mulai cantengan dan membersihkan lukanya. Hampir sepuluh jaritanganku juga lecet, inilah akibat sering lepas-pasang sarung tangan dan menarik akar-akar sebagai bantuan. Hansaplas bertebaran menempel dikulitku.

“Kibooo, tadi gue muncak bareng Jessica dooong. Turun juga bareng Jessica..” Pamerku pada Kibo.

“Iyah, Jessica kakinya sakit ya. Tau gitu gue gendong.”

“Ih, kok lu tau?”

“Iyalah, kalo jodoh mah nggak kemana..” *gubrak*

Tak lama kemudian, Nganga datang.

“Arya!! Bikinin gue teh manis!! Gue gak mau tau!!” Gak inget siapa yang ngomong kayak gini, antara Nganga atau Bang Ucup.

“Gak bawa teh, Bray!!” Jawab Arya kemudian.

“Yaudah kalo gitu teh tawar!!!”

“Kan gue bilang, GAK BAWA TEH!!!” Buahahaha.. kami semua tertawa.

“Aryaaaa.. baju kotor gue manaaa!!!” Teriak seseorang lagi dari dalam tenda.

“Arya, gue lapeeer…hahaha” Kali ini aku yang bersuara. Arya, betapa malang nasibmu, nak.

Aku masih membereskan peralatanku, sekaligus menjemur yang masih basah. Sampai akhirnya aku menemukan sebuah kancut di pojok tenda.

“Ini kancut siapaaaaaa?!!!” Teriakku sambil memegang kancut dengan ekspresi jijik.

“Eh, itu punya gua. Hahaha..” Sahut Budi pelan sambil cengar-cengir. Aku berniat untuk melemparnya.

“Udah sih taro situ ajah.”

“Ih.. ogaaaah.. Gue buang ke trashbag ni ya!”

“Eh jangan..” Kemudian ku lempar kancut itu ketendanya.

“Agitaaaaa, pijetin guaaa!” Teriak Kibo. Aku tak mengerti ada apa dengan orang-orang ini dan mengapa mereka berteriak-teriak.

“Tar dulu bo, barang-barang gue masih berantakkan.” Setelah rapi dan bersih, aku menghampiri tenda Kibo.

“Buka baju lo!” Ucapku.

“Buset ni cewe galak amat! Gue mau diapain?” Kibo membuka baju atasnya.

“Kagak ada counterpain apa?” Tanyaku. Namun ia mengeluarkan Stop-X. Nulisnya bener gak? :-O

“Kibo, kok lu panuan sih?”

“Eh, beneran git?”

“Nggak bo’ong. Hahaha..”

“Ah, elu..” Setelah memijat Kibo, gerimis mulai turun. Arya masih sibuk memasak macaroni dan cream soup. Aku memasukkan lagi barang-barangku yang hampir kering kedalam tenda. Kemudian membetulkan payung yang mulai rusak.

“Kibo, enak yah jadi elu..” Ujarku.

“Kenapa git?”

“Kalo hujan gak usah payungan, kepala lu waterproof kan? Buahahahha..” Semua orang tertawa mendengar ucapanku.

“Daripada Arya, kalo hujan ngerembes. Kepalanya botak. Hahaha..” Sahut Kibo tak mau kalah.

Aku masuk kedalam tenda. Bang Ucup foto-foto. Namun lagi-lagi, Mama Jun sudah tidur. Sesi keakraban kami sangat terasa sore itu. Ditambah sajian pastanya Arya yang menghangatkan suasana. Hmmm yummy ^_^

Selesai makan, aku tidur sampai menjelang maghrib. Dan selesai maghrib, kami bersiap-siap untuk pulang menuju Ranu Kumbolo.

Lagi-lagi Night Trekking dan diguyur hujan. Bocorku semakin parah. Sepatu juga basah sudah. Aku menyesal menggunakan Salonpas Hot dibagian telapak kaki. Terasa panas seperti terbakar ketika terkena air!!!

Perjalanan pulang ini penuh dengan emosi, mungkin sebagian dari kami agak kesal mengingat perjalanan yang tak sesuai dengan jadwal. Terlebih lagi beberapa orang cidera dan berjalan lambat. Sementara aku? Aku kelaparan sekali malam itu. Yang ada di bayanganku adalah dalam keadaan perut kosong seperti ini, sepatu yang basah dan kehujanan, aku takut terkena hipotermia. Menyusahkan sekali bila itu terjadi.

Dan beberapa orang juga melihat sesuatu yang ghaib. Itu hal biasa. Aku melihat apa? Tidak, aku tak melihat apa-apa. Pandanganku tetap menuju ke tanah yang kutapaki. Aku tak berani menghadap ke kanan kiri atau atas mengingat diriku yang masih datang bulan. Sepanjang perjalanan aku terus berdzikir seraya mengemut permen.

Padang Rumput Oro-oro Ombo yang banjir berhasil kami lalui. Dan yang terakhir adalah Tanjakan Cinta, cinta yang benar-benar penuh penderitaan. Menuruni Tanjakan Cinta dalam keadaan licin dan gelap benar-benar menantang sekali. Terlebih lagi beban berat yang berada dipunggung ini. Tak jarang yang jatuh terpeleset. Tak ada romantisnya sama sekali :-|

Sesampainya di Ranu Kumbolo, tim kami segera mendirikan tenda. Nganga emosi sekali malam itu.

“Ngediriin tendanya satu aja dulu buat naro barang yang basah!”

“Itu framenya gak usah dimasukin, nanti aja kalo udah berdiri!!”

“Pasaknya nanti aja belakangan, Donny! Gak pernah bikin tenda ya?”

“Terus yang lain jangan pada diem aja!!!”

“Tenda kita banjir itu semua barang-barangnya basah!! Gak ada yang inisiatif ngeluarin barang apa!!”

“Caesa tolong bantu senter!!”

“Terus kalo tendanya udah jadi, langsung pada mau tidur???!!!!”

Kurang lebih seperti itu ocehan Nganga selama mendirikan tenda di Ranu Kumbolo. Aku menghilangkan diri beberapa saat takut kena semprot. Dan Arya juga begitu. Arya mulai ikut-ikutan emosi.

“Gitaaaa, carrier gue mana!! Tuker sekarang aja besok pagi udah repot!!” Aku menurut saja sambil membayangkan bagaimana nasibku esok hari membawa carrier seberat itu. Semoga saja beratnya sudah menyusut. Atau semoga saja badanku semakin kuat. Entahlah.. Padahal kan bisa saja tukar carrier di kereta. Toh, besok juga kita pulang satu kereta kan, Ar? Aku hanya mengumpat dalam hati.

Tendaku juga begitu. Penuh, sesak dan berantakan. Aku kabur ke tenda Bang Hengki yang saat itu berisi ia sendiri, Donny dan Kibo.

“Git, pijetin gua git.” Ujar Donny.

“Counterpain lu mana?” Tanyaku sambil meletakkan tanganku dilehernya.

“Anjrit tangan lu dingin banget, Git! Kagak usah udah kagak jadi!”

“Yee, pe’a lu.”

“Git mau git?” Kali ini Kibo yang mulai bersuara.

“Kok lu gadoin mie sih? Bagi dong. Haha” Aku merampas bungkus mie gorengnya.

“Kok gak pake saos kecap, Bo?”

“Iya itu gue juga nyesel kenapa tadi gue buang. Hahaha”

“Bagi Git, suapin.” Ujar Donny yang tergeletak kepayahan. Aku menyuapinya.

“Kok lu gak pake Sleeping Bag, Don?” Tanyaku heran.

“Gue emang dari pertama ngecamp juga gak pernah pake sleeping bag. Hahaha”

“Buset, kuat amat lu. Gue laper ih..” Aku menepu-nepuk perut.

“Samaa.. Makanya gue gadoin mie.” Sahut Kibo.

“Kibo.. Ambil air gih. Tar gue masakin!” Teriak Arya dari luar.

“Yuk Bo, ambil air sama gue…” Ajakku.

“Ogah ah, DINGIN!” Teriak Kibo. Entah siapa yang akhirnya mengambil air. Aku masih belum berani bertatap muka dengan Arya dan Nganga yang galak itu.

“Ada yang mau bihun gak?” Teriak Arya setelah mendapatkan air.

“Gue mau, Ar!” Sahut Kibo.

“Gue mau, Bo..” Ujarku pelan.

“Aryaaa, Gita juga mau!” Teriak Kibo lagi. Aduh Kibo, maksudnya aku minta saja. Aku takut dibilang sok nyuruh-nyuruh Arya.

“Gue juga mau, Git. Tar suapin ya.” Ujar Donny dalam keadaan tengkurap.

“Sini! Udah mateng.” Teriak Arya kemudian.

“Ogah gue keluar! Dingin! Oper sini, Bray!” Teriak Kibo.

“Ogah! Lu aja kemari!” Sahut Arya kemudian.

“Sini Taa, berdua sama gue!” Teriak Caesa. Huh, akhirnya ada yang mengajakku makan. Aku keluar tenda Bang Hengki dan masuk kedalam tendaku sendiri. Caesa terlihat sedang menyuapi Nganga yang kedinginan didalam tendaku. Aku mencari-cari sendok.

“Nih, Git. Makan.” Ujar Budi yang berada diluar tendaku sambil menjulurkan sendok yang berisi bihun. Aku memakannya. Masih kikuk menatap Budi yang menyuapiku. Anak yang pendiam dan suka lupa kancut itu kelakuannya memang ajaib.

“Gitaaaa, suapiiiiiiiiiiin!!!” Teriak Donny dari dalam tendanya.

“Gue juga disuapin Budiii!!” Sahutku sambil terus mengunyah. Bihun buatan Arya malam itu hangat sekali. Panas dan pedas seperti orangnya. Kuperhatikan Arya yang tak juga melihatku. Sepertinya ia juga tak enak denganku. Entahlah, aku hanya menunggu disuapi Budi saja.

“Gitaaaaaa, gue tidur yaaaa! Jam empat bangunin gueee!” Teriak Donny lagi. Aku tak menyahut. Setelah perutku agak kenyang, aku menyudahi makan.

“Lagi git..” Ujar Budi lagi dengan sendoknya.

“Udah, Bud, takut mules.” Jawabku. Aku masuk kedalam sleeping bag dan meraih sari kurma kemudian menenggaknya karena kepedasan.

“Nganga mau sari kurma?”  Tawarku kepada Nganga, dan semoga saja bisa jadi penawar amarahnya. Kulihat ia mengangguk dan meraih botol sari kurmaku. Kemudian menenggaknya.

“Mau minum?” Tawarku lagi seraya menyodorkan botol berisi air, tidak tau apakah itu air matang atau bukan. Ia menggeleng. Aku minum saja sendiri. Kemudian aku beranjak tidur. 


(Bersambung ke Cerita selanjutnya, bisa Klik Disini)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...