Cerita sebelumnya bisa dibaca, disini :)
Aku berjalan pelan, kelelahan. Mencari-cari siapa saja yang kukenal disana. Terutama Bang Yasin yang entah berada dimana. Ternyata puncak tak seperti pucuk. Puncak ini luas sekali. Sampai akhirnya aku menemukan orang-orang Sulawesi, mereka bilang dari Kenduri, atau Kendari? Aku lupa. Mereka menggelar tikar diatas pasir Mahameru. Aku menelan ludah melihat bungkusan biskuit yang isinya menyembul keluar, kemudian air mineral dan fanta yang tergeletak berdampingan. Dan sekali lagi, aku menelan ludah.
Aku berjalan pelan, kelelahan. Mencari-cari siapa saja yang kukenal disana. Terutama Bang Yasin yang entah berada dimana. Ternyata puncak tak seperti pucuk. Puncak ini luas sekali. Sampai akhirnya aku menemukan orang-orang Sulawesi, mereka bilang dari Kenduri, atau Kendari? Aku lupa. Mereka menggelar tikar diatas pasir Mahameru. Aku menelan ludah melihat bungkusan biskuit yang isinya menyembul keluar, kemudian air mineral dan fanta yang tergeletak berdampingan. Dan sekali lagi, aku menelan ludah.
“Sini neng, mampir dulu. Sarapan dulu..”
Seru salah seorang dari mereka.
“Iya bang, makasih..” Jawabku sambil
tersenyum dengan pandangan mata yang tak lepas dari bungkus oreo.
“Sudah.. sudah tak usah malu-malu.. Sini
duduk dulu lelah toh dari bawah..”
Aku akhirnya menurut dan duduk di tikar mereka. Aku disuguhi berbagai macam
makanan, Kulahap oreo dan kacang sukro sampai kenyang. Botol airku yang sudah
kosong (dari Donny) kemudian diisi ulang oleh mereka sampai penuh. Aku juga
diberi bekal oreo yang masih utuh untuk perjalanan pulang. Subhanallah.. Aku
bahkan tak kenal siapa mereka! Dan belum lama ini kami dipertemukan lagi akun
twitter :-)
Sebelum meninggalkan mereka, aku diajak
berfoto-foto ria. Tak peduli untuk apa fotoku nanti, anggap saja ini ucapan
terimakasihku untuk mereka. Dan tak lama kemudian kutemukan Bang Yasin yang
telah membuka jaketnya. Akupun membuka jaketku. Sepasang jersey Chelsea
Mahameru 2013 akhirnya singgah disana, disamping bendera merah putih, di titik
tertinggi pulau Jawa. Sekali lagi kuucapkan padamu, terimakasih semesta…
“Agit, abang turun duluan ya. Dingin nih
abang nungguin kamu udah lebih dari sejam” Ucap Bang Yasin berpamitan. Aku
memakluminya. Aku juga tak lama berada diatas, kabut semakin gelap, gerimis
semakin deras.
Aku bergabung dengan Tim Ayek-ayek
diatas sana. Menjadi seorang penyelundup. Hehehe… Ada Tim Ranu Kumbolo juga.
Awalnya Tim Ranu Kumbolo adalah tim yang paling diremehkan karena semua
pesertanya pemula semua. Namun siapa sangka kalau ternyata seluruh anggotanya
mampu bertahan sampai atas? Kecuali Mbak Keyko yang menyerah dan sempat bertemu
denganku. Padahal ¼ lagi puncak. Namun puncak sesungguhnya ada didalam hati.
Kami berfoto-foto ria, dan benar saja, si Jessica ada disana. Sayang sekali
Kibo tak turut serta.
Saat turun, aku bermain prosotan di trek
pasir dengan Mbak Niza.. Siapa lagi itu? Aku juga tak kenal, bahkan tak pernah
berkenalan. Hahaha… Namun trek pasir menyatukan kita. Beliau adalah rocker
Surabaya yang berhijab. Keren bukan? Kami juga sempat bertemu dengan
rekan-rekan lainnya yang masih bersusah payah menuju puncak. Dan kini saatnya
menjadi pendusta, “Semangat kawan, puncak sudah dekat!!”
Kami turun ramai-ramai. Namun aku, Bang
Faisal dan Kang Fachri jalan belakangan. Kang Fachri siapa lagi? Nggak kenal
juga. Ahaha. Beliau sekelompok sama Bang Fai, tapi asalnya dari Bandung.
Temannya Fuadi yang waktu itu sikat giginya nyemplung
ke wc :-| inget kan? (baca ceritanya, disini)
Dan kami bertiga benar-benar tertinggal
ketika di Arcopodo.
“Kunthi, bagi tissue basah dong..” Ucap
Kang Fachri.
“Eh, buat apa? Mau juga dong?” Aku
ikut-ikutan.
“Mau tau aja nih, anak kecil.” Sahut
Kang Fachri.
“Agit mules nih, dari muncak sampe
pulang.” Jawabku jujur.
“Yaudah yuk.” Kang Fachri meninggalkan
aku dan Bang Faisal. Sementara rombongan telah jalan duluan.
“Dia boker
, Bang?” Tanyaku bingung. Ajaib sekali orang itu.
“Iya. Ahaha. Lu diatas aja tuh, Fachri
biar dibawah. Disebelah sana gak keliatan kok, dibalik pohon.” Tutur Bang Fai.
Aku meninggalkannya.
Dan resmilah Kang Fachri menjadi partner
boker di Arcopodo. Perkenalan yang
manis, bukan :-|
Setelah menuntaskan tugas mulia, kami
akhirnya pulang. Ternyata Kang Fachri juga Onta, dikit-dikit kehausan. Tapi
bedanya, dia dikit-dikit pipis. Sementara aku jarang pipis. Dan kami melewati
rombongan keluarganya Jessica. Ternyata Jessica baru 14 tahun, lho. Aku kalah
muda. Jessica nampaknya cidera. Sampai-sampai digendong dan sesekali dipapah
porter. Pasti Kibo mau jadi porter kalau clien-nya Jessica.
Benar-benar menyebalkan bila harus
mengingat dimana aku merangkak dari Kalimati hingga puncak Mahameru selama
delapan jam sementara turun hanya dua jam. Setibanya di tenda, aku meneriakkan
nama ucup.
“Ucuuuuuuuuuuuuuuppp!!!!!!!!!”
“Hehehe.. Apa Git..” Ia cengengesan.
“Asal lo tau ya cup, sampe puncak
tertinggi pulau Jawa, gue selalu nyebut nama lo!!!” Teriakku lagi.
“Lo itu bukan nyariin Ucup Git, tapi
nyariin aer!” Sahut Donny. Aku nyengir. Bener juga sih.
“Tau lu cup. Katanya tenang aja, lo yang
jagain cewe-cewe!! Buahahaha..” Celetuk Arya. Kami semua tertawa.
“Gue masih mending, Bray. Sampe ¾
Mahameru. Lah elu, Kalimati doang. Ganti aja tuh tulisan di baju lu. Bukan
Memorable Trekking Semeru 2013, tapi Memorable Trekking Kalimati!! Hahaha..”
“Berarti baju lo depannya ditambahin ¾
dong Cup? Hahaha..” Ucup cengar-cengir.
“Arya, gue laper..” Aku duduk didepan
Arya. Disebelah Arya ada Kibo.
“Iya ini airnya abis. Ntar ya.” Jawab Arya.
“Kok jahat sih, Ar? Padahal tadi dijalan
pulang, gue udah ngebayangin kalo lo lagi nyiapin makanan buat gueee..”
“Iya nanti, orang airnya abis..” Jawab
Arya lagi.
“Nganga mana?” Tanyaku sambil
mencari-cari sosok Ken Rangga *jiah*
“Lagi ambil air git..”
“Yaudah deh gue beres-beres dulu.”
Aku duduk direrumputan depan tenda. Lalu
melepas sepatuku dan membersihkannya dari sisa-sisa pasir. Kemudian memotong
kuku kakiku yang mulai cantengan dan membersihkan lukanya. Hampir sepuluh
jaritanganku juga lecet, inilah akibat sering lepas-pasang sarung tangan dan
menarik akar-akar sebagai bantuan. Hansaplas bertebaran menempel dikulitku.
“Kibooo, tadi gue muncak bareng Jessica
dooong. Turun juga bareng Jessica..” Pamerku pada Kibo.
“Iyah, Jessica kakinya sakit ya. Tau
gitu gue gendong.”
“Ih, kok lu tau?”
“Iyalah, kalo jodoh mah nggak kemana..”
*gubrak*
Tak lama kemudian, Nganga datang.
“Arya!! Bikinin gue teh manis!! Gue gak
mau tau!!” Gak inget siapa yang ngomong kayak gini, antara Nganga atau Bang
Ucup.
“Gak bawa teh, Bray!!” Jawab Arya
kemudian.
“Yaudah kalo gitu teh tawar!!!”
“Kan gue bilang, GAK BAWA TEH!!!”
Buahahaha.. kami semua tertawa.
“Aryaaaa.. baju kotor gue manaaa!!!”
Teriak seseorang lagi dari dalam tenda.
“Arya, gue lapeeer…hahaha” Kali ini aku
yang bersuara. Arya, betapa malang nasibmu, nak.
Aku masih membereskan peralatanku,
sekaligus menjemur yang masih basah. Sampai akhirnya aku menemukan sebuah
kancut di pojok tenda.
“Ini kancut siapaaaaaa?!!!” Teriakku
sambil memegang kancut dengan ekspresi jijik.
“Eh, itu punya gua. Hahaha..” Sahut Budi
pelan sambil cengar-cengir. Aku berniat untuk melemparnya.
“Udah sih taro situ ajah.”
“Ih.. ogaaaah.. Gue buang ke trashbag ni
ya!”
“Eh jangan..” Kemudian ku lempar kancut
itu ketendanya.
“Agitaaaaa, pijetin guaaa!” Teriak Kibo.
Aku tak mengerti ada apa dengan orang-orang ini dan mengapa mereka
berteriak-teriak.
“Tar dulu bo, barang-barang gue masih
berantakkan.” Setelah rapi dan bersih, aku menghampiri tenda Kibo.
“Buka baju lo!” Ucapku.
“Buset ni cewe galak amat! Gue mau
diapain?” Kibo membuka baju atasnya.
“Kagak ada counterpain apa?” Tanyaku.
Namun ia mengeluarkan Stop-X. Nulisnya bener gak? :-O
“Kibo, kok lu panuan sih?”
“Eh, beneran git?”
“Nggak bo’ong. Hahaha..”
“Ah, elu..” Setelah memijat Kibo,
gerimis mulai turun. Arya masih sibuk memasak macaroni dan cream soup. Aku
memasukkan lagi barang-barangku yang hampir kering kedalam tenda. Kemudian
membetulkan payung yang mulai rusak.
“Kibo, enak yah jadi elu..” Ujarku.
“Kenapa git?”
“Kalo hujan gak usah payungan, kepala lu
waterproof kan? Buahahahha..” Semua orang tertawa mendengar ucapanku.
“Daripada Arya, kalo hujan ngerembes.
Kepalanya botak. Hahaha..” Sahut Kibo tak mau kalah.
Aku masuk kedalam tenda. Bang Ucup
foto-foto. Namun lagi-lagi, Mama Jun sudah tidur. Sesi keakraban kami sangat
terasa sore itu. Ditambah sajian pastanya Arya yang menghangatkan suasana. Hmmm
yummy ^_^
Selesai makan, aku tidur sampai
menjelang maghrib. Dan selesai maghrib, kami bersiap-siap untuk pulang menuju
Ranu Kumbolo.
Lagi-lagi Night Trekking dan diguyur
hujan. Bocorku semakin parah. Sepatu juga basah sudah. Aku menyesal menggunakan
Salonpas Hot dibagian telapak kaki. Terasa panas seperti terbakar ketika
terkena air!!!
Perjalanan pulang ini penuh dengan
emosi, mungkin sebagian dari kami agak kesal mengingat perjalanan yang tak
sesuai dengan jadwal. Terlebih lagi beberapa orang cidera dan berjalan lambat.
Sementara aku? Aku kelaparan sekali malam itu. Yang ada di bayanganku adalah
dalam keadaan perut kosong seperti ini, sepatu yang basah dan kehujanan, aku
takut terkena hipotermia. Menyusahkan sekali bila itu terjadi.
Dan beberapa orang juga melihat sesuatu
yang ghaib. Itu hal biasa. Aku melihat apa? Tidak, aku tak melihat apa-apa.
Pandanganku tetap menuju ke tanah yang kutapaki. Aku tak berani menghadap ke
kanan kiri atau atas mengingat diriku yang masih datang bulan. Sepanjang
perjalanan aku terus berdzikir seraya mengemut permen.
Padang Rumput Oro-oro Ombo yang banjir
berhasil kami lalui. Dan yang terakhir adalah Tanjakan Cinta, cinta yang
benar-benar penuh penderitaan. Menuruni Tanjakan Cinta dalam keadaan licin dan
gelap benar-benar menantang sekali. Terlebih lagi beban berat yang berada
dipunggung ini. Tak jarang yang jatuh terpeleset. Tak ada romantisnya sama
sekali :-|
Sesampainya di Ranu Kumbolo, tim kami
segera mendirikan tenda. Nganga emosi sekali malam itu.
“Ngediriin tendanya satu aja dulu buat
naro barang yang basah!”
“Itu framenya gak usah dimasukin, nanti
aja kalo udah berdiri!!”
“Pasaknya nanti aja belakangan, Donny!
Gak pernah bikin tenda ya?”
“Terus yang lain jangan pada diem
aja!!!”
“Tenda kita banjir itu semua
barang-barangnya basah!! Gak ada yang inisiatif ngeluarin barang apa!!”
“Caesa tolong bantu senter!!”
“Terus kalo tendanya udah jadi, langsung
pada mau tidur???!!!!”
Kurang lebih seperti itu ocehan Nganga
selama mendirikan tenda di Ranu Kumbolo. Aku menghilangkan diri beberapa saat
takut kena semprot. Dan Arya juga begitu. Arya mulai ikut-ikutan emosi.
“Gitaaaa, carrier gue mana!! Tuker
sekarang aja besok pagi udah repot!!” Aku menurut saja sambil membayangkan
bagaimana nasibku esok hari membawa carrier seberat itu. Semoga saja beratnya
sudah menyusut. Atau semoga saja badanku semakin kuat. Entahlah.. Padahal kan
bisa saja tukar carrier di kereta. Toh, besok juga kita pulang satu kereta kan,
Ar? Aku hanya mengumpat dalam hati.
Tendaku juga begitu. Penuh, sesak dan
berantakan. Aku kabur ke tenda Bang Hengki yang saat itu berisi ia sendiri,
Donny dan Kibo.
“Git, pijetin gua git.” Ujar Donny.
“Counterpain lu mana?” Tanyaku sambil
meletakkan tanganku dilehernya.
“Anjrit tangan lu dingin banget, Git!
Kagak usah udah kagak jadi!”
“Yee, pe’a lu.”
“Git mau git?” Kali ini Kibo yang mulai
bersuara.
“Kok lu gadoin mie sih? Bagi dong. Haha”
Aku merampas bungkus mie gorengnya.
“Kok gak pake saos kecap, Bo?”
“Iya itu gue juga nyesel kenapa tadi gue
buang. Hahaha”
“Bagi Git, suapin.” Ujar Donny yang
tergeletak kepayahan. Aku menyuapinya.
“Kok lu gak pake Sleeping Bag, Don?”
Tanyaku heran.
“Gue emang dari pertama ngecamp juga gak
pernah pake sleeping bag. Hahaha”
“Buset, kuat amat lu. Gue laper ih..”
Aku menepu-nepuk perut.
“Samaa.. Makanya gue gadoin mie.” Sahut
Kibo.
“Kibo.. Ambil air gih. Tar gue masakin!”
Teriak Arya dari luar.
“Yuk Bo, ambil air sama gue…” Ajakku.
“Ogah ah, DINGIN!” Teriak Kibo. Entah
siapa yang akhirnya mengambil air. Aku masih belum berani bertatap muka dengan
Arya dan Nganga yang galak itu.
“Ada yang mau bihun gak?” Teriak Arya setelah
mendapatkan air.
“Gue mau, Ar!” Sahut Kibo.
“Gue mau, Bo..” Ujarku pelan.
“Aryaaa, Gita juga mau!” Teriak Kibo
lagi. Aduh Kibo, maksudnya aku minta saja. Aku takut dibilang sok nyuruh-nyuruh
Arya.
“Gue juga mau, Git. Tar suapin ya.” Ujar
Donny dalam keadaan tengkurap.
“Sini! Udah mateng.” Teriak Arya
kemudian.
“Ogah gue keluar! Dingin! Oper sini,
Bray!” Teriak Kibo.
“Ogah! Lu aja kemari!” Sahut Arya
kemudian.
“Sini Taa, berdua sama gue!” Teriak
Caesa. Huh, akhirnya ada yang mengajakku makan. Aku keluar tenda Bang Hengki
dan masuk kedalam tendaku sendiri. Caesa terlihat sedang menyuapi Nganga yang
kedinginan didalam tendaku. Aku mencari-cari sendok.
“Nih, Git. Makan.” Ujar Budi yang berada
diluar tendaku sambil menjulurkan sendok yang berisi bihun. Aku memakannya.
Masih kikuk menatap Budi yang menyuapiku. Anak yang pendiam dan suka lupa
kancut itu kelakuannya memang ajaib.
“Gitaaaa, suapiiiiiiiiiiin!!!” Teriak
Donny dari dalam tendanya.
“Gue juga disuapin Budiii!!” Sahutku
sambil terus mengunyah. Bihun buatan Arya malam itu hangat sekali. Panas dan
pedas seperti orangnya. Kuperhatikan Arya yang tak juga melihatku. Sepertinya
ia juga tak enak denganku. Entahlah, aku hanya menunggu disuapi Budi saja.
“Gitaaaaaa, gue tidur yaaaa! Jam empat
bangunin gueee!” Teriak Donny lagi. Aku tak menyahut. Setelah perutku agak
kenyang, aku menyudahi makan.
“Lagi git..” Ujar Budi lagi dengan
sendoknya.
“Udah, Bud, takut mules.” Jawabku. Aku
masuk kedalam sleeping bag dan meraih sari kurma kemudian menenggaknya karena
kepedasan.
“Nganga mau sari kurma?” Tawarku kepada Nganga, dan semoga saja bisa
jadi penawar amarahnya. Kulihat ia mengangguk dan meraih botol sari kurmaku.
Kemudian menenggaknya.
“Mau minum?” Tawarku lagi seraya
menyodorkan botol berisi air, tidak tau apakah itu air matang atau bukan. Ia
menggeleng. Aku minum saja sendiri. Kemudian aku beranjak tidur.
(Bersambung ke Cerita selanjutnya, bisa Klik Disini)
(Bersambung ke Cerita selanjutnya, bisa Klik Disini)