Skip to main content

Kemping Unyu Papandayan #2

Cerita sebelumnya bisa klik disini :)



28 Maret 2013

Meeting Point kami tentukan di perempatan Kayu Ringin. Hampir semua peserta trip kali ini mahasiswa/i STIBA, diluar stiba hanya Bang Adi dan Bang Endi. Bang Adi datang belakangan, dan kami cukup lama menunggu kedatangannya. Bang Adi diantar oleh Ibunya menggunakan sepeda motor. Ibunya ini benar-benar DEWI sekali, beliau dibonceng bang Adi sambil mengenakan kerir, namun ketika ingin turun dari motor, beliau jatuh ngejengkang karena keberatan. Antara mau ketawa atau prihatin, saya hanya bungkam. Dan seluruh mata yang sedang terjebak lampu merah di perempatan Kayu Ringin, terpana melihat kejadian tersebut. Maaf ya Tante :')


di perempatan lampu merah kayu ringin. pengendara motor yang melintas selalu menoleh ke arah kami :)

Oke, perjalanan dimulai pukul sepuluh malam. Kami berjalan beriringan menuju halte tol Bekasi Barat. Sempat tertipu oleh Kenek Bus Cililitan yang mengatakan Bus menuju Kampung Rambutan telah habis malam itu. Kami sudah sempat naik dan ber-leyeh-leyeh di Bus Cililitan namun tiba-tiba bis terakhir menuju Kampung Rambutan tiba. Alhasil dengan tergopoh-gopoh kami pindah bis. (Kok bahasa saya aneh ya?)

Bus mulai jalan perlahan. Dengan ditemani alunan suara sumbang pengamen, beberapa dari kami tertidur atau sekedar memejamkan mata. Menembus jarak Bekasi - Jakarta Timur melalui Cikunir sehingga memaksa otak saya untuk mengingatnya. Saya menghela napas, ini trip ke-sekian saya tak bersamanya...

Bisakah kau merasakan perasaan seorang gadis di pojokan bus sana?

Kami tiba di Kampung Rambutan setengah sebelas malam. Sesaat ketika kami sampai, saya bertemu dengan Siskom. Siskom ini temannya A' Novel, kami memang janjian untuk bertemu disini dan berangkat ke Garut bersamaan. Tak lama kemudian kami bertemu dengan Om Ipung. Setelah personel lengkap dan urusan buangair selesai, akhirnya kami berjalan beriringan dan masuk kedalam terminal. Memilih dan mencari bus dengan sangat selektif #halah

Seluruh kerir diletakkan di bagasi. Saya duduk terpisah dengan rombongan. Siskom ini ajaib, bisa-bisanya dia menyisakan satu tempat duduk untuk temannya, padahal temannya ada di Rest Area KM 57. Sementara kondisi bus penuh dan beberapa penumpang yang berdiri mulai gelisah melihat ada satu bangku kosong tak berpenghuni. Beberapa kali ia ditegur Bapak Kondektur. Namun tetap saja cuek dan, ehm, agak sedikit ribet sepertinya. Hehehe :D



29 Maret 2013

Kondisi jalan saat itu macet, long weekend. Bus baru bergerak meninggalkan kampung rambutan pukul duabelas malam. Kemudian baru melintasi daerah Bekasi satu jam berikutnya. Dan tiba di Rest Area KM 57 tepat jam dua. Setelah bersitegang dengan Bapak Kondektur, akhirnya temannya siskom ditemukan sedang berdiri di pinggir jalan. Ia masuk dan dengan santainya duduk disebelah Siskom. Batin saya agak miris melihat pendaki lain yang sedaritadi kelelahan berdiri. Sudahlah, biar dijadikan pengalaman.

Target kami tiba di terminal Guntur jam empat pagi. Namun apa daya, karena macet yang tiada tara ternyata jam empat kami masih di Cileunyi. Dan touchdown Terminal Guntur tepat setengah enam pagi. Hari sudah terlalu siang untuk melanjutkan tidur lagi.

Setibanya di Terminal Garut, kami segera menuju masjid terdekat. Disana telah berkumpul ratusan bahkan ribuan pendaki. Eh, kedengarannya berlebihan ya. Hahaha. Iya, jumlah pendaki saat itu memang banyak sekali. Rada curiga pengunjung Tangkuban Parahu pindah kesini -_-

Kedatangan kami disambut oleh a' Novel yang sudah menunggu lama. Beberapa teman kami menunaikan ibadah shalat shubuh yang tertunda, beberapa orang lagi bersih-bersih-badan, namun saya yang sedang berhalangan (lagi) kebagian menjaga tas dan kangen-kangenan sama a' Novel. hahaha dan akhirnya berkenalan sama teman-teman beliau yang semuanya merupakan mahasiswa/i UPI Bandung. Teman-teman saya pada sombong nih, bukannya kenalan malah sibuk ngerumpi sendiri.

Hastag UHUK :D
Penitipan Barang


ini saya sama teman-temannya A' Novel a.k.a anak-anak UPI
Ngerumpi Sendiri

Kami juga menyempatkan diri untuk sarapan. Saya dan beberapa orang lainnya hanya makan bubur ayam yang berhasil membuat perut kami keroncongan lagi beberapa jam kemudian.


Selamat Makan Pagi :)


Perjalanan kami lanjutkan setelah urusan perut selesai. Kurang lebih jam tujuh kami baru meninggalkan Terminal Garut dan men-charter angkot menuju desa Cisurupan. Total rombongan kami menjadi 25 orang sehingga membutuhkan dua angkot. Saya dan Bang Endi kebagian angkot bareng anak-anak UPI. Setelah bercakap-cakap dengan beberapa orang diantara mereka, ternyata ada satu orang tetangga saya disana. Namanya Vian, anak Narogong, sekolahnya di 9. Hahaha jauh-jauh ke Garut ketemunya anak Bekasi lagi.

Setibanya di Desa Cisurupan, kami segera men-charter mobil bak terbuka dan ternyataaaaa, jalur menuju basecamp terakhir maceeeeet sekaliiiiiiii. Mungkin sangking ramainya pengunjung ya? Entahlah..

Dan saya pribadi lupa jam berapa kami tiba di basecamp. Setelah re-packing, simaksi, foto-foto dan berdoa bersama, pendakian dimulai...





(Bersambung ke Papandayan #3 bisa klik disini)

Comments

Popular posts from this blog

Kebodohan di Situ Gunung

Posisi yang sudah di Bogor usai berbagi inspirasi ke adik-adik Smart Ekselensia tidak membuat saya dan Hanis langsung pulang ke Bekasi begitu saja. Kami lantas melanjutkan perjalanan ke Sukabumi dengan menggunakan Kereta Pangrango yang kebetulan hanya seharga duapuluh lima ribu rupiah. Pemandangan di sepanjang rel yang baru aktif kembali ini menyuguhkan hamparan sawah dan ladang hijau. Arus sungai yang amat deras juga menemani perjalanan yang memakan waktu dua jam ini.

5 Cm Vs Romeo+Rinjani

5 Cm Vs Romeo+Rinjani Ini kok judulnya malah jadi kayak rumus, ya? Hehehe. Jadi gini, beberapa waktu lalu saya menyempatkan diri untuk menonton film karya Fajar Bustomi, judulnya Romeo+Rinjani. Film yang posternya menampilkan pendaki perempuan dengan pakaian minim tersebut sukses menjadi bahan ejekan para pendaki yang berseliweran di dunia maya. Banyak yang bilang, film ini akan menjadi the next 5 cm yang mengakibatkan membludaknya gunung Rinjani setelah film tersebut ditayangkan. Yah, kita lihat saja nanti seberapa besar efek dari film tersebut di dunia pariwisata, khususnya pendakian. Kembali ke film, bukan maksudnya membanding-bandingkan. Tapi kok ya rasanya ada yang ngeganjel kalau film ini nggak di- share ke temen-temen. Berikut pendapat yang saya rasakan ketika menonton dua film tersebut;

Menyusuri Jejak Islam di Kampung Kauman

Kampung Kauman Free Walking Tour Namanya Kauman. Sebuah kampung yang seringkali dilupakan orang-orang ketika menyusuri Malioboro sampai ujung jalan dan kemudian terhipnotis dengan gagahnya pohon beringin di alun-alun serta suasana nyaman di dalam keraton. Kali ini saya lebih mendahulukan untuk bercerita tentang Kampung Kauman daripada sejarah Jogjakarta, keraton, benteng dan lain-lainnya. Sebuah kesempatan yang langka untuk bisa menjelajahi kampung Kauman bersama orang-orang baru lagi. Adalah Edu Hostel Jogjakarta yang memiliki program Walking Tour Kauman tiap hari Jum’at dan Sabtu. Pada hari Jum’at, biasanya Walking Tour ini akan dibawakan dengan Bahasa Inggris. Namun sayangnya, peserta yang berjumlah lebih dari 15 orang pada hari Jum’at itu tak ada satupun yang berasal dari luar negeri sehingga sepakatlah kami untuk menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.