Wednesday, 29 April 2015

Kejutan Saat Kembali Pulang

Cerita sebelumnya klik di sini :)


Jebol
Berbekal internet dengan kuota terbatas, akhirnya saya mulai hunting tiket. Saat itu tinggal tersedia tiket kereta yang keberangkatannya dari Jogja untuk esok hari pukul sepuluh pagi. Sementara saya dan yang lainnya masih di Probolinggo dengan waktu yang telah menunjukkan pukul delapan malam. Bermodalkan uang pinjaman dari Bang Cehu, akhirnya saya dan Hanis memesan tiket kereta Bogowonto tujuan Jakarta. Sementara uang yang harusnya digunakan untuk lanjut perjalanan ke Ijen dan Baluran hanya mendekam di dalam dompet untuk jaga-jaga selama di perjalanan pulang.

Guys, sorry.. Do you know... Where is the hotel or homestay near this place?” Tiba-tiba dua orang Bule menghampiri kami yang masih berkutat di meja makan. Malas meladeni, saya dan Bang Cehu meluncur ke ATM terdekat untuk melakukan transaksi pembayaran. Sementara si Opin sibuk meladeni Bule dengan keminggrisan yang belepotan.

“Kita pulang sekarang.” Ujar saya kepada Hanis yang masih menunduk sambil mengaduk-aduk isi gelas yang tinggal tersisa es batunya saja.

“Tiket gimana?” Tanyanya sambil menoleh lesu.

Saturday, 25 April 2015

Melepas Lelah di Danau Taman Hidup

Cerita sebelumnya klik di sini :)

Pendakian gunung argopuro
Ekki Lelah

"Jalan masih teramat jauh.."

"Mustahil berlabuh bila dayung tak terkayuh."

Saya dan Ekki mulai bersenandung lagu Iwan Fals. Merasa bahwa hutan lumut benar-benar tak ada ujungnya. Bahkan Hanis sempat-sempatnya berpikir kalau kami tak dapat keluar dari labirin raksasa ini sebelum hari terang.

BRUKKK

Hanis terpeleset di trek menurun. Ia yang berusaha menahan carrier 75 liter justru membuat kakinya terkilir. Ia menyerah. Baru kali ini saya melihatnya sefrustasi ini.

Wednesday, 22 April 2015

Argopuro: Siang Parno Macan, Malam Parno Setan

Cerita sebelumnya klik di sini :)


Pendakian Gunung Argopuro
Berkemas

Saya merasakan tidur sangat pulas setelah muncak semalam. Sampai nggak bangun-bangun dan tau-tau udah pagi aja. Malas mengingat kejadian ambruk semalam, akhirnya saya duduk di sebelah Hanis yang sudah bangun duluan. 

“Selamat dua puluh tahun, Acita.” Ujarnya sambil menggenggam tangan saya. Iya, di rumah, saya dipanggil Acita.

“Makasih..” 

“Semoga makin dewasa, nggak kayak bocah lagi, nurut sama ibu, cepet lulus kuliah, dapet kerjaan yang enak, bahagia terus...” Tanpa terasa air mata saya telah menggenang. Mendadak kangen ibu. Saya langsung memeluk Hanis yang masih sibuk ngoceh mendoakan saya dengan pesan-pesan baik dan kata-kata mutiara. “Kok nangis...” Lanjutnya.

“Kangen ibu. Huhuhu.” Jawab saya terisak. 

“Lagian sih, ulang tahun malah kabur.”

“Iya tahun depan nggak kabur lagi...” Saya mengatakan janji palsu. 

“Heeeh, ini ngapa anak orang lu bikin nangis?” Acrut tiba-tiba bangun dan teriak-teriak. Nggak rela kalo saya dibikin nangis sama Hanis. Kami sontak cengengesan menatap Acrut yang kerudungnya berantakan.

“Gue kan ultah, Crut.. Hehehe.” 

“Waaa, selamat ulang tahun, bocaaaah.”

Pagi yang damai di Cisentor. Ditemani gemercik aliran sungai dan kicauan burung yang saling bersahutan, angin menyampaikan doa ibu untuk saya; yang membuat saya ingin pulang segera.

Saturday, 18 April 2015

Pahit Manis Menuju Puncak Rengganis


Cerita sebelumnya klik di sini :)

Dari Cisentor menuju Puncak Argopuro
Menuju Cisentor

"Aaaah, rasanya berat ninggalin Cikasur." Saya mengerang sambil melintasi padang rumput yang entah di mana ujungnya.

"Sama. Kita nggak boleh semalem lagi, ya, di sana?" Sahut yang lainnya.

"Iiiish, lu mah pada nggak kasian sama gue. Kan gue mau ngejar ujian." Sanggah Acrut kemudian.

"Aaah, elu mah ujian mulu, Crut. Ujian hidup aja nggak kelar-kelar." Celetuk saya dengan suara agak keras. Yang lainnya tertawa. Kemudian berjalan dengan ritme masing-masing sambil menikmati semilir angin yang semakin sejuk. Namun tiba-tiba, seperti terdengar suara auman entah dari mana. Seketika rumput dan tanah di hadapan saya bergetar. Saya berhenti sejenak, kemudian Hanis memberi kode agar tidak panik dan tetap berjalan.

Itu pasti suara meong. Batin saya sambil sok tenang.

Wednesday, 15 April 2015

Sepenggal Cerita dari Cikasur

Cerita sebelumnya klik di sini :)

Catatan pendakian Argopuro
Pohon Afrika dan Ojek Cikasur

Saya terbangun karena bunyi alarm Hanis yang semakin kencang. Sementara yang lainnya belum ada yang bergerak, masih pada mengkerut di sleeping bag masing-masing. Setelah ngulet dan membunyikan semua tulang, saya menyadari kalau semalaman saya tidur mepet ke Hanis. Hanis sampai bikin tendanya doyong. Begitu pula dengan Opin di sisi pojok satunya, tidur mepet tenda sampai-sampai inner tenda menempel dengan outernya.

Saya duduk, Hanis juga duduk. Opin yang latah juga ikut-ikutan duduk sambil menggaruk kepala. Pandangan kami tertuju pada orang yang tidurnya kayak huruf Wau dalam Hijaiyah. Sadar akan terlalu lama dipandang, Acrut akhirnya terbangun.

"Lu ngapain pada ngeliatin gue?" Tanya dia bingung sambil membetulkan kerudung."

Saturday, 11 April 2015

Perjalanan Panjang Menuju Cikasur

Cerita sebelumnya klik di ~> sini :)


Pagi hari di Pos Mata Air Satu sukses bikin saya nahan pipis sampai agak terang. Semacam ngeri ada yang ngikutin lagi, sampai-sampai saya ngelepehin bawang putih yang habis saya kunyah di tanah bekas saya pipis. Iya, segitunya. Tapi kan, lebih baik mencegah daripada 'ketemu' lagi.

Untunglah si Acrut orangnya rajin, ia mengajak saya menyiapkan sarapan. Segala jenis ketakutan akan setan segera sirna seiring datangnya mentari. Menu sarapan pagi itu berupa sosis goreng dan sayur sop. Sementara bakwan jagung kami siapkan untuk bekal di perjalanan menuju Cikasur.

"Bro, tembakau mana bro?" Tanya Bang Nana sambil mondar-mandir bawa golok. Gayanya udah kayak mandor tanah.

"Ni, bro. Ngelinting sendiri, ya." Ujar Sehu sambil melemparkan bungkusan tembakau. Yang cowok-cowok sibuk ngerokok sambil nunggu masakan matang. Itu juga disambi packing karena rombongan lain sudah mulai jalan.

Masakan matang. Usai sarapan, kami berkemas dan lagi-lagi menjadi pendaki terakhir yang meninggalkan camp.

Dan saya berdoa agar tidak bertemu 'apa-apa' lagi.

Wednesday, 8 April 2015

Pos Mata Air Satu yang Mencekam

Cerita sebelumnya klik di ~> sini :)

Lovieisme \m/


"Pak, kita pamit ya, pak.." Ujar kami sambil bersalaman dengan si Bapak penjaga basecamp Baderan. Saat itu kami naik bertepatan dengan hari Senin, kebayang deh sepinya ni gunung kayak apa. Hari libur aja sepi, apalagi hari kerja. Tapi beruntung ada dua tim dari Jakarta yang sudah naik duluan. Saya merasa tertampar ketika melihat adik-adik berseragam merah putih ini dengan semangatnya baris-berbaris mengikuti upacara. Sementara saya malah bolos kerja.

Saturday, 4 April 2015

Kembali ke Jawa Timur

Cerita sebelumnya klik di ~> sini :)

Siap tempur.


Kembali ke Stasiun Pasar Turi, Surabaya. Sebuah stasiun yang dulunya hanyalah tempat untuk menanti kereta, namun kini berubah fungsi menjadi tempat menunggu kepastian. Kepastian bahwa ia tidak akan datang lagi.

Kembali ke Stasiun Pasar Turi, Surabaya, teman-teman saya sibuk memesan tiket pulang, beberapa sibuk membeli pulsa. Adapula yang sibuk ngunya brownies yang sengaja dibawa Acrut jauh-jauh dari Jakarta. Sementara saya ketemuan dengan customer t-shirt yang saya jual. Hebat ya service saya, domisili di Bekasi tapi bisa COD-an sampai Surabaya.

Terasa enggan berlama-lama di Stasiun Pasar Turi, Surabaya, akhirnya saya menyeret rombongan agar lekas pindah lokasi. Agar path location saya tak lagi di Surabaya. Agar ia yang di Surabaya nggak tahu kalau saya sedang berada di kotanya.

Wednesday, 1 April 2015

Argopuro Birthday Hiking - The Series

Dua puluh tahun di Rengganis


Tanpa persiapan yang matang, tanpa rencana dari jauh-jauh hari, tanpa orang-orang serius. Petualangan ini berjalan begitu saja hanya dengan satu tujuan; nomor telfon saya tidak bisa dihubungi ketika saya ulangtahun.

Iya, saya memang aneh. Tiap ulangtahun selalu ngilang. Bagi saya, ulangtahun adalah ritual antara saya dengan Tuhan. Bukan dengan orang-orang yang sibuk merengek traktiran atau iseng mengerjai saya hingga menangis. Tidak seperti itu. Maka petualangan ini pun dimulai. Total kelompok adalah tujuh orang, dengan estimasi waktu pendakian selama tujuh hari. Orang-orang yang menemani saya ke Argopuro ini nggak punya tujuan khusus seperti saya. Mereka cuma ngikut aja, itung-itung menghabiskan libur lebaran.

Kenapa Argopuro?

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...