Skip to main content

Cerita dari Kaki Gunung Salak (End)

Cerita sebelumnya bisa klik disini :)

Setelah berfoto mesra dan bermain air, kami akhirnya pulang. Agak labil dan terlunta-lunta akan pulang hari ini juga, atau menginap di rumah kawan Bang Coco (Papanya Cikal). Perjalanan pulang melalui jalur yang berbeda. Jalur ini lebih dekat dengan rumahnya Cikal. Dan sepanjang perjalanan pulang, kami disuguhi pemandangan yang luar biasa, kawan sekelas yang luar biasa serta perjalanan yang luar  biasa :D


Coboy Senior - Nunggu Bidadari jatuh dari surga

Cikal :D

cikal lagiiiiiiiiii :D

 
Anak Sawah


Desa Cicurug - Cidahu

Menatap Surau

Sebut saja empang :)

Langit dan Bumi

Angkot

Cubluk a.k.a Jamban a.k.a Toilet Umum

Nampak Gunung apa itu dari kejauhan :')

Kakiku, di kaki Gunung Salak
Dan disaat perjalanan turun, ada yang sempet-sempetnya jajan cilok.
Patah sudah teori "Demi Enam Kiloooo!!!"

Jajan Cilok

Tak lama setelah jajan cilok, kami tiba dirumah Cikal. Membersihkan badan dan berganti pakaian. Hampir semuanya mandi, namun saya tidak. Saya cuma mitu-an. Apa itu mitu-an? Sebut saja tisu-basah-an. #Abaikan

Sempat beberapa kali ditawarkan Papanya Cikal agar menginap dan bakar ikan. Namun apa daya, sebagian menolak dan punya acara penting keesokan harinya. Baiklah, perjalanan pulang dilanjut dengan Angkot putih. Beberapa orang tertidur, sebagian bercandaan. Cukup lama perjalanan pulang kali ini, Sukabumi - Bogor macet di malam minggu.

Beberapa jam berlalu...
*maaf saya gak ngebahas apa saja yang kita bicarakan di angkot. Saya sudah lupa semuanya. Saya gakmau mengingat yang sudah-sudah. Hahahaha*

Oke,
beberapa jam berlalu.. Dan akhirnya kami tiba di Stasiun Bogor. Dan dimanakah pintu masuknya?
Kami ternyata berpencar. Entah memang tau arah pintu masuk, atau cuma sok tau, Bang Hadi jalan duluan dan saya mengikutinya. Namun bang Coco meneriakkan nama saya dan saya berbalik badan mengikuti bang Coco, tanpa sedikitpun memperdulikan Bang Hadi. Saya dan beberapa teman lainnya berinisiatif membeli tiket KA Ekonomi jurusan Jakarta. Kereta berangkat lima menit lagi. Namun Bang Hadi hilang entah kemana. Beberapa kawan mencari, dan Immut menemukan beliau sedang membeli pulsa. What The???!!!

Saya, Bang Addie dan Mas Nur mengejar kereta ekonomi. Bang Addie naik duluan. Saya tak berhasil meraihnya. Bang Addie melambaikan tangan dari jendela. Sebelas tiket KA Ekonomi hangus seketika.

Akhirnya Bang Coco membelikan lagi tiket Commuter Line. Beberapa orang, termasuk saya, memasang wajah kesal dan cemberut sepanjang perjalanan. Immut merasa bersalah karena telah melukai jiwa backpacker. Ia membesarkan hati untuk minta maaf atas kelakuan Bang Hadi yang absurd agar semua memaklumi. Sungguh anak yang baik.



Commuter Line Bogor - Jakarta
Transit di Setasiun Manggarai

Setelah transit dan mendapatkan kereta terakhir jurusan Bekasi, wajah kami mulai ceria kembali. Namun saya sungguh mengantuk dan sudah mulai ditelfon Ayahanda. Setibanya di St. Bekasi, saya bergegas pamit kepada rekan-rekan sejawat. Beberapa teman perempuan bermalam dirumah immut, saya kebagian mengantar Mbak Bella sampai rumah, kemudian pulang kerumah dan cengar-cengir mendapati pintu rumah belum terkunci. Saya melesat ke kamar dan tidur.

And Then, When will we go to trip again? Are you ready go to Papandayan? :D



Notes :
Tulisan ini dibuat ketika saya gak masuk matkul Indo - Agama, dalam keadaan tepar dan mimisan.
Jadi harap maklum kalo endingnya gak menarik. #KeepUnyu :)

Comments

Popular posts from this blog

Kebodohan di Situ Gunung

Posisi yang sudah di Bogor usai berbagi inspirasi ke adik-adik Smart Ekselensia tidak membuat saya dan Hanis langsung pulang ke Bekasi begitu saja. Kami lantas melanjutkan perjalanan ke Sukabumi dengan menggunakan Kereta Pangrango yang kebetulan hanya seharga duapuluh lima ribu rupiah. Pemandangan di sepanjang rel yang baru aktif kembali ini menyuguhkan hamparan sawah dan ladang hijau. Arus sungai yang amat deras juga menemani perjalanan yang memakan waktu dua jam ini.

5 Cm Vs Romeo+Rinjani

5 Cm Vs Romeo+Rinjani Ini kok judulnya malah jadi kayak rumus, ya? Hehehe. Jadi gini, beberapa waktu lalu saya menyempatkan diri untuk menonton film karya Fajar Bustomi, judulnya Romeo+Rinjani. Film yang posternya menampilkan pendaki perempuan dengan pakaian minim tersebut sukses menjadi bahan ejekan para pendaki yang berseliweran di dunia maya. Banyak yang bilang, film ini akan menjadi the next 5 cm yang mengakibatkan membludaknya gunung Rinjani setelah film tersebut ditayangkan. Yah, kita lihat saja nanti seberapa besar efek dari film tersebut di dunia pariwisata, khususnya pendakian. Kembali ke film, bukan maksudnya membanding-bandingkan. Tapi kok ya rasanya ada yang ngeganjel kalau film ini nggak di- share ke temen-temen. Berikut pendapat yang saya rasakan ketika menonton dua film tersebut;

Menyusuri Jejak Islam di Kampung Kauman

Kampung Kauman Free Walking Tour Namanya Kauman. Sebuah kampung yang seringkali dilupakan orang-orang ketika menyusuri Malioboro sampai ujung jalan dan kemudian terhipnotis dengan gagahnya pohon beringin di alun-alun serta suasana nyaman di dalam keraton. Kali ini saya lebih mendahulukan untuk bercerita tentang Kampung Kauman daripada sejarah Jogjakarta, keraton, benteng dan lain-lainnya. Sebuah kesempatan yang langka untuk bisa menjelajahi kampung Kauman bersama orang-orang baru lagi. Adalah Edu Hostel Jogjakarta yang memiliki program Walking Tour Kauman tiap hari Jum’at dan Sabtu. Pada hari Jum’at, biasanya Walking Tour ini akan dibawakan dengan Bahasa Inggris. Namun sayangnya, peserta yang berjumlah lebih dari 15 orang pada hari Jum’at itu tak ada satupun yang berasal dari luar negeri sehingga sepakatlah kami untuk menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.