Saturday, 8 June 2013

REVIEW FILM : Laura dan Marsha


Film ini bercerita tentang sebuah perjalanan sepasang sahabat di luar negeri. Dengan tokoh utamanya Laura, (Prisia Nasution) yang merupakan seorang travel agent dan Marsha (Adinia Wirasti) yang berprofesi sebagai penulis buku traveling. Keduanya bersahabat sejak SMA dan sama-sama memimpikan sebuah perjalanan ke Eropa. Namun, semenjak Laura menjadi seorang single parent, ia telah melupakan mimpinya berkeliling Eropa bersama Marsha. Ia bahkan tak pernah berpikir untuk bepergian keluar Jakarta karena tak rela meninggalkan anak semata wayangnya, Luna (Amanina Afiqah Ibrahim).




"Mimpi gue masih bisa gue tunda, sampai Luna udah gede.. sampai Luna udah bisa ditinggal" - Laura


Berbeda dengan Marsha, ia tak pernah lupa akan mimpi mereka kala SMA. Berkali-kali Marsha membujuk Laura agar mewujudkan keinginannya keliling Eropa, semata-mata untuk mengenang kepergian mendiang ibunya. Laura tak pernah mengiyakan, sampai akhirnya Laura terkena musibah kecelakaan dan mengharuskannya menginap berhari-hari di Rumah Sakit. Laura koma.


"Hidup tuh singkat banget, La. Kematian bisa dateng kapan aja dan gue gak mau mati sebelum ngewujudin impian gue." - Marsha


Ungkapan inilah yang membuat Laura akhirnya mengiyakan perjalanan ke Eropa meskipun tak sepenuh hati diinginkannya. Dan Luna akhirnya dititipkan selama dua minggu kepada Ibunda Laura.

Perjalanan dimulai dari Amsterdam (Belanda). Laura yang memiliki sifat lebih strict dan segala sesuatunya harus teratur ini memulai perjalannya dengan sebuah koper super besar. Sementara Marsha yang berkarakter santai hanya membawa sebuah carrier dengan muatan tak lebih dari empat puluh liter.


 


 


Perselisihan kecil mulai bermuculan. Peraturan demi peraturan dibuat Laura agar perjalanan mereka sesuai schedule. Dan Marsha yang senang berulah spontan ini mau tak mau harus mengiyakan. Konflik dimulai ketika dengan santainya Marsha mengajak seorang penumpang asing bernama Finn. Marsha yakin bahwa Finn dapat mengantar mereka ke destinasi selanjutnya yaitu Munchen (Jerman). Namun siapa sangka, Finn malah membawa mereka ke Bruhl dan melenceng jauh dari Munchen. Laura marah besar dan akhirnya mengusir Finn.

Kisah liburan mereka semakin rumit ketika mereka tersesat hingga dirampok. Marsha tak bisa berbuat apa-apa selain memilih menjalani perjalanannya tanpa beban. Tiap kali Laura menghadapi kesulitan, Marsha tanpa banyak syarat selalu membantu mereka menemukan jalan keluar.


 


"Santai aja, La.. Alam semesta akhirnya akan memberikan apapun yang kita butuhkan tepat pada waktunya." - Marsha


Dengan tiba-tiba Laura meminta Marsha agar mampir ke Verona sebentar, sementara tujuan mereka selanjutnya adalah Venice. Persahabatan dari SMA ternyata tidak menjamin keduanya sama-sama terbuka satu sama lain. Ada maksud yang tak diketahui Marsha, Laura sebenarnya memiliki alasan dan tujuan khusus hingga akhirnya ia setuju ke Eropa.

Hal ini membuat mereka berada di satu titik pertengkaran yang hebat sehingga membuat mereka terpisah berhari-hari. Kejadian demi kejadian menjadi sebuah pelajaran berharga bagi mereka. Dari tiap negara yang mereka datangi membawa cerita dan kejutan tersendiri. Yang pada akhirnya, tanpa mereka sadari itulah yang mereka cari. Pencarian makna cinta, makna hidup, makna persahabatan dan makna perjalanan yang sesungguhnya. Perjalanan Laura dan Marsha, Dua Cerita Satu Perjalanan.



Seperti apakah kisah perjalanan Laura dan Marsha di Eropa?
Saksikan Film-nya di Bioskop terdekat mulai 30 Mei 2013




Laura And Marsha


Muvila.com 





PROFIL


Prisia Nasution

Wanita yang biasa dipanggil Pia ini berperan sebagai Laura, seorang travel agent yang serba sistematis dan teratur. Padahal aslinya, Pia memiliki sifat yang cuek dan simpel layaknya Marsha dalam film. Namun kualitas akting peraih Piala Citra 2011 sebagai Pemeran Wanita Terbaik ini tak perlu diragukan lagi. Pia selalu bermain total dalam setiap film yang dimainkannya, termasuk Sang Penari dan Rectoverso.


Adinia Wirasti

Asti berperan sebagai Marsha yang serba cuek dan santai. Sama seperti Pia, ia juga ditantang untuk berakting sebagai seseorang yang sifatnya bertolak belakang dengan dirinya. Asti memiliki sifat yang teratur dan sistematis, layaknya Laura dalam film. Kepiawannya di dunia seni peran telah dibuktikan dengan menggondol Penghargaan Pemeran Pendukung Wanita Terbaik FFI 2005 (Tentang Dia), Pasangan Terbaik IMA 2012 (Jakarta Maghrib) dan Aktris Pemeran Pembantu Terpilih Piala Maya 2012 (Arisan! 2).


Leni Lolang

Leni Lolang telah 18 tahun menjadi produser. Leni sukses dalam mendirikan dan memimpin Inno Maleo dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Film Laura dan Marsha merupakan film ke-3 yang ia produksi setelah Jagad X-Code dan Ai Lap Yu Pul house in Indonesia.


Dinna Jasanti

Ketika ditemui dalam acara Nonton Bareng Blogger yang diadakan oleh Viva.co.id , kesan pertama yang saya tangkap untuk mbak Dinna yaitu sosok sutradara yang supel, humoris dan ramah. Beberapa pertanyaan dari penonton ia jawab dengan santai namun berisi. Film Laura dan Marsha ini merupakan debut pertama mbak Dinna sebagai seorang sutradara. Dengan setting Road Movie yang menghabiskan waktu selama 20 hari di Eropa ini memberi pengalaman berharga untuknya. Dari tersasar sampai kehabisan bekal makanan telah dialaminya selama shooting di Amsterdam, Bruhl, Innsbruck, Verona dan Venice.


Titien Wattimena

Mbak Titien selaku scriptwriter membuat saya antusias dalam menonton film ini. Naskah yang sangat bagus serta alur ceritanya begitu menarik untuk ditonton sampai habis. Emosi penonton terlihat jelas ketika menyaksikan film ini. Ending Film Laura dan Marsha memang terkesan mudah ditebak. Namun siapa sangka jika konflik dan klimaksnya se-menggugah itu?!



SEUCAP

Arti persahabatan sesungguhnya baru akan kita temui saat berada dalam sebuah perjalanan. Susah senang bersama hingga emosi yang meledak ketika seorang sahabat terlihat karakter aslinya. Sudah tak ada yang dapat kita tutupi ketika perjalanan dengan sahabat telah mencapai konfliknya. Namun itulah esensi perjalanan, saling terbuka.

Saat sedang melakukan perjalanan seorang diri tanpa sahabat yang biasanya mendampingi, kita akan merindukan hal itu. Merindukan betapa perjalanan ini tak seindah bersamanya. Namun sesendiri apapun, pada akhirnya kita tak pernah sendirian dalam sebuah perjalanan---bayu.

Begitu pula dalam film ini, ketika Laura dan Marsha berpisah, mereka tak pernah benar-benar sendirian. Keduanya saling mencari kabar satu sama lain. Film ini mengajarkan banyak sekali hal tentang kehidupan, quotes menarik pun bertebaran di sepanjang jalan cerita. Setting lokasi dan pemilihan tempat-tempat di Eropa yang begitu indah membuat mata tak lelah memelototi setiap adegannya. Best Recommended FILM!!





*) Foto-foto : www.lauramarsha.com

Thursday, 6 June 2013

Mengintip Wajah Indonesia dari Yogyakarta



"Hi, where do you come from?"

"Hi, I come from Indonesia."

"Indonesia? Where Is it?"

"Do you know Bali?"

"Yes, I know Bali. Is it near from Indonesia?"

"No. Bali is a part of Indonesia. Bali is city, and Indonesia is the country"

Percakapan diatas sudah terlalu sering di ceritakan oleh sahabat-sahabat saya yang pernah bepergian ke luar negeri. Dan kesimpulannya adalah, Indonesia belum se-tersohor Bali.

Agak miris mendengarnya, terlebih lagi Indonesia memiliki beragam potensi wisata yang lebih indah dari Bali. Sebut saja Pulau Weh di Aceh, Derawan dari Kalimantan, Losari milik Sulawesi hingga Raja Ampat di Papua yang merupakan impian para traveller dan backpacker domestik hingga mancanegara. Masih banyak destinasi wisata di Indonesia selain yang disebut tadi. Baik wisata budaya, wisata sejarah, wisata alam, wisata buatan hingga wisata reliji. Indonesia memang kaya.

Kembali ke judul tulisan saya...
Mengintip wajah Indonesia dari Yogyakarta. Mengapa Yogyakarta?

Indonesia terkenal dengan penduduknya yang ramah, adat dan budaya yang beragam serta pusat perbelanjaan yang murah. Yogyakarta memiliki semuanya. Dari Malioboro dan Beringharjo yang murah meriah, Gunung Merapi yang berdiri dengan gagah, hinggan pantai-pantai di selatan yang masih perawan dan tak terjamah. Mari kita mulai perjalanan dari tugu nol kilometer Yogyakarta.


Tugu nol kilometer Yogyakarta menjadi tanda bahwa Kota tersebut tersusun dalam satu garis lurus yang terhubung dari Gunung Merapi - Tugu - Keraton - Laut Selatan. Konon, dengan landmark seperti itu memudahkan para pemimpin terdahulu memantau daerah kekuasaan dan aktivitas warganya. Dari keraton akan nampak Gunung Merapi dan arah sebaliknya akan terlihat Laut Selatan. Unik bukan?

Bicara tentang Gunung Merapi, Gunung Api yang berbentuk kerucut ini masih aktif hingga sekarang dan memiliki daya tarik dalam segi penelitian, pendidikan hingga pariwisata. Setelah meletus terakhir kalinya tiga tahun lalu dan memakan banyak korban jiwa, masyarakat setempat tak kehabisan akal dalam mengolah potensi wisatanya. Saat ini telah tersedia jeep-jeep khusus wisata Merapi hingga tour-guide. Dan bagi Komunitas Pecinta Alam dapat merasakan sensasi mendaki gunung dengan jenis bebatuan ini sampai ke Puncak Garuda yang ketinggiannya mencapai 2.968 meter diatas permukaan laut. Berfoto bersama awan dan bendera Merah Putih serta memandang Kota Yogyakarta hingga garis-garis pantainya. Menakjubkan.



Setelah turun dari Gunung Merapi, perjalanan dapat dilanjutkan ke kawasan Gunungkidul. Gunungkidul memiliki dua buah potensi wisata yaitu pantai dan goa. Wisatawan dapat menjelajah goa seperti Goa Jomblang dan Goa Pindul. Namun saya lebih menyarankan untuk menelusuri pantai di kawasan Gunungkidul ini. Dalam satu hari penuh pun tak akan cukup untuk mampir ke setiap pantainya!

Ada lebih dari sepuluh pantai di kawasan Gunungkidul. Sebut saja Pantai Baron, Pantai Krakal, Pantai Sundak, Pantai Kukup, Pantai Indrayanti, Pantai Drini, Pantai Pok Tunggal, Panta Seruni dan masih banyak lagi hingga entah dimana ujungnya. Perjalanan menuju pantai-pantai tersebut harus melewati bukit demi bukit terlebih dahulu. Bayangkan saja, dibalik bukit ada hamparan pasir putih yang menawan lengkap dengan birunya laut dan tebing-tebing tinggi. Jika bosan bermain di pasir dan berenang di laut, kita dapat memanjat tebing-tebing tersebut sampai ke puncaknya, kemudian berteriak sambil menatap samudera. Indonesia, I Love Youuuuuuuuuu!!!



Pulang dari gunung dan pantai, jangan lupa mampir ke pasar tradisional, keraton serta alun-alun dan beringin kembar. Tak ada habisnya jika bicara Yogyakarta, apalagi Indonesia. Indonesia memiliki wajah dan cerita yang beragam untuk dibahas, sementara Yogyakarta hanyalah sebuah pandangan saya terhadap Indonesia dengan cara melihatnya dengan celah yang sempit atau biasa disebut "mengintip".




Mengintip Indonesia melalui Yogyakarta saja sudah begitu menarik dan memukau. Bagaimana bila membuka mata dan melihat Indonesia secara langsung? Kembali saya ulangi, Indonesia tak hanya seindah Bali dan seramah Yogyakarta. Ada Pulau Weh di Aceh, Derawan dari Kalimantan, Losari milik Sulawesi, Wamena, Raja Ampat dan Jelajah Bumi Papua. Aaaaah, Let's Visit Wonderful Indonesia!











Untuk info lengkap kunjungi http://jelajahbumipapua.com/home.php

Wednesday, 5 June 2013

Mimpi dan Impian


Mimpi baik itu datangnya dari Tuhan,
Sementara mimpi buruk datang dari setan.
Sungguh saya tak pernah peduli mimpi itu datang dari mana. Bagi saya, mimpi hanyalah sebuah bunga tidur. Penghias dari segala kegiatan melelahkan nan membosankan yang kita lalui setiap hari. Tidur, bermimpi dan menjadikan mimpi tersebut sebagai sebuah pelajaran, renungan atau penyemangat ketika kita telah bangun. Namun sayang, banyak yang lupa betapa dalamnya makna bangun tidur; bangun untuk hidup yang lebih baik.

Iya, setelah bangun tidur, kamu akan melakukan hal yang itu-itu saja seperti sebelumnya. Tak pernah jauh lebih baik. Bahkan biasanya jauh lebih membosankan. Karena sesungguhnya hari-hari dan tanggal yang paling menarik hanya jatuh pada akhir bulan; ketika gajian.

Apakah tujuan hidup kamu hanya sekedar menunggu gajian?

Untuk urusan bermimpi ketika tidur, saya bukan ahlinya. Mungkin saking lelahnya, saya hanya tertidur lelap, gelap, dan tiba-tiba terbangun ketika hari sudah terang. Iya, mimpi saya hanya gelap dan itu berlangsung setiap hari. Yang saya ingat, beberapa kali mimpi dipatuk ular atau mimpi gigi saya tanggal. Mimpi seperti itu termasuk jenis mimpi yang mana? Baik atau buruk? Dari Tuhan atau setan? Beberapa orang pasti tahu artinya.

Tujuan hidup saya bukan hanya sekedar menunggu gajian. 
Dan impian saya bukanlah menjadi pegawai kantoran.

Banyak hal yang dapat kamu tanam selagi umur masih sedini ini, dan kamu panen ketika tua nanti.
Modal macam apa yang dapat kamu tanam? Segala sesuatunya bukankah butuh uang?
Menanam uang?

Tanamlah impianmu didalam hati dan pikiran. Lalu kamu siram dan beri pupuk dengan segala usaha dan pengalaman yang berkelanjutan. Lakukan terus menerus. Jangan pernah menyerah atau berhenti di tengah jalan. Kamu mau tanamanmu gagal panen?

Saya tahu, banyak dari kamu yang masih saja meremehkan impian orang lain. Sama seperti saya beberapa tahun lalu, saya pernah meremehkan impian orang lain ketika impian saya masih biasa saja dan anak-anak sekali; lulus sekolah, kuliah dan jadi dokter. Mimpi teman saya pada saat itu adalah ke Jepang. Mana bisa ke Jepang tanpa uang? Saya juga bisa ke Jepang ketika sudah jadi dokter. Pikir saya yang saat itu masih duduk di bangku SMP.

Namun nasib berkata lain, impian teman saya terwujud. Ia mendapat program pertukaran pelajar ketika kami sama-sama sedang duduk di bangku SMA, di sekolah yang berbeda. Dan seperti impiannya, ia lolos ke Jepang, tanpa uang, tanpa harus menunggu kuliah bertahun-tahun dan mendapat gelar dokter. Bahkan ia mendapat uang saku untuk hidup di negeri sakura itu selama beberapa bulan.

Saya banyak belajar dari mimpi dan impian.

Sekarang saatnya impian saya yang diremehkan orang, termasuk keluarga sendiri. Entah otak saya yang impulsnya berantakkan atau memang pola pikir kami yang tidak sejalan. Sudah terlalu banyak impian saya yang ditentang oleh Ayah dan Ibu.

"Kamu pikir mudah menjadi seperti itu?"

"Bekerja saja yang benar di kantormu. Kuliah juga yang rajin."

Sebenarnya semua akan menjadi lebih mudah apabila impian saya didukung olehmu, Yah, Bu. Apa salahnya sekedar mendukung atau merestui? Impian pertama saya awalnya adalah kuliah di Solo. Fokus kuliah dengan beasiswa. Namun yang terjadi sekarang saya harus kuliah sambil bekerja, sambil menyempatkan diri untuk jalan-jalan ke luar kota setiap bulan, atau sekedar menghilang dari peradaban berhari-hari dan kembali menjadi manusia normal. Kemudian menumpahkan hasil jalan-jalan dan renungannya di blog ini... bermimpi suatu saat ada penerbit yang tertarik. who knows? 

Letakkanlah impianmu setinggi langit.

Tak usah jauh-jauh. Cukup ditanam di hati dan pikiran saja.

Agar kau tak sakit ketika impianmu tiba-tiba jatuh terhempas ke bumi.

Banyak yang berbeda setelah saya turun dari titik tertinggi di Pulau Jawa, Gunung Semeru. Entah sugesti atau apa, Semeru mengubah segalanya.

Saya yang tadinya seorang pemikir akut ketika 'gagal' dalam suatu hal, sekarang bisa lebih santai.
Saya yang tadinya seorang yang ketergantungan terhadap kabar pacar, sekarang sudah bisa menjalani hidup sendiri dan jauh lebih baik.
Saya yang tadinya selalu mengeluhkan tugas-tugas kampus dan kerjaan, sekarang hanya diam dan bergerak bagaimana kerjaan bisa lekas rampung-- walaupun masih suka emosian dan diselingi misuh.
Saya yang tadinya selalu sedih dan depresi ketika tulisan di blog ini menerima kritik pedas dari pembaca, sekarang hanya bergumam, "Perbandingan pengkritik dengan pendukung blog ini masih satu banding sekian. Lagipula, rata-rata orang yang suka mengkritik adalah orang yang tidak punya karya sama sekali. Mereka yang punya karya akan jauh lebih menghargai dan memberi saran bijak, bukan kritik."

Dan saya, yang tadinya punya impian biasa saja, kini mulai berani bermimpi yang jauh. Sejauh jarak dari desa terakhir menuju puncak, lalu menembus awan. Tak peduli dengan ejekan dan remehan yang terlontarkan. Justru ejekan dan remehan itulah yang membuat saya lebih kuat dari sebelumnya. Sama seperti ketika semua orang tertawa sambil  meremehkan saya yang berpamitan pergi Mahameru. Sudah terbukti, kan, siapa yang akhirnya tertawa belakangan?

Tak banyak yang dapat saya lakukan saat ini, selain menanam impian dan menyuburkannya sendirian.

Bermimpilah, dan bangun untuk hidup yang lebih baik.

Jangan pernah takut melangkahkan kaki untuk memulai sebuah impian. Karena sebuah hasil yang besar selalu dimulai dari langkah awal.

Hadapilah, ujian hidupmu tak seberat berjalan di trek pasir Mahameru.






Agita Violy,
Enam puluh lima hari menuju 19 tahun.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...