Skip to main content

Destinasi Pilihan Ketika Pandemi Berakhir

Harusnya, Mei ini naik kereta ke Malang. Gara-gara Covid-19, gajadi deh
Photo by https://railpictures.net/viewphoto.php?id=587382

16 Maret 2020. Hari paling bersejarah di seumur hidup saya. Semua aktivitas dihentikan tiba-tiba. Sekolah diliburkan, tempat ibadah satu per satu ditutup, karyawan kantor mulai diharuskan bekerja dari rumah, hingga restoran-restoran yang tidak boleh disinggahi berjam-jam demi WiFi gratis dan hanya bisa dipesan dengan cara take away. Jaga jarak, katanya.

Semua ini karena Covid-19, sebuah virus yang menyerang sistem pernapasan, yang tiba-tiba hadir dan mengacak-acak hampir seluruh dunia. Yang mudah sekali menular dan mematikan. Yang membuat kita harus rajin menjaga kebersihan dan membatasi diri untuk beraktivitas di luar. Yang membuat ribuan bus tidak bisa beroperasi dan hanya teronggok di lahan parkir berhektar-hektar. Yang membuat semua jadwal kereta dan penerbangan dihentikan. Yang juga menjadikan saya harus rela me-refund tiket PP Malang untuk merayakan ulang tahun ketiga Juno di Semeru.

Kenapa harus Malang?
Malang itu, kota terjauh yang saya pilih untuk melangkahkan kaki ketika masih berusia delapan belas tahun, delapan tahun lalu. Malang memiliki berbagai pilihan destinasi terbaik dengan udara yang sejuk dan panorama yang meneduhkan mata. Ketika pandemi berakhir, saya akan kembali ke Malang untuk melanjutkan rencana ulangtahun Juno yang tertunda. Semoga waktu cuti selama tujuh sampai sepuluh hari Bapake Juno bisa mengantar kami ke tempat-tempat di bawah ini :

Stasiun Malang
Photo by Indra Pramana (Pinterest)
Kami memilih naik kereta agar bisa menikmati lamanya perjalanan sekaligus latihan bersabar. Ah iya, satu lagi, tentunya untuk menghemat budget, mengingat sekarang segala pembayaran harus dikali tiga! Tapi tentu saja, menghabiskan waktu selama dua belas jam lebih di dalam gerbong kereta pastinya akan sangat melelahkan, apalagi kami membawa anak usia tiga tahun. Sesampainya di Malang, kami harus beristirahat dulu di penginapan termurah dan terdekat.

Setelah saya telusuri melalui Google Maps, kami hanya harus berjalan kaki melalui Alun-alun Tugu Malang untuk sampai ke penginapan terdekat dengan keyword RedDoorz near Balai Kota Malang!


Asyiknya lagi, kisaran harga penginapan di RedDoorz hanya 100ribuan. Benar-benar cocok untuk melepas penat selama sehari semalam di kereta. Me-recharge energi untuk melanjutkan destinasi berikutnya.

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Dari penginapan, kami harus menyewa jeep untuk menuju kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Rencananya kami akan ke Semeru dulu, kembali menjejakkan kaki ke dinginnya Ranu Kumbolo dan memeluk hangatnya mentari pagi di Tanjakan Cinta. Sebelum melakukan pendakian ke Semeru, tentunya kami harus sudah mendaftarkan diri melalui booking online pada situs web resminya melalui bromotenggersemeru.org dan memastikan bahwa semua persyaratan sudah terpenuhi serta harus dalam keadaan sehat yang dibuktikan dengan Surat Dokter.

Photo by @yogialfauzi
Butuh waktu dua hari satu malam untuk menikmati indahnya Ranu Kumbolo. Jika sudah puas, kami akan turun, melihat indahnya Bromo kemudian jelajah kota! Ada Museum Angkut, Jatim Park, Malang Night Paradise, Batu Malang dan lainnya. Semua tentu tidak akan habis dibahas dalam satu postingan cerita. Untuk sekarang, segini dulu, ya!

Semoga ada kesempatan untuk mewujudkannya!


***

Postingan ini diikutsertakan pada RedDoorz Blog Contest : 
Travel Wishlist dengan tema destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi setelah pandemi Covid-19 berakhir.


Comments

Popular posts from this blog

Kebodohan di Situ Gunung

Posisi yang sudah di Bogor usai berbagi inspirasi ke adik-adik Smart Ekselensia tidak membuat saya dan Hanis langsung pulang ke Bekasi begitu saja. Kami lantas melanjutkan perjalanan ke Sukabumi dengan menggunakan Kereta Pangrango yang kebetulan hanya seharga duapuluh lima ribu rupiah. Pemandangan di sepanjang rel yang baru aktif kembali ini menyuguhkan hamparan sawah dan ladang hijau. Arus sungai yang amat deras juga menemani perjalanan yang memakan waktu dua jam ini.

5 Cm Vs Romeo+Rinjani

5 Cm Vs Romeo+Rinjani Ini kok judulnya malah jadi kayak rumus, ya? Hehehe. Jadi gini, beberapa waktu lalu saya menyempatkan diri untuk menonton film karya Fajar Bustomi, judulnya Romeo+Rinjani. Film yang posternya menampilkan pendaki perempuan dengan pakaian minim tersebut sukses menjadi bahan ejekan para pendaki yang berseliweran di dunia maya. Banyak yang bilang, film ini akan menjadi the next 5 cm yang mengakibatkan membludaknya gunung Rinjani setelah film tersebut ditayangkan. Yah, kita lihat saja nanti seberapa besar efek dari film tersebut di dunia pariwisata, khususnya pendakian. Kembali ke film, bukan maksudnya membanding-bandingkan. Tapi kok ya rasanya ada yang ngeganjel kalau film ini nggak di- share ke temen-temen. Berikut pendapat yang saya rasakan ketika menonton dua film tersebut;

Menyusuri Jejak Islam di Kampung Kauman

Kampung Kauman Free Walking Tour Namanya Kauman. Sebuah kampung yang seringkali dilupakan orang-orang ketika menyusuri Malioboro sampai ujung jalan dan kemudian terhipnotis dengan gagahnya pohon beringin di alun-alun serta suasana nyaman di dalam keraton. Kali ini saya lebih mendahulukan untuk bercerita tentang Kampung Kauman daripada sejarah Jogjakarta, keraton, benteng dan lain-lainnya. Sebuah kesempatan yang langka untuk bisa menjelajahi kampung Kauman bersama orang-orang baru lagi. Adalah Edu Hostel Jogjakarta yang memiliki program Walking Tour Kauman tiap hari Jum’at dan Sabtu. Pada hari Jum’at, biasanya Walking Tour ini akan dibawakan dengan Bahasa Inggris. Namun sayangnya, peserta yang berjumlah lebih dari 15 orang pada hari Jum’at itu tak ada satupun yang berasal dari luar negeri sehingga sepakatlah kami untuk menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.